Unduh
0 / 0
2549628/03/2008

Tafsir Firman Allah –subhanahu wa ta’ala-: ( هل أتى على الإنسان حين من الدهر لم يكن شيئا مذكورا ) “Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?”. (QS. al Insan: 01)

Pertanyaan: 110417

Disebutkan dalam surat nomor: 76, yaitu: surat al Insan, firman Allah yang menyatakan:

هل أتى على الإنسان حين من الدهر لم يكن شيئا مذكورا

“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?”. (QS. al Insan: 01)

Apa maksud dari kata: “Ad Dahr” dalam ayat di atas?, dan apakah Adam, Isa dan Muhammad –alaihimus shalatu was salam- termasuk dalam “manusia” yang ada di ayat tersebut ?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Surat al Insan dimulai dengan
pertanyaan yang merupakan ketentuan, pendamping dan pengingat bagi hati,
menyadarkannya kepada hakikat bahwa sebelumnya tidak ada, dan siapakah yang
mengadakannya dan menjadikannya sesuatu yang dapat disebut, padahal
sebelumnya tidak ada. Ayat di atas disebutkan dalam bentuk pertanyaan agar
pendengarnya menjadi penasaran dan menunggu pernyataan ayat selanjutnya,
maka Allah –ta’ala- berfirman:

هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا
مَذْكُورًا
 (سورة
الإنسان 1(

“Bukankah telah datang atas
manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu
yang dapat disebut?”. (QS. al Insan: 01)

dan kata “al insan” (manusia)
dalam ayat tersebut mencakup semua manusia; karena semua manusia adalah
makhluk, dan baru, mereka diciptakan setelah sebelumnya tidak ada, dan
sebelumnya bukanlah sesuatu yang bisa disebut, sebagaimana firman Allah
–subhanahu wa ta’ala- tentang Nabi Zakariya –alaihis salam- :

قَالَ
كَذَلِكَ قَالَ رَبُّكَ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَقَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ قَبْلُ
وَلَمْ تَكُ شَيْئًا (سورة مريم:
9)

“Tuhan berfirman:
“Demikianlah”. Tuhan berfirman: “Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan
sesungguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu
itu) belum ada sama sekali”. (QS. Maryam: 9)

Syeikh Abdur Rahman as Sa’di
–rahimahullah- berkata:

“Allah telah menyebutkan
dalam surat yang mulia ini keadaan pertama seorang manusia, permulaannya,
dan berakhirnya, maka Dia (Allah) menyebutkan bahwa manusia akan melalui
masa yang panjang, yang sebelumnya tidak ada, bahkan bukanlah sesuatu yang
bisa disebut”. (Taisir Karim Rahman fi Tafsir Kalamil Mannan: 900)

Al ‘Allamah Ath Thahir bin
‘Asyur –rahimahullah- berkata:

“Maknanya adalah: apakah
semua manusia yang ada sekarang mengakui bahwa sebelumnya mereka tidak ada
pada masa yang lama, bahkan bukanlah sesuatu yang bisa disebut, yaitu; tidak
bisa diberi nama, dan tidak bisa diperbincangkan. Dan kata “al insan” di
atas adalah ma’rifah (istilah nahwu) yang bertujuan untuk umum, seperti
dalam firman Allah yang lain:

إِنَّ
الْأِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ، إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا
)
العصر: 2-3 الآية(

“Sesungguhnya manusia itu
benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman…”. (QS.
Al ‘Ashr: 2-3)

Yaitu; Apakah telah datang
bagi setiap manusia suatu masa yang pada saat itu mereka belum ada. “Ad
Dahru” adalah masa yang lama. (At Tahrir wa Tanwir: 29/345-346)

Dan sepertinya pendapat ini
-diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Ibnu Juraij- lebih mendekati kebenaran
dari pada pendapat yang menyatakan bahwa Nabi Adam –‘alaihis salam- lah yang
dimaksud dari “al Insan”. Konteksnya umum, dan yang menunjukkan keumumannya
adalah ayat selanjutnya yang Allah berfirman di dalamnya:

إِنَّا
خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ
سَمِيعًا بَصِيرًا

“Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak
mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia
mendengar dan melihat”. (QS. Al Insan: 02)

Dan sebagaimana diketahui
bahwa Bani Adam yang diciptakan dari setetes air mani yang bercampur, hal
itu menjadi dasar bahwa yang dimaksud dengan kata “al Insan” pada ayat
pertama adalah semua manusia.

Penafian di atas adalah
disebabkan oleh adanya manusia dibandingkan dengan semua makhluk dan realita
yang ada, dengan pertimbangan ini maka penafian tersebut adalah mencakup
semua makhluk termasuk para Rasul dan para Nabi, karena semuanya termasuk
mereka dulunya tidak ada kemudian diciptakan oleh Allah –ta’ala-.

Adapun yang berkaitan dengan
dzikir kepada Allah –ta’ala- dan ilmu-Nya, maka semua manusia hakekatnya
sudah disebut sejak di zaman azali dahulu dan telah tercatat di lauhil
mahfudz. Dan adapun bagi para Rasul dan para Nabi mereka memiliki dzikir
khusus berada pada derajat yang tinggi, karena mereka itulah sebak-baik
manusia. dzikir mereka dalam masalah ilmu Allah adalah tinngginya derajat
kenabian dan kerasulan yang Allah berikan kepada mereka.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android
at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android