Unduh
0 / 0
3303314/06/2009

HUKUM BERWUDU DI WC

Pertanyaan: 132973

Saya menggunakan air kran dalam berwudu, lalu bapak saya berkata, seandainya tetesan-tetesan air itu jatuh ke lantai lalu membasahi pakaian saya, maka shalat dan wudu saya, dianggap tidak sah. Apakah pendapat tersebut benar?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Jika
seseorang berwudu di tempat yang suci, maka tidak mengapa jika airnya jatuh
ke lantai dan mengenai badan atau pakaiannya.

Perlu
diketahui bahwa asal perkara adalah suci, maka sebuah tempat tidak dihukumi
najis kecuali dengan yakin.

Sebagian
orang merasa keberatan berwudu di WC yang juga digunakan untuk buang hajat.
Dia mengira bahwa air yang menetes  di atas lantai kemudian menimpanya, maka
dia dianggap terkena najis. Pandangan ini tidak benar dalam banyak kondisi,
karena lantai WC suci, kecuali tempat buang hajat. Maka tempat tersebut
tidak boleh dihukumi najis kecuali dengan yakin.

Maka
dengan demikian, tidak mengapa jika air menetes di lantai kemudian menciprat
ke tubuh atau pakaian.

Ulama
yang terhimpun dalam Al-Lajna Ad-Da’ima Lil-Ifta ditanya, ‘Apa hukum berwudu
di WC? Apakah jika seseorang meletakkan penghalang antara tempat najis dan
kran air, berarti wudunya sah?

Mereka
menjawab, ‘Jika diletakkan penghalang antara air yang jatuh dari kran dan
tempat najis, sekiranya jika air tersebut jatuh di lantai yang suci, maka
tidak ada larangan berwudu di tempat tersebut dan beristinja.” (Fatawa
Al-Lajnah Ad-Da’imah, 5/85)

Mereka
juga ditanya, 5/85, “Bolehkan seseorang kencing di WC?

Mereka
menjawab, “Ya, boleh, dibolehkan baginya kencing di WC dengan menghindari
cipratan air kencing, dan disyariatkan baginya untuk menyiramnya dengan air
agar kencing tersebut hilang jika dia ingin berwudu di tempat itu juga.”

Mereka
juga berkata, 5/238, “Jika mudah baginya berwudu di luar WC, maka lebih
sempurna jika dia berwudu di luar WC sambil tetap berusaha membaca basmalah
ketika memulainya, jika tidak mudah, dia boleh berwudu di dalam WC dan
berusaha menghindari dari najis.”

Syekh
Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang sebagian orang yang
berwudu di dalam WC yang khusus digunakan untuk buang hajat. Ketika keluar
pakaian mereka tampak basah. Sementara di WC tersebut tidak sunyi dari
najis, apakah shalat mereka dengan pakaian tersebut sah? Apakah mereka
dibolehkan melakukannya (berwudu di WC)?

Beliau
menjawab, “Sebelum saya menjawab pertanyaan ini, saya ingin katakan bahwa
syariat alhamdulillah, sempurna dari semua sisi, dan sesuai dengan fitrah
manusia yang Allah ciptakan berdasarkan ajaran-Nya. Dan syariat diturunkan
dengan memberikan kemudahan, bahkan diturunkan untuk menjauhi manusia dari
perasaan was-was dan keraguan yang tidak ada dasarnya. Berdasarkan hal itu,
maka seseorang dengan pakaiannya pada dasarnya dianggap suci selama tidak
diyakini adanya najis di badan dan pakaiannya. Kaidah dasar ini didasarkan
pada sabda Rasulullah shallallah alaihi wa sallam, ketika seseorang mengadu
kepadanya seakan-akan dia mendapatkan sesuatu dalam shalatnya, maksudnya
dirinya seakan-akan berhadats, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, ‘Hendaknya dia jangan meninggalkan shalatnya sebelum mendengarkan
suara atau mencium bau’. Prinsipnya, sesuatu dihukum berdasarkan hukum
dasarnya. Maka pakaian mereka yang dibawa masuk WC dan dia buang hajat di
dalamnya sebagaiman disampaikan penanya, jika terkena cipratan air, siapakah
yang mengatakan bahwa basah yang ada itu berasal dari basah kencing atau
kotoran, atau semacamnya? Jika kita tidak dapat memastikan perkara tersebut,
maka hukum dasarnya adalah suci. Benar, boleh jadi dia mengira bahwa besar
kemungkinan itu adalah najis, akan tetapi selama kita belum yakin, maka
ketetapan dasarnya dia adalah suci. Tidak wajib mencuci pakaian mereka dan
mereka boleh shalat dengan pakaian tersebut, tidak mengapa.” (Majmu Fatawa
Ibnu Utsaimin, 12/369)

Perlu kami ingatkan juga bahwa seandainya keberadaan najis tersebut dapat
dipastikan dan menengai pakaian seseorang, itu tidak berarti wudunya batal,
akan tetapi shalatnya tidak sah jika dia mengetahui keberadaannya namun
tidak dia hilangkan. Najis tidak merusak wudu, namun merusak sahnya shalat.
Maka jika seseorang meyakini dirinya terkena najis, dia harus mencucinya
sebelum shalat, kemudia dia dapat shalat dengan wudu tersebut dan wudunya
tidak batal karena hal tersebut.

Wallahua’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android