Unduh
0 / 0

NASKAH LAMA DARI MUSHAF

Pertanyaan: 114932

Berapa banyak usaha dilakukan oleh orang muslim untuk menjaga naskah lama Al-Qur’an. Sesungguhnya hal ini membutuhkan SDM dan keterampilan bagaimana cara menjaganya. Disana banyak sekali naskah lama Al-Qur’an yang ada di banyak perpustakaan dan di rumah-rumah. Akan tetapi telah berdebu dan dalam kondisi rusak. Bagaimana seyogyanya bertindak dalam kondisi seperti ini, dimana ada keinginan besar untuk menjaga mushaf ini?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Menghormati dan memelihara mushaf termasuk mengagungkan syiar
Allah, dan memberi perhatian terhadap Kalamullah yang diturunkan sebagai
petunjuk untuk seluruh alam, merupakan kewajiban seluruh umat Islam.
Selayaknya mencurahkan seluruh kemampuan semaksimal mungkin kea rah itu.
Prosentasi usaha ini, berbeda-besa sesuai dengan kebutuhan dalam rangka
menjaga mushaf lama. Bisa jadi naskah mushaf sedikit, sementara orang-orang
memerlukan semua yang ada di tangan mereka. Sebagaimana juga naskah lama ini
masih kuat dan layak untuk dibaca dan dilihat. Atau memungkinkan untuk
dikirimkan ke sebagian Negara Islam yang fakir, dimana penduduknya masih
menulis ulang mushaf dengan tangannya karena kondisi sangat fakir. Atau
semisal itu yang mengharuskan untuk senantiasa menjaga naskah lama dan
perhatian semaksimal mungkin.

Kalau sekiranya tidak membutuhkan lagi untuk menjaga naskah
lama ini, maka tidak mengapa menghilangkannya dengan cara yang mulia yang
dapat mereasasikan maksudnya. Para ulama’ telah menyebutkan tiga cara untuk
itu:

Cara pertama, membakarnya. Yakni membakar naskah mushaf lama
dengan santun dan (penuh) perhatian di tempat suci dan aman. Dengan
menekankan lenyapnya kata-kata ketika dibakar disertai perubahan kertasnya.

Para ulama’ memperbolehkan hal ini dengan apa yang dilakukan
oleh Utsman bin Affan radhiallahu’anhu terkait dengan mushaf yang berbeda
dari apa yang telah disepakati oleh para shahabat. Telah diriwayatkan oleh
Bukhori rahimahullah (hadits, no. 4987) dari Anas bin Malik radhialahu’anhu
sesungguhnya Utsman radhiallahu’anhu, memerintahkan Zaid bin Tsabit,
Abdullah bin Zubair, Said bin Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam.
Mereka menulis ulang mushaf. Utsman mengatakan kepada tim Quraisy tiga
orang, “Kalau kamu semua dan Zaid bin Tsabit ada sedikit perbedaan dari
Al-Qur’an, maka tulislah dengan lisan Quraisy. Karena (Al-Qur’an) diturunkan
dengan lisan mereka. Kemudian mereka malakukannya. Sampai ketika mereka
telah selesai menulis ulang lembaran di satu mushaf, Utsman mengembalikan
lembaran-lembaran Al-Qur’an ke Hafshoh. Kemudian beliau mengirimkan naskah
yang telah ditulis ulang  ke seluruh pelosok dan memerintahkan Al-Qur’an
selainnya baik di lembaran maupun mushaf untuk dibakarnya.

Ibnu Battol rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini
(menunjukkan) diperbolehkannya membakar dengan api kitab yang di dalamnya
ada nama Allah. Dan hal itu merupakan penghormatan kepadanya dan penjagaan
dari injakan kaki. Abdurrozzaq telah mengeluarkan dari jalan Thowus, beliau
membakar surat yang telah dikumpulkan dimana didalamnya ada basmalah. Begitu
juga yang dilakukan oleh Urwah. Sementara Ibrohim memakruhkannya.” Selesai
Fathul Bari, 9/20.

Al-Khotib As-Syirbini As-Syafi’I rahimahullah mengatakan,
“Dimakruhkan membakar kayu yang ada ukiran Al-Qur’an. Kecuali kalau berniat
untuk menjaga Al-Qur’an, maka tidak dimakruhkan. Begitu juga pendapat
Abdussalam. Dan dari sini diartikan pembakaran Utsman radhiallahu’anhu
terhadap mushaf.’ Selesai dari kitab ‘Mugni Al-Muhtaj, 1/152.

Cara kedua, menguburkan. Memilih tempat bersih dan aman dari
gangguan. Kemudian menggali yang dalam, dimana persangkaan kuat hilangnya
naskah yang telah dikubur pada waktu yang lama.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
“Sementara mushaf lama, yang sudah rusak dimana tidak bermanfaat dibacanya,
maka dikubur di tempat yang aman, sebagaimana kehormatan tubuh orang mukmin,
dikubur di tempat yang aman.’ Selesai ‘Majmu’ Fatawa, 12/599.

Al-Bahuti rahimahullah mengatakan, “(Kalau mushaf telah rusak
dan lapuk, maka dikuburkan. Teks pengarang). Ahmad menyebutkan bahwa Abu
Al-Jauza’ telah rusak mushafnya dan menggali di masjid kemudian dikuburkan.
Dalam Bukhori disebutkan bahwa Shahabat ketika telah terkumpul
(lembaran-lembaran yang ada Qur’annya) kemudian dibakarnya. Ibnu Al-Jauzi
mengatakan, “Hal itu sebagai pennghormatan dan penjagaannya. Al-Qodhi
menyebutkan bahwa Abu Bakar bin Abu Dawud diriwayatkan sanadnya dari Tolhah
bin Masroh berkata, “Utsman menguburkan mushaf antara kuburan dan mimbar.
Dan dengan sanadnya dari Thowus beliau berpendapat tidak mengapa membakar
kitab. Dan mengatakan, bahwa air dan api termasuk makhluk Allah.” Selesai
‘Kasyaful Qana’, 1/137.

Telah ada dalam ‘Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 4/140: “Kalau
kertas mushaf rusak dan robek karena sering dibaca sebagai contoh atau sudah
tidak layak untuk dimanfaatkan, atau didapati kesalahan karena kurang
perhatian orang yang menulisnya atau mencetaknya. Yang tidak mungkin
dibetulkan. Maka boleh dikuburkan tanpa dibakar. Dan boleh juga dibakarnya
kemudian dikubur di tempat jauh dari kotoran dan injakan kaki. Sebagai
penjagaan dari pelecehan. Dan menjaga Al-Qur’an dari kerancuan,
penyelewengan atau perbedaan dengan tersebarnya mushaf yang ada banyak
kesalahan dalam tulisan atau percetakan.’ Selesai

Cara ketiga, menyobek dan memusnahkannya. Bisa jadi cara ini
yang lebih mudah sekarang. Telah dididapatkan sebagian alat yang mana kertas
dimasukkan dan terpotong kecil-kecil dimana kata-kata Al-Qur’an tidak
mungkin kembali dan hurufnya tidak mungkin terbaca. Dan ini bersih dan
terjaga tidak perlu banyak usaha sebagaimana kondisi dalam pembakaran atau
dikuburkan.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Tidak ada
seorangpun dari umat Islam yang ragu bahwa AL-Qur’an Al-Karim harus dijaga
oleh umat Islam untuk menghormati dan mengagungkannya serta menghalangi dari
pelecehan. Kertas-kertas yang tersobek –dari mushaf- yang tidak mungkin
memanfaatkannya untuk dibaca, ada dua cara:

Cara pertama, dikubur di tempat bersih dan suci, kedepannya
tidak dilecehkan menurut perkiraan pelakunya.

Cara kedua, dibakarnya. Membakarnya tidak mengapa dan
diperbolehkan. Karena para shahabat radhillahu’anhum ketika mendapatkan
mushaf dengan huruf Quraisy pada masa Utsman radhiallahu’anhu, membakar
(mushaf) selain dari yang telah disepekati bersama. Hal ini sebagai dalil
diperbolehkannya membakar mushaf yang tidak mungkin dimanfaatkan lagi. Akan
tetapi saya lihat kalau dibakarnya agar ditumbuknya agar melebur dan menjadi
abu. Karena cetakan yang dibakar, masih terlihat nyata hurufnya setelah
dibakar. Hal itu tidak dapat hilang kecuali ditumbuk sampai menjadi abu.

Kalau disobek, maka ini termasuk cara yang ketiga. Akan
tetapi sulit. Karena merobek harus semua kalimat dan kata-katanya. Hal ini
sulit sekali kecuali kalau ada alat yang dapat menyobek dengan sobekan kecil
sekali dimana sampai tidak terlihat gambar hurufnya. Sehingga ini termasuk
metode ketiga dan diperbolehkan.” Selesai

Fatawa Nurun ‘ALa Ad-Darbi, (kaset/25 side B)

Silahkan melihat ‘Al-mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 2/123.

Wallahu’alam

.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android