Sebagian umat islam meyakini bahwa para wali dapat memberikan manfaat dan celaka. Dapat mendatangkan manfaat dan menolak celaka. Padahal mereka berafiliasi ke Islam menunaikan syiar Islam seperti shalat dan lainnya. Apakah sah shalat di belakang mereka? Apakah diperbolehkan memintakan ampunan untuk mereka setelah wafatnya?
Keyakinan Memberi Manfaat Dan Celaka Dari Para Wali
Pertanyaan: 133081
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Ini termasuk pendapat paling jelek. Ini termasuk kafir dan syirik kepada Allah Azza Wajalla. Karena para wali tidak dapat memberikan manfaat dan celaka. Tidak juga dapat mendatangkan manfaat dan tidak dapat menolak celaka. Kalau mereka telah meninggal dunia. Kalau benar mereka dinamakan wali karena mereka dikenal ahli ibadah dan kebaikan. Karena mereka tidak dapat memberi manfaat dan celaka. Bahkan yang pemberi manfaat dan celaka hanya Allah saja. Dia yang dapat mendatangkan manfaat untuk para hamba. Dan Dia yang dapat menolak bencana. Sebagaimana firman Allah Jalla Wa’ala untuk Nabi sallallahu aliahi wa sallam:
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ الأعراف/188
“Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah.” QS. Al-A’raf: 188.
Maka Dia yang pemberi manfaat dan kemudhorotan Subhanahu Wa Ta’ala
Allah berfirman terkait dengan orang-orang musyrik:
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ يونس/18
“Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: "Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah." QS. Yunus: 18
Sementara kalau mayit itu nampak karena ia telah berhenti bergerak, hilang nyawanya. Tidak dapat memberi manfaat untuk dirinya dan orang lain. Tidak juga dapat mencelakainya. Karena mereka telah kehilangan kehidupan. Dan hilang kemampuan dalam bergerak. Begitu juga dalam kehidupan mereka tidak dapat memberi manfaat dan celaka kecuali dengan izin Allah. Siapa yang menyangka bahwa mereka independen dapat memberi manfaat dan celaka, padahal mereka hidup, maka dia kufur juga. Bahkan yang Pemberi manfaat dan celaka adalah Allah saja subhanahu wa ta’ala. Oleh karena itu tidak diperbolehkan ibadah (kepada mereka), tidak juga berdoa, meminta pertolongan, nazar, minta bantuan dari mereka.
Dari sini diketahui bagi setiap yang mempunyai ilmu bahwa apa yang dilakukan orang di kuburan badui, kuburan Husain kuburan Musa Kadhim atau di sisi kuburan Syekh Abdul Qodir Jailani atau semisal itu. Dari meminta bantuan materi atau pertolongan, ia termasuk kufur kepada Allah. Termasuk syirik kepada Allah subhanahu wata’ala harus berhati-hati dari hal itu, bertaubat darinya dan saling memberikan wasiat agar meninggalkan hal itu. Dan jangan shalat di belakang mereka. Karena mereka musyrik dan perbuatannya ini termasuk syirik akbar. Maka jangan shalat di belakangnya, jangan mensholati mayitnya karena mereka melakukan syirik akbar yang dahulu ada waktu zaman jahiliyah di zaman Nabi sallallalhu alaihi wa sallam. Seperti halnya Abu Jahl, dari para kafir Mekah. Dari sini, ada kafir Arab. Yaitu berdoa kepada para mayit dan istigotsah (meminta pertolongan). Yaitu berdoa kepada mayat, istighotsa (meminta pertolongan) dengannya atau dengan tumbuh-tumbuhan dan bebatuan. Dan ini termasuk inti kesyirikan kepada Allah Azza Wajalla. Karena Allah Ta’ala berfirman:
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ الأنعام/88
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” QS. Al-An’am: 88
Yang wajib bagi ahli ilmu agar menjelaskan kepada mereka dan menerangkan kebenaran kepadanya. Dan memberi arahan kepada yang benar. Serta memberi peringatakan dari syirik besar kepada Allah ini. Maka para ulama semua di Mesir, Syam, Iraq, Mekkah, Madinah dan seluruh negara berkewajiban memberi arahan kepada manusia. Terutama ketika ada jamaah haji. Maka harus diberi petunjuk dan dijelaskan kepada mereka masalah yang besar ini. Dan bahaya besar. Karena sebagian orang, terjerumus di dalamnya ketika di negaranya. Maka dia harus menjelaskan kepada mereka tauhidullah, makna Lailaha illallah. Bahwa maknanya adalah tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah. Ia meniadakan kesyirikan dan meniadakan ibadah selain Allah. Dan tauhid ibadah hanya kepada Allah semata. Dan ini makna firman Allah Subahana
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ البينة/5
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” QS. Al-Bayyinah: 5
Dan makna firman Allah ta’ala, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia.” QS. Al-Isro: 23, dan firman-Nya, “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).” QS. Az-Zumar, 2-3.
Dan firman Allah, “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya).” QS. Gofir: 14.
Seharusnya mengarahkan manusia kepada kebaikan dan menunjukkan ke tauhid Allah. Dan wajib bagi setiap manusia menyembah Allah semata. Dan mengkhususkan beribadah baik doa, pengharapan, tawakal, meminta pertolongan, shalat, puasa dan selain itu. Semuanya milik Allah semata, tidak diperbolehkan selamanya melakukan hal itu sedikitpun untuk selain Allah Subhanahu wata’ala. Baik itu nabi, wali atau selainnya.
Nabi tidak memiliki untuk diri dan orang lain celaka dan manfaat kecuali atas izin Allah. Akan tetapi harus diikuti, ditaati dalam kebenaran. Dan dicintai dengan kecintaan yang tulus. Nabi kita Muhammad sallallahu alaihi wa sallam adalah nabi paling baik dan paling mulia diantara para nabi. Meskipun begitu tidak boleh berdoa dari selain Allah. Tidak boleh diminta pertolongan, disujudi, disholati, diminta bantuan kepadanya. Akan tetapi diikuti, memberikan shalawat dan salam kepadanya. Dan harus menjadi orang yang paling kita cintai dibandingkan diri, harta, orang tua, anak-anak kita dan lainnya. Sebagaimana sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Belum sempurna keimanan salah seorang diantara kamu, sampai saya lebih dicintai dari orang tua, anak dan seluruh manusia.
Akan tetapi kecintaan ini, tidak harus menyekutukan dengannya. Kita tidak diperkenankan berdoa kepadanya selain Allah atau meminta pertolongan, meminta bantuan atau kesembuhan kepadanya. Akan tetapi kita mencintainya dengan jujur karena beliau adalah utusan Allah kepada kita, makhluk paling mulia, menyampaikan risalah, menunaikan amanah. Maka kita mencintainya karena Allah dengan kecintaan yang jujur di atas cinta kepada orang, harta dan anak. Akan tetapi kita tidak beribadah kepadanya bersamaan dengan Allah.
Begitu juga para wali, kita mencintainya karena Allah, mengasihinya baik dari kalangan ulama maupun hamba. Akan tetapi kita tidak berdoa kepada mereka bersaman dengan Allah. Tidak meminta pertolongan, tidak towaf di kuburannya. Tidak meminta bantuan kepadanya. Semua ini syirik kepada Allah dan tidak diperbolehkan. Towaf hanya di Ka’bah saja, maka towaf di kuburan karena meminta manfaat dari mayit, miminta bantuan, kesembuhan, kemenangan atas musuh. Semuanya ini syirik kepada Allah Azza Wajalla. Maka seharusnya sangat berhati-hati. Diantara sarana syirik dengan mereka adalah membangun di atas kuburannya, menjadikan masjid dan kuba di atasnya. Oleh karena itu ada hadits shoheh dari Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda:
لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ متفق على صحته
“Allah melaknat Yahudi dan Nasroni, mereka menjadikan kuburan para nabinya sebagai masjid.” Muttafaq akan keshohehannya.
Telah ada ketetapan dalam shoheh Muslim dari Jabir radhiallahu anhu bahwa beliau mengatakan,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ ، وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ ، وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
“Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam melarang meninggikan kuburan, duduk di atasnya dan membangun di atasnya.
Dalam shoheh Muslim dari Jundub bib Abdullah Al-Bajali dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam sesungguhnya beliau bersabda:
أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ ، أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ ، إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
“Ketahuilah orang sebelum kamu membuat kuburan para nabi dan orang sholeh sebagai masjid. Ketahuilah, jangan menjadikan kuburan sebagai masjid. Saya telah melarangnya akan hal itu.
Selesai
Samahatus Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah (Fatawa Nurun Alad Darbi, (1/109-112).
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam