Unduh
0 / 0
8811018/02/2009

Bagaimana Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- Meriwayatkan Banyak Hadits, Padahal Masa Menjadi Sahabat Rasulullah Hanya Tiga Tahun Saja ??

Pertanyaan: 126377

Salah satu dari saudari seiman bertanya kepada saya, dan saya tidak bisa menjawabnya, ia berkata: “Ketika Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- memeluk agama Islam, dan menjadi sahabat Rasulullah selama kurang lebih tiga tahun sebelum beliau meninggal dunia. Bagaimana mungkin ia mampu meriwayatkan hadits sebanyak itu ?, Saya mohon penjelasannya, jawaban yang disertai dalil, haingga memungkinkan bagi saya untuk menjelaskan kepada saudari tadi dan memahamkannya.

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama:

Hal tersebut bukan termasuk
hal yang sulit, jika kita mencoba untuk menghitung-hitung dengan cara
sederhana, maka permasalahan tersebut mudah terpecahkan.

Penjelasannya adalah sebagai
berikut:

Kurun waktu tiga tahun Abu
Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- menemani Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa
sallam- berarti lebih dari 1050 hari.

Abu Hurairah bermulazamah
kepada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dengan sesungguhnya. Ia
menemani beliau dimana saja beliau berada dan kemana saja beliau pergi, ia
menghabiskan sebagian besar harinya bersama Rasulullah. Sebagaimana yang ia
riwayatkan sendiri dan diakui oleh para sahabat yang lain. (Coba anda
fikirkan) berapa hadits kira-kira yang Abu Hurairah dengar dari Rasulullah
–shallallahu ‘alaihi wa sallam- setiap harinya?

Kami tidak ingin
melebih-lebihkan pada jumlah bilangan hadits yang dihafal oleh Abu Hurairah,
agar alasannya bisa diterima oleh pembaca, namun kami ingin menunjukkan
bilangan tertentu yang bisa diterima oleh pembaca yang munshif (benar-benar
ingin mengetahui dan mengikuti al haq). Misalnya Abu Hurairah menghafal lima
hadits saja setiap harinya dalam berbagai kesempatan, karena hadits ada yang
qauli (perkataan), fi’li (perbuatan) atau iqrari (persetujuan) Rasulullah
–shallallahu ‘alaihi wa sallam- terhadap perbuatan atau perkataan yang
terjadi di depan beliau atau disampaikan kepada beliau. Hadits juga bisa
berupa sifat-sifat Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.

Jikalau Abu Hurairah
–radhiyallahu ‘anhu- meriwayatkan kepada kita tentang perbuatan Rasulullah
–shallallahu ‘alaihi wa sallam- atau kejadian tertentu atau tata cara
keluarnya beliau menuju masjid untuk mendirikan shalat, maka hal tersebut
dianggap sebagai hadits menurut ‘urf (kebiasaan) para ulama hadits.

Kalau misalnya pada setiap
kali selesai shalat lima waktu, Abu Hurairah –radhiyallau ‘anhu- ia
mendengar kalimat tertentu dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- atau ia
menyaksikan sikap tertentu, maka semuanya itu akan menjadi ilmu yang
dikumpulkan oleh Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- pada setiap satu harinya
lima hadits.

Kami juga tidak yakin kalau
angka lima kalimat tersebut dianggap angka yang besar bagi kedua teman akrab
pada setiap harinya. Lalu bagaimana dengan Abu Hurairah yang sengaja
mewakafkan dirinya untuk ilmu, ia menemani Rasul yang paling agung, tuan
sekalian manusia, Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam- ?!

Berdasarkan fakta di atas,
selama Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- bersama dengan Rasulullah
–shallallahu ‘alaihi wa sallam- pada akhir masa hidupnya, maka ia akan
mendapatkan lebih dari 5000 hadits.

Demikianlah yang terjadi pada
hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dalam kitab-kitab sunnah,
sekitar 5374 hadits yang ada pada “Musnad Baqi bin Mukhollad” yang merupakan
ensiklopedi terbesar tentang pembukuan hadits. Yang dinukil dari DR. Akram
Umari dalam kitabnya “Baqi bin Mukhollad wa Muqaddimah Musnadihi” hal. 19.

Lantas mana sikap
berlebih-lebihan yang ditujukan kepada Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-
dalam periwayatan hadits ??!

Kami menyangka bahwa setiap
orang yang munshif (ingin sampai pada kebenaran) akan berfikir tentang
jumlah hadits yang dikumpulkan oleh Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-
dibandingkan dengan lamanya ia menjadi sahabat Nabi –shallallahu ‘alaihi wa
sallam-, maka semua tuduhan yang ditujukan kepada Abu Hurairah tidak sah dan
terbantahkan.

Bagaimana jika seorang
pembaca yang mulia, mengetahui bahwa 5000 hadits yang diriwayatkan Abu
Hurairah dalam buku-buku hadits mencakup hadits shahih, dha’if dan maudhu’ ?

Bagaimana jika pembaca yang
mulia mengetahui bahwa 5000 hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah
–radhiyallu ‘anhu- dalam buku-buku hadits mencakup yang terulang dua kali
dengan matan dan redaksi yang sama namun dengan sanad yang berbeda ?,
sebagian hadits diriwayatkan dari 10 jalur dengan 1 redaksi, para ulama
menganggap yang demikian itu sebagai 10 hadits bukan 1 hadits ??

Bagaimana jika pembaca yang
mulia mengetahui bahwa 5000 hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah
–radhiyallu ‘anhu- dalam buku-buku hadits tidak semuanya diambil dari Nabi
–shallallahu ‘alaihi wa sallam- secara langsung, namun diambil dari
sahabat-sahabatnya yang lebih dahulu memeluk agama Islam ?

Bagaimana jika pembaca yang
mulia mengetahui bahwa Abu Hurairah –radhiyallu ‘anhu- telah menemani
Rasulullah lebih dari 4 tahun, bukan hanya tiga tahun.  

Al Hafidz Ibnu Hajar
–rahimahullah- berkata selama menemani Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- :

“Ia mendatangi Khoibar pada
tahun ke-7, pada bulan Shafar. Sedangkan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa
sallam- meninggal dunia pada bulan Rabi’ul Awal pada tahun ke-11, jadi masa
(dari tahun ke-7 sampai ke-11) selama 4 tahun lebih, inilah pendapat yang
dikuatkan oleh Humaid bin Abdurrahman al Humairi”. (Fathul Baari: 6/608)

Adapun pernyataan Abu
Hurairah sendiri bahwa ia menemani Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa
sallam- selama 3 tahun, sebagaimana yang tertera pada “Shahih Bukhori” nomor
hadits: 3591, bahwa ia berkata:

صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ثَلاَثَ سِنِينَ ،
لَمْ أَكُنْ فِى سِنِىَّ أَحْرَصَ عَلَى أَنْ أَعِىَ الْحَدِيثَ مِنِّى
فِيهِنَّ

“Saya (Abu Hurairah) menemani
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- selama 3 tahun, tidaklah ada dari
usiaku yang lebih gigih untuk memahami hadits kecuali pada kurun waktu 3
tahun tersebut”.

Riwayat di atas difahami
bahwa Abu Hurairah selama tiga tahun tersebut ia bermulazamah dengan
sungguh-sungguh, kecuali beberapa hari ketika ia keluar kota ke Bahrain,
atau pada masa awal keislamannya, atau pada hari-hari peperangan, yang
menjadikannya tidak bisa mulazamah kepada Nabi –shallallahu ‘alaihi wa
sallam- pada hari-hari beliau.

Al Hafidz Ibnu Hajar
–rahimahullah- berkata:

“Seakan yang dianggap
mulazamah oleh Abu Hurairah adalah yang mulazamahnya sungguh-sungguh,
tepatnya setelah kembali dari perang Khoibar, dan ia seakan tidak menganggap
dirinya mulazamah ketika Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam
perjalanannya, peperangan, haji atau umrahnya; karena mulazamahnya Abu
Hurairah pada beberapa waktu tersebut berbeda dengan  mulazamahnya ketika di
Madinah. Jadi kurun waktu yang disebutkan dalam hadits adalah hanya
mulazamahnya yang sungguh-sungguh saja, sedangkan di luar waktu tersebut ia
tidak menganggapnya mulazamah”. (Fathul Baari: 6/608)

Jika telah menjadi jelas
bahwa Abu Hurairah menemani Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- lebih
dari empat tahun, dan kami kurangi beberapa haditsnya yang terjadi
pengulangan dan yang dha’if, lantas mana sisi berlebih-lebihannya Abu
Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- dalam meriwayatkan hadits Nabi –shallallahu
‘alaihi wa sallam-?!

Kedua:

Kami akan menukil beberapa
perkataan ulama kita –rahimahumullah- yang menjelaskan sebab banyaknya
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- dalam
kitab-kitab hadits dari pada sahabat yang lainnya –radhiyallahu ‘anhum-:

Al ‘Allamah Muhammad Rasyid
Ridha –rahimahullah- berkata:

“Ada beberapa sebab yang
menjadikan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah jumlahnya banyak:

Pertama:

Bahwa ia sengaja ingin
menghafal sabda Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan memperhatikan
setiap keadaannya, untuk diambil manfaat dan hikmahnya dan diajarkan kepada
yang lainnya, atas dasar itulah ia bermulazamah dan bertanya kepada beliau
tatkala banyak di antara para sahabat tidak berani bertanya kepada beliau
–shallallahu ‘alaihi wa sallam- kecuali dalam keadaan darurat. Telah
ditetapkan dalam riwayat bahwa para sahabat merasa senang jika ada sebagian
orang arab baduwi datang menemui Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-
dan masuk Islam; karena mereka pasti akan banyak bertanya kepada beliau.

Di antara dalil yang
menjelaskan sebab di atas, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori
dari Abu Hurairah berkata:

يا رسول الله ! من أسعد الناس بشفاعتك ؟ قال : لقد ظننت أن لا
يسألني عن هذا الحديث أحد أولى منك لما رأيت من حرصك على الحديث

 “Ya Rasulullah, siapakah
orang yang paling bahagia dengan syafa’atmu ?, beliau menjawab: “Saya telah
mengira bahwa tidak ada orang yang lebih utama darimu untuk menanyakan
tentang masalah ini, karena saya melihat akan kesungguhanmu untuk
mempelajari hadits”.

Dan sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ubai bin Ka’ab, bahwa Abu Hurairah adalah
orang yang berani untuk bertanya kepada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa
sallam- tentang suatu perkara, yang tidak ditanyakan oleh yang lainnya”.

Kedua:

Bahwa Abu Hurairah
–radhiyallahu ‘anhu- terus bermulazamah kepada Rasulullah –shallallahu
‘alaihi wa sallam-, dan mengikuti beliau ketika berkunjung ke beberpa
istrinya, para sahabatnya untuk mengambil manfaat dari beliau, meskipun di
tengah jalan, maka masa pertemuan yang sebentar seakan sama dengan masa
bertemunya para sahabat yang lain yang sudah bertahun-tahun, karena
pertemuan mereka dengan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- hanya
pada waktu-waktu tertentu, seperti shalat berjama’ah, berkumpul untuk
kemaslahatan umat, atau kebutuhan mendesak, dan lain-lain, sebagaimana yang
disampaikan kepada Marwan.

Al Baghawi meriwayatkan
dengan sanad yang baik –sebagaimana pernyataan al Hafidz Ibnu Hajar- dari
Ibnu Umar bahwa ia berkata kepada Abu Hurairah:

أنت كنت أَلَزَمَنا لرسول الله صلى الله عليه وسلم وأعلمَنا
بحديثه .

“Kamu yang paling banyak
bermulazamah dengan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan yang
paling mengetahui tentang hadits beliau”.

Dan dalam “Al Ishabah” dari
Ibnu Umar berkata: “Abu Hurairah lebih baik dari saya, dan yang lebih
mengetahui tentang hadits”.

Dari Thalhah bin Ubaidillah:
“Tidak diragukan lagi bahwa Abu Hurairah mendengar dari Rasulullah
–shallallahu ‘alaihi wa sallam- apa yang kami tidak mendengarnya”.

Ketiga:

Bahwa Abu Hurairah adalah
seorang yang kuat hafalannya, ini adalah keistimewaan yang dimiliki oleh
perorangan, namun dahulu pada masa baduwi jumlah mereka banyak. Mereka
banyak mengandalkan hafalannya. Sejarah telah membuktikan kepada kita bahwa
masyarakat Yunani banyak di antara mereka yang membenci bid’ah menulis pada
awal mula mereka mengenal tulisan. Mereka berkata: “Ketika manusia
mengandalkan tulisannya, maka hafalannya akan menjadi lemah, dan kami bangga
dengan para penghafal dari kalangan umat kami, sejarah mereka tetap terjaga
dengan baik. Imam  Syafi’i berkata: “Abu Hurairah adalah yang paling kuat
hafalannya pada masanya”. Imam Bukhori juga mengatakan hal yang sama.

Dan yang lebih dari itu
adalah hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Umar –radhiyallahu ‘anhu-
bahwa ia berkata kepada Abu Hurairah:

أنت كنت ألزمنا لرسول الله صلى الله عليه وسلم وأحفظنا لحديثه .

“Kamu dahulu yang paling
terus-menerus bermulazamah dengan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi was allam-
dan yang lebih hafal dengan hadits-haditsnya”.

Keempat:

Bahwa ia mendapatkan kabar
gembira dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- yaitu; tidak pernah lupa.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits mengulurkan selendang, yaitu; bahwa
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda kepada Abu Hurairah:

ابْسُطْ رِدَاءَكَ . فَبَسَطْهُ . فَغَرَفَ بِيَدَيْهِ ثُمَّ
قَالَ : ضُمّهُ . قال أبو هريرة : فَضَمَمْتُهُ فَمَا نَسِيتُ شَيْئًا بَعْدَهُ
(رواه
البخاري 119 – وهو مروي من طرق متعددة في الصحاح والسنن)

“Gelarlah selendangmu”, maka
ia pun menggelar selendangnya. Lalu ia menciduk dengan kedua tangannya, lalu
Rasul bersabda: “gabungkan kedua tanganmu”, Abu Hurairah berkata: “Maka saya
menggabungkan kedua saya, maka saya tidak pernah melupakan sesuatu setelah
kejadian tersebut”. (HR. Bukhori 119), hadits ini diriwayatkan dari banyak
jalur dalam kitab-kitab shahih, dan sunan.

Kelima:

Rasulullah –shallallahu
‘alaihi wa sallam- mendoakannya, sebagaimana yang diriwayatkan An Nasa’i
dari hadits Zaid bin Tsabit, ulamanya para sahabat –radhiyallahu ‘anhu- :

أن رجلاً جاء إلى زيد بن ثابت فسأله ، فقال له زيد : عليك بأبي
هريرة ، فإني بينما أنا وأبو هريرة وفلان في المسجد ، ندعو الله ونذكره ، إذ
خرج علينا رسول الله صلى الله عليه وسلم حتى جلس إلينا فقال : عودوا للذي كنتم
فيه . قال زيد فدعوت أنا وصاحبي ، فجعل رسول الله صلى الله عليه وسلم يؤمّن على
دعائنا ، ودعا أبو هريرة فقال : إني أسألك

مثل ما سأل صاحباي ، وأسألك علمًا لا يُنسى , فقال : سبقكم بها
الغلام الدوسي ( قال الحافظ ابن حجر في ” الإصابة ” 4/208 إسناده جيد )

“Bahwa seorang laki-laki
mendatangi Zaid bin Tsabit dan bertanya kepadanya. Maka Zaid berkata
kepadanya: “Temui Abu Hurairah, karena ketika kami (saya, Abu Hurairah dan
fulan) berada di Masjid, kami memohon kepada Allah dan berdzikir, seraya
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menghampiri kami, hingga duduk di
antara kami, dan bersabda: “Lanjutkan apa yang menjadi aktifitas kalian”.
Zaid berkata: “Maka saya dan teman saya berdoa, sedangkan Rasulullah
–shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengamini doa kami. Dan Abu Hurairah berdoa:
“(Ya Allah) Saya mohon kepada-Mu seperti yang kedua sahabatku mohon
kepada-Mu, dan saya mohon kepada-Mu agar diberi ilmu yang tidak saya
lupakan”. Beliau bersabda: “Kalian telah didahului oleh pemuda yang cinta
kepada ilmunya”.  (Disampaikan oleh al Hafidz Ibnu Hajar dalam “al Ishabah”
4/208 dengan sanad yang baik).

Keenam:

Sangat haus dalam periwayatan
hadits untuk tujuan tertentu; karena ia menghafal hadits untuk
menyebarkannya. Mayoritas para sahabat yang lain mereka menyebarkan hadits
pada saat dibutuhkan sampai mereka mengingatnya dalam masalah hukum, fatwa
atau cara menyimpulkan dalil. Orang yang haus akan sesuatu pasti ia akan
lebih mampu mengingatnya pada setiap kesempatan; karena ia bertujuan untuk
mengajarkannya. Sebab inilah sangat berkaitan dengan sebab pertama yang
menyebabkannya banyak meriwayatkan hadits.

Ketujuh:

Bahwa ia meriwayatkan dengan
apa yang didengar langsung, dan apa yang disampaikan oleh para sahabatnya
yang lain. Beliau juga dikenal sangat berusaha untuk meriwayatkan hadits
dari para sahabat yang masuk Islam terlebih dahulu darinya, seperti Umar dan
Abu Bakr, Fadhal bin Abbas, Ubay bin Ka’b, Usamah bin Zaid, ‘Aisyah dan Abu
Bashrah al Ghifari. Ia terus terang dalam periwayatan hadits mereka dengan
menyebutkan nama mereka. Yang tidak ia sebutkan masuk dalam “Marasiil”
(Hadits Mursal); karena kejadiannya terjadi sebum ia masuk Islam. Marasiil
para sahabat hujjah (dalil kuat) menurut jumhur ulama.

Barang siapa memikirkan
sebab-sebab di atas, maka ia tidak akan menjadi heran dengan banyaknya
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Juga tidak terlihat ada
penolakan dari personal para sabahat kala itu yang meragukan keadilan dan
kejujurannya. Berarti kalau belakangan ada penolakan maka itu disebabkan
karena tidak mengtahui sebab-sebab di atas.

Semua hadits Abu Hurairah
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam shahihnya sebanyak 446 hadits,
sebagiannya ia mendengarnya sendiri dan sebagian yang lain ia mendengar dari
para sahabat yang lain. Dan sebenarnya kalau dikumpulkan sangat mungkin
untuk dibaca pada satu majelis; karena kebanyakan hadits Rasul adalah
kalimatnya singkat.

Apakah seorang yang berakal
masih merasakan ada manipulasi hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
atau sahabat lain yang lebih sedikit hafalannya, sedang ia sangat
bersungguh-sungguh untuk meriwayatkan dan menyampaikannya??! (Majalah al
Manar: 19/25)

Wallahu a’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android