Unduh
0 / 0

Apakah Pembahasan Akan Keadilan Para Sahabat. Bisa Diketahui Ketika Mempelajari Mata Rantai Hadits ?

Pertanyaan: 118176

Pada ilmu hadits Nabawi yang mulia, apakah keadilan para perawi hadits hanya dipelajari mulai generasi setelah para sahabat, apakah keadilan (kredibilitas) para sahabat juga masuk dalam pembahasan, dan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh para ulama hadits juga berlaku bagi para sahabat, untuk memastikan hadits tersebut memang bersumber dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama:

Jika anda ingin mencari
tentang keadilan para sahabat –radhiyallahu ‘anhum- -dalam arti masalah
agama dan ketaqwaan yang menghalangi mereka untuk berbuat dusta, maka cukup
bagi anda untuk membuka al Qur’an, dan anda akan membaca puluhan ayat yang
menerangkan akan kesucian jiwa mereka dan banyak memuji mereka.

Allah –subhanahu wa ta’ala-
berfirman:

فَالَّذِينَ آمَنُواْ بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ
وَاتَّبَعُواْ النُّورَ الَّذِيَ أُنزِلَ مَعَهُ أُوْلَـئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ (سورة الأعراف: 157)

“Maka orang-orang yang
beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang
terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur’an), mereka itulah orang-orang yang
beruntung”. (QS. al A’raf: 157)

لَـكِنِ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ مَعَهُ جَاهَدُواْ
بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ وَأُوْلَـئِكَ لَهُمُ الْخَيْرَاتُ
وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ . أَعَدَّ اللّهُ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي
مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
(سورة التوبة: 88)

“Tetapi Rasul dan orang-orang
yang beriman bersama dia, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan
mereka itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan; dan mereka itulah (pula)
orang-orang yang beruntung”. (QS. at Taubah: 88)

وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ
وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ
وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (سورة التوبة: 100)

“Orang-orang yang terdahulu
lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan
anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada
mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka
surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar”. (QS. At Taubah: 100)

 مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء
عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً
يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم
مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي
الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى
عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ
اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً
وَأَجْراً عَظِيماً (سورة الفتح: 29)

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia
adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama
mereka, kamu lihat mereka ruku` dan sujud mencari karunia Allah dan
keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.
Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam
Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu
menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di
atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah
hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang
mu’min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar”. (QS. Al
Fath: 29)

لِلْفُقَرَاء الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن
دِيارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً
وَيَنصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُوْلَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ . وَالَّذِينَ
تَبَوَّؤُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ
إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا
وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَن يُوقَ
شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (سورة الحشر: 8-9)

“(Juga) bagi para fuqara yang
berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka
(karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan (Nya) dan mereka menolong
Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar”. (QS. al Hasyr:
8-9)

لاَّ يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ
أُوْلِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ بِأَمْوَالِهِمْ
وَأَنفُسِهِمْ فَضَّلَ اللّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ
عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُـلاًّ وَعَدَ اللّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ
اللّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْراً عَظِيماً (سورة النساء:
95)

“Tidaklah sama antara mu’min
yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan
orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya.
Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas
orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah
menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang
berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar”. (QS. An Nisa’ 95)

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ
تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزَلَ السَّكِينَةَ
عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحاً قَرِيباً (سورة الفتح: 18)

“Sesungguhnya Allah telah
ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di
bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu
menurunkan ketenangan atas mereka dengan memberi balasan kepada mereka
dengan kemenangan yang dekat (waktunya)”. (QS. al Fath: 18)

Selain dari pada itu,
hadits-hadits yang tertera di dalam buku-buku hadits juga banyak yang
menjelaskan tentang keutamaan para sahabat secara personal maupun secara
keseluruhan dan kelompok. Sanad-sanadnya termasuk sanad yang paling shahih
di muka bumi, kitab al Jami’ (dalam hadits), sunan, masanid, dan ma’ajim
(kamus) penuh dengan bab di atas. Sebagian dari para ulama telah membukukan
tentang keutamaan para sahabat sampai berjilid-jilid yang bisa dijadikan
rujukan, dan tidak cukup untuk dijelaskan semuanya di sini.

Jadi, keadilan para perawi
dari kalangan para sahabat dalam meriwayatkan hadits Nabi –shallallahu
‘alaihi wa sallam- sudah tertulis dari langit kerana tertera di salam al
Qur’an dan sunnah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi sallam-. Jika keadilan
seorang rawi dapat diakui setelah mendapatkan tazkiyah (rekomendasi)
meskipun hanya dari seorang ulama jarh wat ta’dil (ulama peneliti derajat
hadits), maka akan lebih utama untuk diterima karena para sahabat
mendapatkan tazkiyah (rekomendasi) dari al Qur’an dan Sunnah yang qath’i.

Kalau yang kita pakai adalah
penelitian ilmiah untuk memastikan keadilan para perawi dari kalangan para
sahabat secara umum, tentang sifat dan keadaan mereka, maka bisa dipastikan
bahwa mereka adalah adil dan pemahaman agamanya mendalam, tanpa melihat
ayat-ayat yang men-tazkiyah (rekomendasi) mereka. Al Qur’an al Karim hanya
mengungkap tentang keadilan dan ketsiqahan (dapat dipercaya) mereka, karena
keadilan itu muncul pertama kali dari dalam jiwa, lalu akan nampak
dipemukaan dan mendapatkan tazkiyah atau rekomendasi.

Al Khotib al Baghdadi
berkata:

“Kalau misalnya tidak ada
rekomendasi dari Allah –‘Azza wa Jalla- dan Rasul-Nya, maka keadaan dan
realita kehidupan para sahabat dari mulai hijrah, jihad, pertolongan mereka,
pengorbanan jiwa dan harta, memerangi bapak atau anak-anaknya sendiri,
saling menasehati dalam masalah agama, kuatnya iman mereka, keyakinan akan
keadilan mereka dan kesucian mereka, dan mereka lebih utama dari semua
orang-orang yang adil dan para pemberi rekomendasi yang datang setelah
mereka pada semua generasi umat manusia. Inilah madzhab semua para ulama dan
para fuqaha yang diakui keilmuannya”. (Al Kifayah: 49)

Kedua:

Kalau semua penjelasan di
atas dapat diterima, maka pembahasan untuk mengkroscek keadilan setiap
sahabat dalam studi penelitian sanad hadits akan menjadi sia-sia, karena
sudah cukup al Qur’an yang berbicara dalam masalah ini, demikian juga sudah
cukup para ulama yang meneliti hal tersebut dan mereka memastikan melalui
studi lapangan akan keadilan semua para perawi hadits Nabi –shallallahu
‘alaihi wa sallam- dari kalangan para sahabat, khususnya mereka yang banyak
periwayatan haditsnya.

Kami di sini akan menukil
beberapa pernyataan para ulama dari para ulama hadits, para hafidz, dan
ulama fiqih, di antaranya adalah:

Al Hafidz Ibnu Abdil Bar
–rahimahullah- berkata:

“Tidak ada bedanya baik
seorang pengikut menamakannya perawi hadits yang diriwayatkannya atau tidak
akan wajibnya mengamalkan hadits; karena para sahabat semuanya adil,
diridhai, bisa dipercaya, inilah perkara yang telah disepakati oleh para
ulama hadits”. (At Tamhid: 22/47)

Al Khotib al Baghdadi
–rahimahullah- berkata:

“(Bab tentang persaksian
Allah dan Rasul-Nya akan keadilan para sahabat, dan tidak perlu
mempertanyakan mereka, namun wajib dipertanyakan orang-orang setelah
mereka).

Setiap hadits yang terhubung
sanadnya dari seorang perawi sampai kepada Nabi –shallallahu’alaihi wa
sallam-, tidak wajib diamalkan haditsnya kecuali setelah dicek akan keadilan
semua perawinya dari jalur tersebut, dan juga wajib dilihat keadaan mereka,
kecuali seorang sahabat yang diangkat (riwayatnya) kepada Rasulullah
–shallallahu ‘alaihi wa sallam-; karena keadilan para sahabat sudah
ditetapkan dan diketahui dengan persaksian dan rekomendasi Allah –Ta’ala-
kepada mereka, akan kesucian dan pilihan-Nya kepada mereka dengan teks al
Qur’an”. (Al Kifayah: 46)

Imam al Qurtubi
–rahimahullah- berkata:

“Para sahabat semuanya adil,
mereka adalah wali Allah –Ta’ala- dan orang-orang pilihan-Nya setelah para
Nabi dan Rasul-Nya, inilah madzhab Ahlus Sunnah dan madzhab al Jama’ah dari
kalangan para ulama umat ini.

Sebagian kecil berpendapat
bahwa keadaan para sahabat sama dengan keadaan lainnya, maka wajib diteliti
akan keadilannya. Sebagian mereka juga membedakan antara keadaan para
sahabat pada generasi awal mereka, dengan mengatakan: “Mereka adil pada masa
tersebut, namun belakangan keadaan mereka berubah; karena terjadi peperangan
di antara mereka dan pertumpahan darah, maka harus diteliti”. Pernyataan
tersebut tertolak (tidak dianggap)”. (Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an: 16/299)

Al Hafidz Abu Amru bin Shalah
–rahimahullah- berkata:

“Semua para sahabat
Rasulullah memiliki keistimewaan, yaitu; tidak perlu dipertanyakan tentang
keadilan salah satu dari mereka, karena semua mereka adalah adil melalui
pernyataan al Qur’an, Sunnah dan ijma’ para para ulama, Allah –tabaraka wa
ta’ala-:

كنتم خير أمة أخرجت للناس

“Kamu adalah umat yang
terbaik yang dilahirkan untuk manusia”. (QS. Ali Imran: 110)

Dikatakan bahwa para ahli
tafsir telah bersepakat bahwa ayat tersebut berlaku kepada para sahabat
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Dan Allah berfirman:

وكذلك جعلناكم أمة وسطا لتكونوا شهداء على الناس

“Dan demikian (pula) Kami
telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu
menjadi saksi atas (perbuatan) manusia”. (QS. al Baqarah: 143)

Ayat tersebut tertuju kepada
orang-orang yang ada kala itu.

Allah –subahanahu wa ta’ala-
berfirman:

محمد رسول الله والذين معه أشداء على الكفار

“Muhammad itu adalah utusan
Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap
orang-orang kafir”. (QS. Al FAth: 29)

Adapun persaksian yang
tertera di dalam hadits banyak sekali:

Hadits Abu Sa’id yang
disepakati keshahihannya, bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-
bersabda:

لا تسبوا أصحابي ، فوالذي نفسي بيده لو أن أحدكم أنفق مثل أحد
ذهبا ما أدرك مد أحدهم ولا نصيفه

“Janganlah kalian mencela
sahabat-sahabatku, demi Allah yang jiwaku ada di dalam genggamannya, kalau
misalnya salah seorang dari kalian yang bersedekah emas sebesar gunung Uhud,
maka tidak akan mampu menyamai derajat salah seorang dari mereka, bahkan
tidak juga setengahnya”.

Kemudian umat berijma’ akan
keadilan para sahabat.

Mereka yang mengalami masa
fitnah juga termasuk adil menurut ijma’ para ulama, sebagai bentuk husnudz
dzon (berbaik sangka) kepada mereka, dan melihat keutamaan yang mereka
miliki, seakan Allah –subhanahu wa ta’ala- memberikan kesempatan kepada umat
untuk melakukan ijma’ (akan keadilan mereka), karena mereka adalah para
penyebar awal syari’at ini. Wallahu a’lam. (Muqaddimah Ibnu Shalah: 171)

Imam Nawawi –rahimahullah-
berkata:

“Ahlul Haq bersepakat dan
yang berhak untuk melakukan ijma’ untuk menerima persaksian para sahabat,
riwayat mereka, kesempurnaan keadilan mereka semoga Allah meridhoi mereka
semuanya”. (Syarh Muslim: 15/149)

Al Khotib al Baghdadi
meriwayatkan dengan jalur mata rantainya sampai pada Abu Bakar al Atsram
berkata: “Saya berkata kepada Abu Abdillah Ahmad bin Hambal: Jika seorang
Tabi’in berkata: ‘Seorang sahabat Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-
telah meriwayatkan kepadaku, apakah haidits tersebut shahih?, beliau
berkata: “Ya”.

Beliau –rahimahullah- juga
meriwayatkan dengan sanadnya samai kepada al Husain bin Idris ia berkata:
“Saya bertanya kepada Muhammad bin Abdillah bin Ammar: Jika hadits tersebut
berasal dari seorang sahabat Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
apakah hadits tersebut hujjah?. ia menjawab: “Ya, meskipun tidak diketahui
namanya, karena semua para sahabat Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-
adalah hujjah”. (al Kifayah: 415)

Lihat juga jawaban soal
nomor: 83121.

Wallahu a’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

answer

Tema-tema Terkait

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android