Apakah hadits yang ada terkait qiyamul lail malam lebaran itu shahih?
Hadits Lemah Terkait Keutamaan Qiyamul Lail Lebaran
Pertanyaan: 12504
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah, (1782) dari Abu Umamah radhiallahu anhu dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَامَ لَيْلَتَيْ الْعِيدَيْنِ مُحْتَسِبًا لِلَّهِ لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوتُ الْقُلُوبُ
“Siapa yang berdiri menunaikan shalat di dua malam lebaran (fitri dan adha pent) mengharap (pahala) dari Allah, maka hatinya tidak mati di hari dimana hati-hati pada mati.”
Hadits lemah, tidak shahih dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam.
Nawawi rhaimahullah dalam ‘Al-Azkar’ mengatakan, “Ini hadits lemah, kami meriwayatkan dari Abu Umamah secara marfu’ (sampai kepada Nabi) dan mauquf (sampai kepada para shahabat). Keduanya lemah.”
Al-hafidz Iraqi dalam kitab ‘Takhrij Ahadits Ihya’ Ulumuddin mengatakan, “Sanadnya lemah. Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan, “Hadits ini gorib (asing) mudtorib (tidak menentu) sanadnya.” (Al-Futuhat Ar-Rabaniyah, (4/235).
Al-Albany menyebutkan dalam kumpulan hadits Dhaif Ibnu Majah seraya mengatakan: ‘(hadits ini) Palsu’. Disebutkan juga di Silsilah Ahadits Dhoifah (521) beliau mengatakan: ‘Lemah sekali’.
Hadits yang diriwayatkan Ath-Thabrani dari Ubadah bin Somit radhiallahu anhu berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang menghidupkan malam hari raya idul fitri dan malam idul adha, hatinya tidak mati di hari banyak hati yang mati.” Ini juga lemah.
Haitsami dalam ‘Majma’ Zawaid’ mengatakan, “Diriwayatkan Ath-Thabrani dalam kitab Mu’jam Al-Kabir dan Al-Ausath, di dalamnya ada Umar bin Harun Al-Balkhi. Mayoritas beliau itu lemah, sementara Ibnu Mahdi dan lainnya menyanjungnya. Akan tetapi dilemahkan oleh mayoritas ulama. Wallahu a’lam.
Albany menyebutkan dalam ‘Silsilah Ahadits Dhoifah, (520) seraya mengatakan: ‘(Hadits ini) Palsu.’
Nawawi rahimahullah dalam kitab ‘Al-Majmu mengatakan, “Rekan-rekan kami mengatakan, dianjurkan menghidupkan malam dua hari raya dengan shalat atau ketaatan lainnya. Rekan-rekan kami berdalil dengan hadits Abu Umamah dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam:
مَنْ أَحْيَا لَيْلَتَيْ الْعِيدِ لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوتُ الْقُلُوبُ
“Siapa yang menghidupkan di dua malam lebaran (fitri dan adha pent), maka hatinya tidak mati di hari dimana hati-hati pada mati.”
Dalam redaksi Syafi’ dan Ibnu Majah:
مَنْ قَامَ لَيْلَتَيْ الْعِيدَيْنِ مُحْتَسِبًا لِلَّهِ لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوتُ الْقُلُوبُ
“Siapa yang berdiri menunaikan shalat di dua malam lebaran (fitri dan adha pent) mengharap (pahala) dari Allah, maka hatinya tidak mati di hari dimana hati-hati pada mati.”
Diriyawatkan dari Abu Darda’ secara mauquf (sampai kepada para shahabat) dan diriwayatkan dari Abu Umamah secara mauquf (sampai kepada beliau) dan marfu (sampai kepada Nabi) seperti tadi. Dan semua sanadnya lemah.”
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Hadits-hadits yang disebutkan dua malam hari raya adalah dusta kepada Nabi sallallahu alaihi wa sallam.”
Artinya hal itu bukan berarti malam hari raya tidak dianjurkan qiyamul lail. Qiyamul lail itu dianjurkan setiap malam. Oleh karena itu para ulama sepakat dianjurkan qiyamul lail malam lebaran. Sebagaimana yang dinukil ‘Mausu’ah Fiqhiyah, (2/235). Maksudnya adalah bahwa hadits yang terkait keutamaan qiyamnya itu lemah.
Wallahu a’lam .
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam