Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Hadits ini diriwayatkan oleh Tirmidzi (2457), Ahmad (20736), Ibnu Abi Syaibah di dalam Al Mushannaf (8706) dan Abdun bin Hamid di dalam Al Musnad (170), Al Baihaqi di dalam Asy Syu’ab (1579)
Dari Ubay bin Ka’ab –radhiyallahu ‘anhu- berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُكْثِرُ الصَّلَاةَ عَلَيْكَ فَكَمْ أَجْعَلُ لَكَ مِنْ صَلَاتِي ؟ فَقَالَ : مَا شِئْتَ . قَالَ قُلْتُ الرُبُعَ ؟ قَالَ : مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ . قُلْتُ النِّصْفَ ؟ قَالَ : مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ . قَالَ قُلْتُ فَالثُّلُثَيْنِ ؟ قَالَ : مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ . قُلْتُ أَجْعَلُ لَكَ صَلَاتِي كُلَّهَا ؟ قَالَ : إِذًا تُكْفَى هَمَّكَ وَيُغْفَرُ لَكَ ذَنْبُكَ
“Saya berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh saya telah memperbanyak bershalawat kepadamu, lalu seberapa banyak saya jadikan shalawat saya kepadamu di dalam doa saya ?, beliau menjawab: “Silahkan saja”, ia berkata: “seperempat ?”, beliau menjawab: “Silahkan saja, dan jika kamu tambah maka akan lebih baik”. Saya berkata: “setengahnya ?”, beliau menjawab: “Silahkan saja, dan jika kamu tambah maka akan lebih baik bagimu”. Saya berkata: “Dua pertiga ?”. beliau menjawab: “Silahkan saja, dan jika kamu tambah maka akan lebih baik”. Saya berkata: “Akan saya tujukan shalawatku kepadamu pada semua waktu”. Beliau menjawab: “Kalau begitu, maka akan dicukupkan semua keinginanmu, dan dosamu akan diampuni”.
Imam Tirmidzi berkata: “Hadits hasan shahih”, Dihasankan oleh Al Mundziri di dalam At Targhib wa Tarhib, dihasankan juga oleh Al Hafidz di dalam Fathul Baari (11/168), Al Baihaqi memberikan isyarat di dalam Asy Syu’ab (2/215) dengan menguatkannya, dishahihkan oleh Albani di dalam Shahih At Targhib (1670) dan yang lainnya.
Al Malla Ali Qari berkata:
“(Akan saya tujukan shalawatku kepadamu pada semua waktu) maksudnya adalah saya tujukan shalawat saya kepada anda pada semua waktu yang saya gunakan berdoa untuk diri saya. (Maka akan dicukupkan keinginanmu), Al Abhari berkata: “Jika kamu menggunakan pada semua waktu berdoamu dengan bershalawat kepadaku, maka anda akan dicukupkan dari keinginan anda”.
At Turbasyti berkata: “Makna hadits adalah berapa banyak waktu doaku untuk anda dari doa untuk diriku sendiri”.
Lalu beliau bersabda: (Kalau begitu, kamu akan dicukupkan keinginanmu) yaitu; apa saja yang engkau inginkan dari urusan agama dan duniamu; hal itu karena bershalawat kepada beliau mencakup dzikir kepada Allah dan mengagungkan Rasul, menyibukkan diri dengan menunaikan hak beliau dari pada menunaikan tujuan dirinya sendiri”. (Mirqatul Mafatih Syarah Misykat Al Mashobiih (4/16-17)
Ibnu ‘Alan Al Bakri –rahimahullah- berkata:
“Dan sisi pencukupan keinginan dengan menggunakan semua waktu (berdoa) untuk bershalawat kepada beliau adalah: karena shalawat itu meliputi pengamalan dari perintah Allah, berdzikir kepada-Nya mengagungkan-Nya, mengagungkan Rasul-Nya, sebenarnya tidak meninggalkan kembalinya manfaat kepada pembaca shalawat sama sekali, akan tetapi di dalam shalawat itu sudah mengandung pujian yang paling agung lebih utama dari pada ia berdoa untuk dirinya sendiri, dan dengan shalawat itu ia akan mendapatkan shalawat dari Allah dan malaikat-malaikat-Nya sebanyak 10 kali dan disertai dengan pahala yang tidak sama dengan pahala lainnya, maka manfaat apakah yang lebih agung dari pada manfaat ini ?, kapan seorang hamba akan beruntung dengan manfaat tesebut apalagi dengan yang lebih berharga darinya ?, Titik mana kesamaan antara doanya untuk dirinya, satu dari semua keutamaan tersebut yang tidak ada yang serupa dengannya ?. Selesai dengan sedikit perubahan.
(Dalil Al Falihin li Thuruq Riyadhus Shalihin: 5/6-7)
Asy Syaukani –rahimahullah- berkata:
“Sabda beliau: “Kalau begitu kamu akan dicukupkan keinginganmu dan diampuni dosamu” pada kedua ciri tersebut adalah perpaduan antara dunia dan akhirat; karena bagi siapa saja yang telah dicukupkan oleh Allah keinginannya ia akan selamat dari ujian dunia dan komplikasinya; karena setiap ujian sudah seharusnya ada dampak keinginan meskipun kecil. Dan barang siapa yang Allah ampuni dosanya maka ia akan selamat dari ujian akhirat; karena tidaklah akan menjadi bencana bagi seorang hamba di akhirat kecuali karena dosa-dosanya”. (Tuhfatudz Dzakirin: 45)
Ulama Lajnah pernah ditanya:
Ucapan seorang sahabat di hadapan Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam-: “Apakah saya jadikan shalawatku kepadamu pada semua waktu (berdoa) ?”.
Maka Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda kepadanya: “Kalau begitu akan dicukupu keinginanmu…”, sampai redaksi akhir dari hadits tersebut. Apa maksud dari ucapan: “Apakah saya jadikan shalawatku kepadamu pada semua waktu (berdoa) ?”.
Mereka menjawab:
“Maksud dari shalawat di sini adalah doa, dan makna dari hadits tersebut adalah perintah untuk memperbanyak shalawat dan salam kepada Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-; karena di dalamnya terkandung pahala yang agung”.
(Fatawa Lajnah Daimah: 24/156-157)
Sebaiknya anda ketahui bahwa hadits tersebut bukan berarti melarang manusia berdoa untuk dirinya sendiri dan hanya bershalawat kepada Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- saja, kalau demikian maka hal itu berlawanan dengan petunjuk aplikatif beliau, dan petunjuk beliau untuk berdoa yang bermacam-macam, pada kondisi yang bermacam-macam, seperti doa-doa shalat, doa pagi dan sore, doa istikharah dan lain sebagainya.
Ulama Lajnah Daimah berkata:
“Hadits ini tidak menafikan seseorang untuk berdoa kepada Tuhannya dan meminta kepada-Nya semua urusannya dengan doa-doa yang disyari’atkan dan memperbanyak shalawat kepada Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, maka dengan demikian ia menggabungkan dua hal itu bersamaan”.
(Fatawa Lajnah Daimah: 24/159)
Semoga saja maksud dari hadits di atas adalah bahwa Ubay bin Ka’ab telah mempunyai doa tertentu yang ia panjatkan, lalu beliau bertanya untuk menggantinya dengan shalawat. Dan inilah pemahaman yang diisyaratkan oleh Syeikh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah-:
“Dalam hal ini, dia telah mempunyai doa tertentu, maka jika ia menjadikan tempat doanya sendiri diganti dengan shalawat kepada Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- maka Allah akan mencukupkan baginya semua keinginannya dari urusan dunia dan akhiratnya. Karena setiap kali ia bershalawat kepada beliau satu kali saja, maka Allah akan bershalawat kepadanya 10 kali. Jika ia berdoa untuk pribadi orang-orang yang beriman maka malaikat akan berkata: “Amiin dan semoga bagimu juga demikian”. Maka doanya untuk Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- lebih utama dari pada itu”. (Majmu’ Al Fatawa: 1/193)
Syeikh Islam juga berkata:
“Maksud dari penanya tersebut adalah “Wahai Rasulullah, saya telah mempunyai doa tertentu yang saya panjatkan dan mengharap kebaikan dan menghindari keburukan, maka berapa banyak aku menjadikan doa untukmu ?, beliau menjawab: “Silahkan saja” setelah sampai pada ujung hadits: “Saya akan menjadikan doaku (shalawatku) untukmu semuanya”. Beliau menjawab: “Kalau begitu, maka akan dicukupkan keinginanmu dan diampuni dosamu”.
Dan di dalam riwayat yang lain:
إذا يكفيك الله ما أهمك من أمر دنياك وآخرتك
“Kalau begitu, maka Allah akan mencukupkan bagimu apa saja keinginanmu dari urusan dunia dan akhiratmu”.
Dan inilah yang menjadi tujuan manusia berdoa untuk dirinya sendiri dari mengharap banyak kebaikan dan menolak segala keburukan”. (Majmu Al Fatawa: 1/349-350)
Semua ini berlaku jika hadits tersebut shahih, kami telah mengisyaratkan kepada mereka-mereka yang menyatakan hadits ini shahih dari kalangan para ulama; kalau tidak, maka perawi hadits ini adalah Abdullah bin Muhammad bin ‘Uqail, kebanyakan pernyataan para imam hadits mereka melemahkannya dan tidak berhujjah dengan haditsnya, sampai-sampai Imam Ahmad –dalam riwayat Hanbal- berkata: “Hadits ini mungkar”. Ya’qub Al Jauzjani bekata: “Mayoritas yang ia riwayatkan adalah gharib”.
Silahkan baca: Tahdzib Al Kamal: 16/80 dan setelahnya.
Kalau saja hadits tersebut dianggap hadits hasan, sebagaimana pendapat sebagian ulama, maka kondisinya tidak nampak kemungkinannya hanya dengan matan (redaksi) seperti ini yang di dalam redaksinya ada kalimat: “Saya akan menjadikan doaku (shalawatku) untukmu semuanya”. Kalimat ini secara dzahir bertentangan dengan keinginan syari’at pada mayoritas sumbernya untuk memperbanyak berdoa dengan berbagai macam doa, baik di dalam shalat maupun di luarnya, baik doa pada waktu umum atau doa yang terikat dengan waktu dan kondisi. Kemudian –secara dzahir- juga bertentangan dengan petunjuk aktifitas Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan para sahabatnya dan generasi salaf setelah mereka, tidak diketahui seorang pun yang meninggalkan doa di dalam shalat ataupun di luarnya untuk kebutuhan dunia dan akhirat dengan hanya mencukupkan diri dengan memperbanyak shalawat kepada Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Wallahu A’lam