Akidah
Yang ghaib dan bagian-bagianya
Temanku bertanya kepadaku tentang ilmu ghaib sebagai berikut: kita mengetahui dengan pasti bahwa Allah mengetahui apa yang telah lalu, dan yang akan datang. Apa yang belum terjadi, dan bagaimana terjadinya. dan ilmu-Nya ada di kitab yang telah terjaga sebelum permulaan segala penciptaan. Apakah kalau sekiranya saya menyetel alarm di Handphone pada waktu tertentu, dan saya mengatakan kepada orang-orang di sekitarku bahwa Handphone akan berdering pada waktu yang telah saya tentukan sebelumnya. apakah bisa dikatakan saya mengetahui yang ghaib ? Tentu jawabannya tidak, pertanyaannya sekarang: bagaimana kita bisa mengatakan bahwa Allah itu mengetahui yang ghaib padahal Dia (Allah) telah menuliskan setiap pergerakan di alam semesta ini sebelum penciptaanya ? Dan itu sesuai dengan apa yang disebutkan sebagai contoh mengenai waktu alarm ?Jawaban Kepada Orang Yang Mengklaim Bahwa Allah Suka Mengadzab Manusia
Bagaimana caranya menjawab orang yang mengatakan: “Sungguh Allah – Maha Suci dan Maha Tinggi dari perkataan orang-orang dzolim- dan suka mengadzab manusia ?Pembagian Pembahasan Aqidah Menurut Ahlus Sunnah dan Yang lainnya
Apakah makna dari Ilahiyyat (ketuhanan) menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah sama maknanya menurut selain mereka, dari kalangan Asy’ariyyah, Shufiyyah, Falasifah dan yang lainnya ?, jika jawabannya: tidak sama, maka apa maksud dari masing-masing mereka pada saat lafadz ini diucapkan, khsusnya menurut sunnah, Asy’ariyyah dan Shufiyyah karena mereka ini yang paling banyak disebut-sebut ?Cara Berfikir Dalam Islam
Saya telah membaca di websitenya orang-orang atheis bahwa Islam itu melarang berfikir, saya ingin membantah syubhat ini ?Enzim Telomerase Apakah Mungkin Bisa Mencegah Kematian ?
Enzim telomerase (pemecah kehidupan), dikatakan bahwa manusia akan kembali dari fase tua ke fase muda, dan memperbaharui neuron yang seharusnya tidak bisa diperbaharui, dan dengan itu memungkinkan untuk mewujudkan ide keabadian, dan menantang kekuasaan Tuhan kita dalam hal mematikan manusia, seperti diketahui bahwa salah satu video pada sebuah chanel, seorang doktor berkata: “Bahwa obatnya banyak berupa kepingan”, maka bagaimanakah hukumnya dalam masalah ini ?Jawaban Kepada Orang Yang Berkata Bahwa Ibadah Akan Diterima Dari Siapapun Bagaimanapun Keyakinannya
Apakah benar bahwa semua ibadah itu akan diterima tanpa melihat pada keyakinan (pelakunya) ?Semua Kebaikan Yang Dilakukan & Diserahkan Menjadi Urusan Allah
Allah Ta’ala berfirman: قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَىٰ غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَىٰ (18) قَالَ أَلْقِهَا يَا مُوسَىٰ (19) فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَىٰ (20) طه /18-20 “Berkata Musa: "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya". Allah berfirman: "Lemparkanlah ia, hai Musa!" Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat”. (QS. Thaha: 18-20) Pertanyaannya tentang tafsir ayat ini, pendapat saya adalah setelah Musa menjelaskan tentang sejauh mana pentingnya tongkat baginya pada saat Allah menyuruhnya untuk melemparkannya dan ia melemparkannya dengan segera, maka hal itu menunjukkan adanya “Tsiqah ‘Amya’” (taat buta) kepada Sang Pencipta, bisa jadi seorang manusia meninggalkan sesuatu yang ia cintai dan mempunyai manfaat yang besar baginya, hanya dengan tsiqah (taat & percaya) bahwa yang telah menyuruhmu adalah Allah Ta’ala, dan karenanya Dia akan mengembalikan kepadamu kebaikan yang banyak dan manfaat yang lebih banyak karena tsiqah kepada-Nya, dan melepaskan sesuatu yang penting karena taat kepada-Nya, apakah ucapan ini benar atau salah ?Penafsiran Firman Allah Ta’ala إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran : 19).
Bagaimanakah penafsiran ayat: إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran : 19).Perbedaan Mengenai Kekufuran Khawarij dan Kekufuran Mereka Yang Mengkafirkan Sahabat
Kami telah membaca fatwa yang rinci dalam website anda mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan membenci dan mengumpat para sahabat adalah bentuk kekufuran. Anda mengatakan bahwa hal itu merupakan bentuk kekufuran yang nyata jika ada salah seorang yang mengatakan bahwa sebagian besar para sahabat sudah kafir. Akan tetapi bagaimana jika ada seseorang yang hanya mengkafirkan satu orang saja dari para sahabat, apakah ia juga telah kafir ?, saya bertanya hal ini karena belakangan ini saya mendengar ceramah tentang khawarij pada masa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib –radhiyallahu ‘anhu-, pembicara tersebut menyampaikan bahwa sebagian khawarij mereka telah kafir kepada Ali bin Abi Thalib, dan mereka termasuk orang-orang bodoh, mereka mempunyai penafsiran dan keyakinan yang salah. Dan berkaitan dengan fatwa lain pada website anda bahwa anda mengatakan: “Sungguh pandangan yang benar tentang khawarij adalah bahwa mereka tidak kafir”. Saya menjadi bingung dalam masalah ini. Semoga Allah membalas anda dengan kebaikan.Hukum Memberikan Hadiah Pahala Amalan Kebaikan Kepada Orang Kresten Yang Mati Dan Hukum Berdoa Dan Memintakan Ampunan Untuknya
Saya mendengar doa untuk orang lain posisinya seperti penghapus baginya. Apalagi doa untuk mereka dengan menyebutkan namanya. Ia akan menjaga manusia dari neraka jahanam. Dimana dia diberikan kepadanya amalan sholeh. Sehingga dapat menaikkan derajatnya. Oleh karena itu saya memohon kepada Allah agar mengampuni orang yang pernah membahagiakanku dan memberi pengaruh kepadaku. Diantara mereka ada wanita Kresten. Dahulu sangat mencintai Allah dan kebanyakan orang mencintainya. Saya berdoa kepada Allah dengan menyebut namanya agar Allah mengampuni dosa-dosanya. Saya hadiahkan pahala bacaan Qur’an untuknya dan amalan lainnya. Apakah hal itu dapat menjaganya dari siksaan neraka Jahanam atau siksa kubur insyaallah? Bagaimana seseorang menghadiahkan pahala shalat atau mengkhususkan shalat untuknya? Apa yang kita katakan sebelum memulai shalat ini?Tidak Bertegur Sapa Kepada Ayah, Bibi-bibinya, Tidak Melaksanakan Shalat, Berburuk Sangka Kepada Allah
Bagaimanakah hukumnya orang yang tidak bertegur sapa dengan ayahnya karena buruknya prilakunya, mempunyai hubungan haram dengan wanita lain, tidak bertanggung jawab untuk memenuhi kewajibannya kepada keluarganya, setiap kali dia menceraikan ibunya, tidak bertanya, tidak mengunjungi bibi-bibinya yang menyakiti ibunya, akan tetapi pada saat bertemu dengan mereka di jalan ia tetap bersalaman dengan mereka, tidak bertegur sapa juga dengan teman-temannya dalam pekerjaannya karena ada beberapa masalah, meskipun ia tidak membawa rasa marah dan permusuhan kepada orang lain, tidak mengerjakan shalat; karena ia selalu mengatakan bahwa Allah tidak akan menerima shalatnya; karena ia tidak melaksanakan shalat lima waktu di masjid, ia memutus silaturrahim, tidak bertegur sapa dengan beberapa orang; karena mereka telah berlaku buruk terhadap dirinya, ia pun tidak akan memaafkan mereka ?Tidak Seorangpun Dapat Melihat Allah Ta’ala Di Dunia
Apakah memungkin seseorang melihat Allah Ta’ala di dunia. Baik orang mukmin atau kafir? Atau hal itu mungkin bagi orang mukmin saja?Hukum Mengambil Sebab (Kejadian)
Dikatakan bahwa mengambil sebab akan mengganggu kemurnian tauhid, sedangkan meninggalkan seluruh sebab yang ada dianggap bermasalah dalam hal syari’ahnya. Sebagai contoh, apakah seseorang menjadi kafir jika dia merasa terganggu oleh vonis dokter yang mengatakan: “Anda akan meninggal dunia satu bulan lagi; karena penyakit lepra ?, apakah mengambil sebab itu hukumnya wajib dalam syari’at ?”.Seseorang Telah Murtad Pada Siang Hari di Bulan Ramadhan, Kemudian Dia Kembali Lagi Kepada Islam, Maka Apakah Yang Harusnya Dia Lakukan ?
Pada saat bertengkar dengan istrinya, seorang suami telah mencela Allah dan agama, dan setelah dia memastikan bahwa dirinya telah keluar dari Islam, lalu dia menyatakan bertaubat dan kembali mengucapkan dua kalimat syahadat dan sangat menyesali perbuatannya. Maka apakah kemurtadannya tersebut membatalkan puasanya pada bulan Ramadhan ?, jika demikian maka apakah dia harus mengganti satu hari puasa atau harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut ?Dalil-dalil Syar’I Terkait Bahwa Orang Jahil Itu Uzur Dalam Permasalahan Syirik Dan Kekufuran
Apakah kejahiliaan (ketidak tahuan) termasuk uzur dalam permasalahan kekufuran dan kesyirikan? Saya tahu anda telah menyebutkan di website hal itu merupkan suatu uzur. Akan tetapi saya ingin disebutkan dalil yang menunjukkan bahwa orang tidak tahu (jahil) itu uzur dalam permasalahan aqidah dan syirik secara rinciHukumnya Seorang Yang Menghalalkan Nikah Mut’ah, Apakah Bisa Menyebabkannya Keluar Dari Islam ?
Ada seorang salafi sunni hanya saja dia menghalakan nikah mut’ah, apakah dihukumi keluar dari agama atau hanya berdosa saja ?Apa Hukum Memakai Salib Agar Lolos Di Airport
Sebagian umat Islam terpaksa keluar dari negaranya karena peperangan dan lainnya. Sehingga dia pergi ke Eropa disela-sela bepergiannya dengan paspor palsu membawa kewarganegaan Eropa. Cuma sebagian berdalih agar tidak diragukan oleh petugas airport, dia memakai salib ketika masuk ke airport. Apa hukum memakai salib dalam kondisi seperti ini?Semua Yang Bertauhid Akan Masuk Surga, Kenapa Umat Islam Masih Beramal ?
Ada seorang yang saya dengar bernama syeikh Adnan Ibrahim berkata kepada saya: “Semua umat Islam akan masuk surga, maka berbuatkan terserah kamu”, lalu ia berkata kepada saya: “Kenapa kita melaksanakan shalat padahal kita semua akan masuk surga ?”.Seputar Masalah Uzur Dan Jahl (ketidak tahuan)
sebagian kerabat kami dari kalangan sufi. Mereka mengikuti apa yang dikatakan syekh mereka dimana mereka meyakini (syekhnya) dari kalangan ahli ilmu. Mereka melakukan amalan yang masuk didalamnya syirik akbar. Akan tetapi mereka melakukan berdasarkan takwil khusus bagi mereka. Mereka tidak faham bahasa arab. Akan tetapi mereka mempunyai Qur’an terjemahan dengan bahasa ibu mereka. Tapi tidak membacanya. Padahal saya membaca bahwa seorang muslim tidak ada uzur terkait dengan syirik akbar (besar). Kalau dia mampu membaca Al-Qur’an –kalau dia mampu sampai (memahami) Qur’an di lingkungan dia hidup- atau memungkinkan sampai kepada para ulama dan menanyakannya serta merujuk kepadanya. Apakah harus mengkafirkan mereka? Atau harus hati-hati dari pengkafiran kepada mereka?Rambu-rambu Takwil Yang Tidak Menyebabkan Kekufuran & Manfaatnya Dalam Masalah Ini
Pada website anda telah anda jelaskan dengan rinci dengan fatwa yang bermacam-macam, khususnya tentang ketidaktahuan yang dimaafkan dan bagaimana caranya menegakkan hujjah, akan tetapi saya tidak mendapatkan rambu-rambu yang jelas khususnya pada masalah takwil pada website anda tersebut. Saya telah membaca dalam masalah tersebut akan tetapi justru saya mendapatkan hal yang berlawanan untuk mempraktekkan apa yang telah saya baca dari pendapat para ulama yang telah menjelaskan rambu-rambu tersebut. Sebagai contoh, sebagian ulama berkata: “Jika takwil mereka masih sesuai dengan bahasa Arab, maka masih bisa ditoleril, namun jika tidak sesuai dengan bahasa Arab, kami tidak bisa menerimanya dan kami mengkafirkan mereka. Dan pada saat anda menemukan praktek kasus tersebut pada Asy’ariyah, yang mereka mengatakan sebagai ganti dari “Istiwa’ ” (bersemayam) adalah “Istaula” (menguasai), dan untuk menjawab sikap tersebut dengan mengatakan bahwa hal itu tidak bisa diterima oleh bahasa Arab, dan pada saat yang sama orang yang mengingkari ke-Maha Tingginya Allah tidak dihukumi dengan kafir, padahal Syeikh Islam telah menukil dari Abu Hanifah akan kekafiran orang yang mengingkari ke-Maha Tinggian Allah. Kami ingin penjelasannya, khususnya para ulama banyak yang mengkafirkan beberapa firqah, seperti Jahmiyyah dan Qadariyyah. Apakah ada ketetapan salah satu ulama yang mengkafirkan Asy’ariyyah ?