Unduh
0 / 0
7,94628/12/2008

Menambah Ibadah Di Hari-hari Merebaknya Kemaksiatan

Pertanyaan: 113220

Apa hukum amalan ibadah di waktu merebaknya kemaksiatan manusia (seperti awal tahun masehi) dalam rangka, karena mengamalkan sabda Nabi sallallahu’alaih wa sallam (Beribadah waktu kemaksiatan (merebak) seperti berhijrah kepadaku)?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Seorang muslim yang komitmen
dengan agamanya adalah yang senantiasa mengingat Allah subhanaahu wata’la
dalam sepi dan terang-terangan, suka dan duka. Tidak pernah melupakan
tuhannya dari ingatan dan hatinya. Tidak tersibukkan ibadahnya dengan
kesibukan (lain). Tidak memalingkan kecintaan-Nya dengan sesuatu yang dapat
memalingkannya. Dalam semua urusannya sangat menjaga beribadah kepada Allah.
Menjaga umurnya untuk taat kepada Tuhan dan Penolongnya. Ketika berkumpul
dengan para ahli ibadah, berlomba untuk mendapatkan keredoan Allah, kalau
melihat orang yang lalai. Merasakan nikmat Allah yang telah mencintai-Nya.
Mereka adalah para saksi dan orang asing yang memegang bara api. Sebagaimana
yang ada dalam hadits akan keutamaan amalan-amalannya. Berpegang teguh
terhadap Sunnah di waktu fitnah, cobaan dan keterasingan.

 “Dari Abu Hurairah
radhialahu’anhu berkata, Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

بَدَأَ
الْإِسْلَامُ غَرِيبًا ، وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا ، فَطُوبَى
لِلْغُرَبَاءِ (رواه مسلم، رقم 145)

 “Islam datang dalam kondisi
terasing. Dan akan kembali sebagaimana pertama kali datang dalam kondisi
asing. Maka berbahagialah bagi orang-orang terasing.” HR. Muslim, (145)

Keutamaan didapatkan bagi
orang yang menjaga Sunah, melaksanakan ketaatan dan ibadah pada waktu fitnah
dan lalai. Sebagaimana dia menjaganya pada saat orang-orang berbuat baik dan
ketakwaan. Maka dia adalah seorang yang suka beramal dan ahli ibadah dalam
semua kondisi. Seperti inilah yang disebuatkan dalam hadits dengan sanjungan
dan pujian.

Adapun apa yang dipahami oleh
sebagian orang, ada di antara mereka menunggu hari-hari kemaksiatan dan
kemungkaran merebak lalu bersegera mengkhususkan pada hari itu dengan
berpuasa atau qiyamullail, padahal hal itu bukan gaya dan kebiasaan yang
selalu dilakukan pada keseharian dan kondisi normal. Ini bukan pemahaman
hadits yang benar. Bukan juga termasuk yang diinginkan oleh pembuat syariat
yang bijaksana. Akan tetapi maksudnya adalah anjuran untuk senantiasa
berpegang teguh dengan Sunnah. Melaksanakan secara sempurna perintah Allah
Ta’ala. Agar seorang muslim tetap menjadi cahaya di atas bumi pada waktu
gelap. Dan ketika bertemu dengan Allah dia tidak menyalahi banji setia yang
telah dia nyatakan ketika menyerahkan diriya secara penuh kepada Allah Azza
Wa jalla.

Inilah kondisi Nabi
sallallahu’alaihi wa sallam, dimana hari dan waktunya diikhlaskan hanya
karena Allah. Tidak pernah meninggalkan kesempatan kecuali untuk beribadah.
Sampai Usamah bin Zain bertanya kepada beliau:

 “Wahai Rasulullah, saya
tidak pernah melihat anda berpuasa satu bulan diantara bulan-bulan
sebagaimana anda berpuasa di bulan Sya’ban. Beliau bersabda

ذَلِكَ
شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ ، وَهُوَ شَهْرٌ
تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ ، فَأُحِبُّ أَنْ
يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ (رواه النسائي في “السنن” ، رقم/2357 وحسنه
الألباني في “السلسلة الصحيحة، رقم/1898)

”Bulan itu kebanyakan orang
lalai, yaitu antara bulan Rajab dan Ramadan. Ia adalah bulan amalan-amalan
diangkat kepada Tuhan Seluruh alam. Saya ingin ketika amalanku diangkat
dalam kondisi berpuasa.” (HR. Nasa’i di Sunan, no: 2357 dinyatakan hasan
oleh Al-Albany dalam ‘As-Silsilah As-Shahihah, no. 1898)

Dan ini termasuk arti hadits
yang diriwayatkan oleh Ma’qil bin Yasar radhiallahu anhu sesunggunya Nabi
sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

الْعِبَادَةُ فِي الْهَرْجِ كَهِجْرَةٍ إِلَيَّ (رواه مسلم، رقم 2948)

“Beribadah waktu terjadi
fitnah seperti hijrah kepadaku.” (HR. Muslim, 2948)

Imam Nawawi rahimahulah
mengatakan, “Maksud dari kata ‘Al-Harj’ disini adalah fitnah dan simpang
siurnya urusan. Sebab banyaknya keutamaan beribadah di dalamnya. karena
orang-orang lalai dan tersibukkan sehingga tidak ada yang folus (beribadah)
melainkan sedikit sekali.” (Syarah Muslim, 18/88)

Sehingga menurut kami, baik
untuk penanya dan lainnya di kalangan umat Islam, tidak semestinya
mengkhususkan malam awal tahun baru masehi dengan beribadah sebagai bentuk
tandingan terhadap orang kafir yang bergelimang dalam kemaksiatan. Kecuali
kalau qiyam dan puasa merupakan kebiasan orang tersebut dalam kesehariannya.
Maka tidak mengapa melakukan ibadah pada malam itu. Allah subhanahu Wata’ala
akan memberikan balasan kebaikan terhadap amal dan niatannya.

Telah dijelaskan peringatan
mengkhususkan malam-malam perayaan orang kafir dengan ibadah tertentu dalam
jawaban soal no. 113064.

Wallahua’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android