Ada berapa kelompok di dalam sufi? Apakah semua Sufi salah? Saya telah mendengar bahwa Imam Nawawi pernah dekat dengan mereka. Mereka menasehati banyak orang agar tidak membenci dan tidak menyukainya dan mereka berlaku syirik kepada Alloh? Bagaimana menurut pendapat anda?
Tarekat-tarekat Sufi dan Cara Mensikapinya
Pertanyaan: 118693
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Di dalam Sufi ada banyak kelompok, sekte dan golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. Setiap tarekat mempunyai Syeikhnya sendiri, wirid-wirid dan ritual-ritual. Semua itu dilakukan karena jauhnya pemahaman yang benar terhadap Al-Qur’an dan Sunnah serta dihiasi dengan bid’ah dan khurafat. Banyak di antara kelompok-kelompok tersebut yang berlebihan hingga terjerumus dalam kesyirikan, baik dalam hal keyakinan maupun perbuatan. Seperti aqidah wihdatul wujud (menyatu dengan Allah). Keyakinan bahwa para wali dan tokoh mereka bisa mengatur dan merubah (takdir) lalu beribadah kepada mereka (para wali), dari mulai berdoa, bernazar, thawaf di kuburan mereka hingga menyembelih (qurban) untuk mereka.
Tasawuf pada masa lalu lebih sedikit penyimpangan dan bahayanya, karena terkadang yang di maksud tasawuf adalah zuhud, wara (sikap hati-hati), meninggalkan kehidupan mewah. Sehingga tasawuf dinisbatkan kepada sebagian ulama dan ahli ibadah yang masih dikenal lurus manhaj dan akidahnya.
Menjadi kewajiban bagi seorang muslim untuk merealisasikan tauhid, mengikuti al Qur’an dan sunnah sesuai dengan pemahaman salafus sholeh, menjauhi bid’ah dan perkara baru dalam agama. Maka inilah jalan keberhasilan.
Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud –radhiyallahu a’nhu- dia berkata: “Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah menggambar sebuah garis di hadapannya, kemudian beliau bersabda:
هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ مُسْتَقِيمًا
“Ini jalan Alloh yang lurus.”
Ibnu Mas’ud berkata: “Kemudian beliau menggambar garis lain ke kanan dan ke kiri seraya bersabda:
هَذِهِ السُّبُلُ ، وَلَيْسَ مِنْهَا سَبِيلٌ إِلَّا عَلَيْهِ شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ ، ثُمَّ قَرَأَ : وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِه ) وصححه الألباني في كتاب “التوسل”، ص : 125)
“Ini adalah beragama jalan. Pada masing-masing jalan pasti ada setan yang menyeru kepada jalannya. Kemudian beliau membaca (ayat yang artinya), “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.” (Dishahihkan oleh Albani dalam kitab At Tawassul: 125)
Abu Daud (4607), Tirmidzi (2676) dan Ibnu Majah (44) telah meriwayatkan dari ‘Irbadh bin Sariyah –radhiyallahu ‘anhu- bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
إِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلافًا كَثِيرًا ، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي ، وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ ، تَمَسَّكُوا بِهَا ، وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ (وصححه الألباني في صحيح أبي داود، رقم (3851 .
“Sungguh siapa di antara kalian yang hidup setelahku, maka dia akan melihat banyak perselisihan. Maka hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para khulafa’ur Rasyidin yang mendapat pentunjuk. Berpegang teguhlah padanya, gigitlah dengan gigi graham kalian. Jauhilah oleh kalian semua perkara yang baru, karena setiap yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat”. (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Abu Daud, no. 3851)
Barangsiapa mentadabburi Al-Qur’an dan sejarah khulafa’ur Rasyidin serta mengikuti perkembangan pada tiga generasi (generasi sahabat, tabi’in, tabi’i tabi’in), maka dia akan mengetahui kebatilan sufi. Karena mereka telah menganggap suci beberapa orang, beribadah kepada orang-orang yang sudah meninggal dunia, membuat wirid-wirid tertentu, bergantung pada khurafat. Hanya Allah Maha Pemberi Petunjuk:
وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُورًا فَمَا لَهُ مِنْ نُورٍ ) سورة النور: 40)
“ (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun”. (QS. An Nur: 40)
Baca juga jawaban soal nomor: 4983, 20375, 34575 dan 89961.
Wallahu A’lam.
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam
Tema-tema Terkait