Unduh
0 / 0
1278701/03/2009

HADITS BERJUDUL ‘PELAJARAN CINTA’ TIDAK TERDAPAT SAMA SEKALI DALAM KITAB HADITS YANG DIAKUI

Pertanyaan: 128799

Saya ingin memastikan tentang keshahihan hadits yang berjudul ‘Pelajaran Cinta’, ‘Suatu saat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam duduk bersama para shahabat radhiallhu’anhum. Lalu beliau bertanya kepada mereka diawali dari Abu Bakar, ‘Apa yang engkau cinta dari dunia?’ Abu Bakar radhiallahu anhu berkata, ‘Aku mencinta tiga hal; Amar ma’ruf walaupun tersembunyi, nahi mungkar walaupun terang-terangan, dan mengatakan yang benar walaupun pahit.’ Beliau berkata, ‘Sedangkan engkau wahai Utsman?’ Beliau berkata, ‘Ada tiga hal yang aku cintai, ‘Memberi makan, menebarkan salam, dan shalat di malam hari saat orang-orang tertidur,’ (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya kepada Ali bi Abi Thalib) ‘Engkau wahai Ali, ‘Aku mencintai tiga hal; Memuliakan tamu, berpuasa di musim panas dan menebas musuh dengan pedang.’ Kemudian beliau bertanya kepada Abu Dzar, ‘Engkau wahai Abu Zar, apa yang engkau sukai dari dunia,’ Abu Zar berkata, ‘Aku mencintai dunia dalam tiga hal; Kelaparan, sakit, wafat. ‘Mengapa?’ Beliau menjawab, ‘Saya suka lapar agar hati saya lembut, saya suka sakit agar meringankan dosa saya, dan saya suka kematian agar dapat segera bertemu tuhan saya.’ Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ‘Saya dibuat senang dalam dunia ini pada tiga hal, ‘Minyak wangi, wanita dan saya dibuat senang dengan shalat.’ Ketika itu, malaikat Jibril datang untuk menyampaikan salam kepada mereka, lalu berkata, ‘Sedangkan saya mencintai tiga hal dalam dunia ini, ‘Menyampaikan risalah, menunaikan amamah dan mencintai orang miskin.’ Kemudian dia naik ke langit dan turun kembali, lalu berkata, ‘Allah menyampaikan salam untuk kalian dan berfirman, ‘Dia mencintai urusan dunia kalian pada tiga hal, ‘Lisan yang suka berzikir, hati yang suka bersyukur dan tubuh yang sabar atas bencana.’

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Hadits ini tidak terdapat dalam kitab-kitab Sunnah dan
riwayat shahabat dan tabi’in. Kami juga tidak temukan asalnya dari para
perawai hadits. Kami dapatkan Syekh Ismail Al-Ajluni menyebutkannya dalam
kitab ‘Kasyful Khafa wa Muzilul Ilbas Amma Isytahara Minal Hadits alaa
Alsinatinnas.’ (hal. 340). Beliau mengaitkannya dengan kitab Al-Mawahib.
Kemungkinan besar adalah kita Al-Mawahib Alladunniah fil Manh
Al-Muhammadiyah, Al-Qasthalani. Ini merupakn kitab yang banyak terdapat
hadits Maudhu’ di dalamnya dan tidak memiliki asal. Kemudian dikutip
perkataannya, ‘Ath –Thabari berkata, Diriwayatkan oleh Al-Jundi dan
ketetapannya atas dia.”

Al-Ajluni rahimahullah berkata, “Syibromalisi berkata dalam
penjelasannya atas kitab Al-Mawahib, tentang ‘Az-Zari’ah’ karanga Ibnu
Al-Amad, dia berkata di dalamnya, ‘Dari Syekh Abu Muhammad An-Naisabury,
sesungguhnya Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu anhu …. Hingga hadits
terakhir..” Kemudian dia sebutkan bahwa hadits tersebut terdapat dalam kitab
Al-Majalis karangan Al-Khofaji.

Kitab-kitab ini sebagaimana anda saksikan, bukan merupakan
buku induk tentang sunnah juga bukan merupakan buku rujuan dalam Islam.

Diriwayatkanya sebuah hadits di luar kitab-kitab yang masyhur
dan terpercaya menunjukkan kelemahannya. Karena jika hadits tersebut shahih,
maka niscaya para ulama telah menyampaikannya karena kebutuhan manusia
terhadapnya.

Banyak ulama hadits yang menyatakan bahwa lemahnya
periwayatan sebuah hadits dapat diketahui dengan tercantumnya hadits
tersebut dalam kitab-kitab bukan merupakan referensi utama yang dikenal
dalam Islam.

Ibnu Al-Jauzi dalam kitab Al-Maudhu’at, 1/99 berkata, “Kapan
saja engkau melihat hadits tidak terdapat dalam buku rujukan Islam, seperti
Al-Muwaththa, Musnad Ahmad, Shahih Bukhari dan Muslim, Sunan Abu Daud, dan
semacamnya, maka perhatikanlah; Jika ada pembandingnya dalam hadits-hadits
yang shahih atau hasan, maka perkaranya dapat didekatkan. Tapi jika engkau
ragu dan engkau pandang berseberangan dengan perkara prinsip, perhatikanlah
derajat para perawinya…”

Az-Zaila’i  berkata, “Cukuplah alasan bagi kita untuk
melemahkan hadits-hadits tentang mengeraskan bacaan basmalah, tidak
terdapatnya hadits tersebut dalam kitab-kitab kumpulan hadits shahih, kita
sunan yang telah dikenal serta kitab musnad yang masyhur dan dipercaya dalam
mengambil sumber dalil serta berbagai permasalahan agama.”

Nashbur-Rayah, 1/479

Syaikhul Islam Ibnu Taimiah berkata dalam hadits permohonan
syafaat Nabi Adam kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, “Hadits
ini tidak di riwayatkan oleh seorang pu dari Nabi shallallahu alaihi wa
sallam, tidak dengan sanad yang hasan maupun shahih, bahkan tidak pula ada
hadits dha’if yang dapat menguatkannya.”

Maka, cukuplah bagi anda bukti kelemahan hadits ini, karena
dia tidak terdapat dalam kumpulan kitab hadits yang telah diakui, tidak
terdapat dalam kitab shahih Bukhari, Shahih Muslim, Shahih Ibnu Khuzaimah,
Abu Hatim, Ibnu Hibban, Ibnu Mandah dan Al-Hakim. Tidak juga terdapat dalam
Al-Mustakhrajah, karangan Abu Awanah, Abu Nu’aim, Al-Mustakhraj Al-Barqani
dan Al-Isma’ili. Tidak juga terdapat dalam kitab-kitab sunan, seperti Sunan
Abu Daud, Nasa’I dan Ibnu Majah. Tidak juga terdapat dalam kitab-kitab
jami’, seperti Jamit Tirmizi dan selainnya. Tidak juga terdapat dalam
kitab-kitab musnad, seperti Musnad Ahmad dan semacamnya. Tidak juga terdapat
dalam Al-Mushannafaat, seperti kitab Al-Muwaththa karangan Imam Malik,
Mushannaf Abdurrazzaq, Sa’id bin Manshur, Ibnu Abi Syaibah, Waki, Maslamah.
Tidak juga terdapat dalam kitab-kitab tafsir yang diriwayatkan dengan sanad
yang dibedakan antara sanad yang diterima dan ditolak, seperti tafsir
Abdurrazzaq, Abd bin Humaid, Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Ibrahim,
Abdurrahman bin Ibrahim, Duhaim bin Abi Syaibah, Baqi bin Mukhlid dan
semacamnya dan tafsir Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Daud, Muhammad bin Jarir dan
Abu Bakar Al-Munzir dan Ibnu Mardawaih.”

Ar-Rad Alal Bakri, 1/57

Beliau juga berkata, “Hadits yang disebutkan ‘jika dua sekutu
salih berbunuhan, maka salah satunya dilaknat.’ Adalah hadits dusta, tidak
diriwayatkan seorang pun dari para ulama hadits, bahkan dia juga tidak
tercantum dalam referensi Islam yang dipercaya.”

Al-Fatawa Al-Kubra, 3/446.

Dia juga berkata,

“Akan tetapi sebagian orang mengira bahwa tawassul para
shahabat kepada beliau (Nabi) shallallahu alaihi wa salalm adalah bahwa
mereka bersumpah dengan namanya atau memohon kepadanya.”

Tidak ada satupun hadits marfu’ (sampai kepada Nabi
shallallahu alaihi wa sallam) dalam masalah ini yang tercantum dalam
kitab-kitab referensi Islam yang terpercaya. Tidak terdapat dalam dua kitab
Shahih (Shahih Bukhari dan Muslim), tidak juga dalam kitab-kitab sunan,
tidak juga dalam musnad yang terpercaya seperti musnad Imam Ahmad atau
selainnya. Akan tetapi riwayat ini terdapat dalam kitab-kitab yang dikenal
mengandung hadits-hadits palsu yang dikarang-karang para pendusta.” (Majmu
Al-Fatawa, 1/248)

Ibnu Shalah rahimahullah Ta’ala berkata, “Jika kita
mendapatkan sebuah riwayat dari bagian hadits yang shahih sanadnya, akan
tetapi tidak kami dapatkan dalam salah satu dua kitab shahih, tidak juga
tertera keshahihannya dalam salah satu kitab-kitab karangan ulama hadits
yang telah dikenal terpercaya, maka kita tidak segera memastikan keputusan
hadits tersebut sebagai hadits shahih.”

Al-Muqadimah, hal. 16.

Ibnu Jamaah berkata, “Kuat dugaan, jika hadits ini shahih,
tidak mungkin diabaikan oleh para tokoh ulama pada masa lalu,” (Tadrib
Ar-Rawi, 1/143)

Maka dengan demikian menjadi jelas bahwa para ulama
menjadikan alasan tidak tercantumnya sebuah hadits dalam kitab-kitab
referensi utama Islam yang telah dikenal sebagai bukti kelemahan hadits
tersebut.

Di antara perkara yang menunjukkan tidak shahihnya hadits
tersebut adalah apa yang dinisbatkan kepada Nabi shallallahu alaihi wa
sallam, bahwa beliau bersabda, “Aku diberikan rasa cinta dari urusan dunia
kalian pada tiga hal; Minyak wangi, wanita dan dijadikan kesenanganku pada
shalat,” Karena shalat bukan merupakan urusan dunia.

Ibnu Qoyim rahimahullah berkata, “Siapa yang meriwayatkan
hadits, ‘Aku diberikan rasa cinta dari urusan dunia kalian pada tiga hal,’
dia telah keliru, sebab beliau shallallau alaihi wa sallam tidak mengatakan
‘tiga’, karena shalat bukan merupakan urusan dunia yang dapat dimasukkan ke
dalamnya.”

Zadul Ma’ad, 1/151.

Ibnu Hajar Al-Haitsami berkata,

“Adapun tambahan ‘tiga’ terdapat dalam kitab Ihya Ulumuddin
dalam dua tempat, juga terdapat dalam tafsir Al-Kasysyaf dalam surat Ali
Imran. Zain Al-Iraqi, Ibnu Hajar, Az-Zarkasyi dan lainnya berkata, ‘tidak
terdapat sedikitpun dalam semua jalur periwayatannya, bahkan tambahan
tersebut merusak makna, karena shalat bukan urusan dunia”

Al-Fatawa Al-Haditsah, hal. 277. Lihat Al-Ihya, 3/219,
As-Silsilah Adh-Dha’ifah, no. 6940.

Wajib bagi setiap muslim untuk memastikan kebenaran apa yang
katanya diriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam. Karena berdusta
atas Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam merupakan dosa besar yang dapat
mendatangkan azab neraka. Kita mohon keselamatan dari Allah Ta’ala.

Wallahua’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android