Unduh
0 / 0
3347703/08/2007

Hukum Kedua Mempelai Duduk di Atas Pelaminan di Depan Undangan Wanita

Pertanyaan: 102794

Bagaimanakah hukumnya seorang laki-laki duduk bersama mempelai wanitanya di aula yang di sana banyak tamu undangan wanita yang bukan mahram ?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pelaminan adalah -tempat yang
ditinggikan agar kedua mempelai menjadi nampak jelas di hadapan para tamu
undangan wanita- termasuk adat orang Arab terdahulu, banyak para wanita
berkumpul di sekitarnya untuk menyanyi dan menampakkan kebahagiaan mereka,
sebelum mempelai wanita berpindah ke rumah suaminya dengan kebahagiaan dan
sakinah yang menjadi tujuan pernikahan.

Hanya saja keadaannya berubah
pada zaman sekarang, masyarakat membuat adat baru yang menjadikan yang
halal  menjadi haram, merubah kebaikan menjadi kemungkaran, pada adat
tersebut bercampur antara kemungkaran dan yang diharamkan, seperti; tarian
(joget), alunan musik, membaurnya laki-laki perempuan dan yang lainnya. Dan
yang termasuk kemungkaran adalah duduknya mempelai laki-laki dan mempelai
wanita di atas pelaminan dengan diiringi lantunan lagu dari para wanita
lengkap dengan perhiasannya.

Hal itu dianggap sebagai
kemungkaran karena menjadikan mempelai laki-laki melihat yang diharamkan
dari para wanita yang bukan mahramnya, mereka pun dalam kondisi berhias dan
menampakkan semua perhiasan dan kecantikannya kepada yang bukan mahramnya
pada hari bahagia tersebut, kebanyakan mereka dengan mudahnya menampakkan
semua itu di hadapan kedua mempelai, diiringi dengan nyanyian mereka,
kadang-kadang mereka juga menari di hadapan keduanya. Menjadi kewajiban para
wanita untuk menutup wajahnya di hadapan laki-laki asing, melirihkan
suaranya di hadapan mereka, maka apakah hal itu bisa dilakukan oleh
seseorang yang dengan mudah berada di hadapan kedua mempelai di atas
pelaminan ?!

Saudariku yang terhormat,
akan dinukilkan kepada anda di sini beberapa fatwa para ulama dalam masalah
ini:

Disebutkan dalam Fatawa
Lajnah Daimah (19/120):

“Mempelai laki-laki duduk di
atas pelaminan disamping mempelai wanita di hadapan para tamu undangan
wanita yang bukan mahramnya, mempelai laki-laki dengan jelas bisa
memperhatikan mereka, mereka pun bisa memperhatikan mempelai laki-laki,
semuanya berhias dengan sempurna, hal ini tidak boleh dilakukan bahkan
termasuk kemungkaran yang wajib diingkari dan dihilangkan oleh para wali
dari kedua mempelai, dan para wali dari semua wanita yang menghadiri walimah
tersebut, semuanya hendaknya mengkondisikan semua orang yang berada di bawah
perwaliannya, termasuk instansi yang lain sebagai wali amr umum wajib
mengingkarinya, seperti para hakim, para ulama dan semua yang meleksanakan
amar ma’ruf nahi mungkar, semuanya hendaknya sesuai dengan jalur
masing-masing baik dengan tindakan atau dengan nasehat. Termasuk penggunaan
rebana dan semua yang diharamkan biasanya juga menghiasi pesta seperti ini.
Semoga Alloh senantiasa memberikan taufik-Nya kepada kita semua hingga kita
berada dalam keridhoan-Nya, dan menjauhkan kita semua dari perbuatan keji
baik yang nampak maupun yang tersembunyi, juga menuntun kita ke jalan menuju
petunjuk-Nya.

Dalam Fatawa di atas (19/103)
juga disebutkan:

Pertanyaan:

“Anda semua tentu mengetahui
bahwa para mempelai sekarang, acara resepsinya tidak berlangsung hikmat,
bahkan berlebihan dalam hal makanan, maka apakah saya boleh menghadirinya,
menurut pengalaman sebelumnya bisa dipastikan terdapat pemborosan di sana ?,
dan apakah saya mengizinkan istri saya untuk mengahadiri resepsi mempelai
yang seperti itu ?

Sebagaimana diketahui bahwa
mempelai laki-laki dan sebagian keluarganya pada malam itu juga memasuki
ruangan pelaminan yang banyak para undangan wanita, maka bagaimanakah
hukumnya –semoga Alloh memberikan balasan yang baik kepada anda- ?

Jawaban:

Jika keadaan resepsi
pernikahan seperti yang anda sampaikan, terlihat mewah  dan berlebihan,
berbaurnya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram pada malam yang dikenal
dengan “ziffah” (malam terakhir bagi mempelai wanita berada di rumahnya),
maka anda jangan berangkat ke sana, dan janganlah mengizinkan istri anda
untuk menghadiri pesta tersebut, kecuali jika anda memiliki kekuatan dan
sebagai orang terpandang yang mampu merubah kemungkaran tersebut dan
menuntun semua hadirin ke jalan kebenaran, maka anda boleh menghadirinya,
bahkan wajib menghadirinya, untuk menegakkan kebenaran dan menghentikan
kemungkaran, demikian juga bagi istri anda, dan Alloh-lah Maha Pemberi
Petunjuk ke jalan yang lurus”.

Dan di dalam Fatawa Syeikh
bin Baaz (4/244) disebutkan:

“Dan di antara kemungkaran
yang di buat oleh masyarakan pada zaman ini adalah meletakkan pelaminan di
antara tamu undangan wanita, mempelai berdua duduk di atasnya dengan
disaksikan oleh tamu undangan wanita yang berhias dengan sepenuhnya, bisa
jadi sebagian keluarga dan kerabat mempelai laki-laki maupun mempelai
perempuan yang laki-laki juga ikut menyaksikannya, tidak bisa dipungkiri
bahwa bagi mereka yang fitrahnya masih bersih dan yang mempunyai kepekaan
beragama akan melihat bahwa yang demikian merupakan bentuk kerusakan yang
nyata; karena memungkinkan bagi laki-laki untuk melihat para gadis yang
sedang berhias dengan jelas dan akan membawa dampak negatif kepada mereka.
Maka yang demikian wajib dilarang dan dihentikan untuk mencegah tersebarnya
fitnah, menjaga para wanita dari penyimpangan syari’at yang suci. Saya
sungguh menasehati semua saudara kaum muslimin di negara ini dan di
negara-negara yang lain agar semuanya bertakwa kepada Alloh dan berkomitmen
kepada syari’at-Nya dalam segala hal, mencegah diri dari semua yang
diharamkan oleh-Nya, menjauhi penyebab keburukan dan kerusakan baik dalam
acara resepsi pernikahan atau yang lainnya, untuk mengharap ridho Alloh
–subhanahu wa ta’ala- dan menjauhi sebab-sebab murka dan siksa-Nya”.

Syeikh Ibnu Utsaimin
–rahimahullah- pernah ditanya dalam “Fatawa Nur ‘Ala Darb” (Nikah/Nomor:
415) dengan pertanyaan berikut ini:

Apa hukum yang dikenal dengan
“tasyri’” (memberlakukan khusus kepada mempelai wanita) pada saat pesta
resepsi pernikahan di antara tamu undangan wanita, kami mohon jawabannya
dari anda, jazakumullah khoiran ?

Beliau –rahimahullah-
menjawab:

“Tasyri’ bagi mempelai wanita
pada malam pernikahannya jika dilakukan dengan tidak mengandung sesuatu yang
diharamkan maka tidak apa-apa, seperti; mempelai wanita memakai gaun yang
tidak bertentangan dengan syari’at, duduk di atas pelaminan yang bisa
dilihat oleh tamu undangan wanita, tidak berbaur dengan tamu undangan
wanita, mempelai wanita pun tidak ditemani oleh mempelai laki-laki, maka
yang demikian itu tidak apa-apa; karena hukum asal pada selain ibadah adalah
halal kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Adapun jika mempelai wanita
tersebut menemui tamu undangan wanita dengan ditemani oleh mempelai
laki-laki atau ada beberapa orang laki-laki di tempat tamu undangan wanita,
maka tidak boleh; karena mengandung larangan syar’i, kemudian yang
disayangkan adalah terkadang atau menjadi kebiasaan sebagian masyarakat ikut
menghadirkan mempelai laki-laki dan mempelai wanita di ruangan tamu undangan
wanita, bahkan terkadang sampai menciumnya di hadapan tamu undangan wanita,
atau menyuapi kue atau yang lainnya. Tidak diragukan lagi bahwa yang
demikian itu merupakan kelamahan cara berfikir dan dilarang oleh syari’at.
Lemah akal dilihat dari sisi bahwa bagaimana mungkin bagi seseorang yang
pertama kali menemui istrinya, dilakukan di hadapan para wanita, menciumnya,
menyuapinya dengan kue, atau prosesi yang lainnya. Hal itu sudah tidak
diragukan lagi merupakan sarana yang akan membangkitkan syahwat tamu
undangan wanita.

Sedangkan dilihat dari sisi
larangan syari’at adalah karena pada umumnya para undangan wanita semuanya
membuka cadarnya, nampak jelas bagi mempelai laki-laki, pada malam resepsi
tersebut mereka semua berhias dengan cantiknya dengan aroma yang wangi, maka
akan menjadi fitnah, bahkan bisa jadi akan memberikan kesan negatif kepada
mempelai wanita yang sudah resmi menjadi seorang istri; karena suaminya bisa
jadi akan melihat di antara tamu undangan ada yang lebih cantik dari
istrinya dan lebih mewah darinya, hingga hatinya akan merasa tertarik
kepadanya, dan menjadikan istri sahnya lebih rendah darinya maka menjadi
musibah baginya, bagi istri dan keluarganya.

Maka hati-hatilah dengan
kebiasaan buruk tersebut, cukuplah -jika mereka mau- untuk menampilkan
mempelai wanita saja di ruangan tamu wanita, sebagaimana kebiasaan pada
zaman dahulu pada daerah tertentu”.

Beliau  juga berkata yang
disebutkan dalam “Liqa Syahri” (nomor: 85/8):

“Di antara yang termasuk
kemungkaran adalah seorang suami menghadiri tamu undangan wanita dan sudah
disiapkan tempat khusus atau yang dikenal dengan “pelaminan”, dia duduk
dengan istrinya di atasnya di saksikan oleh para undangan wanita, bahkan
katanya sebagian orang-orang awam sampai mencium istrinya di hadapan mereka
!!. Na’udzubillah..!, tidakkah yang demikian itu bisa memicu bangkitnya
syahwat ?!, tentu demikian. Meskipun seorang wanita termasuk wanita yang
bertakwa jika menyaksikan sepasang muda-mudi (suami istri) saling mencium
satu sama lain, maka syahwatnya akan bangkit juga. Terkadang juga mempelai
laki-laki menyuapi apel atau kue kepada mempelai wanita di hadapan para
undangan wanita, semua ini merupakan fitnah dan tidak diragukan lagi
keharamannya. Dan lebih parahnya lagi bahwa sebagian orang mengabadikan
prosesi tersebut dengan video dan foto, semua ini terjadi pada era
belakangan ini.

Telah disebutkan di website
kami beberapa fatwa yang dinukil dalam masalah ini, maka anda bisa
membacanya juga pada jawaban nomor: 46979 dan
98933.

Wallahu a’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android