Menetapkan Syarat Dalam Haji dan Umrah Bagi Orang Yang Khawatir Mengalami Haid
Pertanyaan: 122819
Seorang wanita ingin melakukan umrah, dan kemungkinan dia akan mengalami haid saat mulai ibadah sebelum melakukan thawaf. Apakah dia boleh menetapkan syarat, karena dia khawatir akan menunda keluarganya?
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Jika seorang wanita ingin melaksanakan umrah dan khawatir
mengalami haid sebelum selesai, maka dia boleh menetapkan syarat. Jika
ternyata datang haid, dia dapat tahallul dari ihramnya dan tidak ada
kewajiban apa-apa baginya.
Hukum asalnya adalah dibolehkan
menetapkan syarat. Diriwayatkan oleh Bukhari (5089) dan Muslim (1207) dari
Aisyah radhiallahu anha, dia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam menemui Dhiba’ah bin Zubair, beliau berkata kepadanya, ‘tampaknya
engkau ingin melaksanakan haji.’ Dia berkata, ‘Demi Allah, saya mengalami
sakit. Maka beliau berkata, “Tunaikanlah haji, dan tetapkanlah syarat dengan
berkata,
اللَّهُمَّ مَحِلِّي حَيْثُ حَبَسْتَنِي
“Ya Allah, tempat tahallulku di
tempat aku tertahan.”
Jika seseorang khawatir tertimpa sakit, atau seorang
wanita khawatir mengalami haid, maka dia boleh menetapkan syarat.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya terkait
menetapkan syarat dalam ibadah haji. Apakah ada kondisi tertentu sehingga
seorang jamaah haji dapat menetapkan syarat lalu mengucapkan,
إن
حَبَسَنِي حابسٌ فمحلي حيث حَبَسْتَنِي؟
“Jika ada sesuatu yang menghalaniku, maka tempat
tahallulku di tempat aku terhalang.”
Beliau menjawab:
“Menetapkan
syarat bagi orang yang melaksanakan haji adalah dengan mengatakan saat
memulai ihram,
إن
حَبَسَنِي حابسٌ فمحلي حيث حَبَسْتَنِي
“Jika ada sesuatu yang menghalaniku,
maka tempat tahallulku di tempat aku terhalang.”
Menetapkan syarat ini tidak
disunahkan kecuali seseorang mengalami kekhawatiran karena sakit, atau
wanita khawatir mengalami haid, atau seseorang yang terlambat dan khawatir
tertinggal melaksanakan haji. Dalam kondisi tersebut, hendaknya dia
menetapkan syarat. Jika dia telah menetapkan syarat dan terjadi kondisi yang
menghalanginya untuk menyempurnakan ibadah tersebut, maka dia boleh tahallul
dan tidak ada kewajiban apa-apa baginya.
Adapun jika seseorang tidak merasakan
kekhawatiran, maka sunahnya adalah tidak menetapkan syarat, tapi hendaknya
dia memantapkan niatnya dan bertawakkal kepada Allah serta berbaik sangkat
kepada Allah Azza wa Jalla.”
(Liqo Al-Bab Al-Maftuh, 25/18)
Wallahua’lam.
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam