Saya takut amalan saleh saya tidak dianggap pada hari kiamat, sehingga dilemparkan ke neraka. Karena saya telah mendengar kisah yang menceritakan bahwa seorang pemuda mempunyai ibu. Dia habiskan hidupnya untuk melayani dan memperhatikannya. Sehingga beliau membersihkan, memandikan dan memenuhi semua keperluannya. Kemudian pada suatu hari, dia mengatakan pada dirinya, ‘Kalau (ibu) meninggal dunia, maka saya tidak peduli (atau perkataan seperti itu).' Kemudian pada hari kiamat, Allah melemparkannya ke neraka Jahanam. Aku khawatir pernah mengatakan atau meniatkan sesuatu sehingga menggugurkan amalku. Aku mohon penjelasan, apa pemahaman yang benar terhadap cerita ini? Jawaban anda sangat menentukan kehidupanku sama sekali. Saya mohon bekal ilmu yang benar agar saya dapat berjalan di di jalan yang Allah Ta’ala ridhai?
TAKUT HILANG AMAL SALEHNYA DI HARI KIAMAT
Pertanyaan: 152304
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Takut terhapus amalan dan perhitungan yang buruk di hari kiamat, adalah salah satu amalan hati. Hal itulah yang menyebabkan orang-orang saleh dan bertakwa dahulu menjauhi tempat tidur dan sedikit. Lalu para ahli ibadah bercucuran air matanya yang Allah berikan sifat hatinya dengan sifat takut dan bersegera melakukan amal kebaikan.
Hal tersebut disebutkan dalam Firman-NYa Azza Wa Jalla:
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ . أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ (سورة المؤمنون: 60-61)
“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. Al-Mukminun: 60-61)
Dari Aisyah radhiallahu’anha berkata, ‘Saya bertanya Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam tentang ayat ini; “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut," Apakah karena mereka itu minum khamr dan mencuri? Beliau menjawab: “Tidak wahai Binti As-Siddiq, mereka berpuasa, shalat dan bersedekah, akan tetapi mereka takut (amalannya) tidak diterima. Mereka adalah mendapatkan kebaikan-kebaikan." (HR. Tirmizi, no.3175, dishahihkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’anul Al-Adzim, 1/176)
Meskipun begitu, rasa takut tersebut tidak menghalangi dan melemahkan mereka untuk beramal. Atau putus asa dan was-was, sehingga mengabaikan kandungan puluhan ayat tentang harapan di dalam Al-Qur’anul Karim.
Apakah anda tidak mendengar Firman Allah Azza Wa Jalla:
إِنَّ اللَّهَ لا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا (سورة النساء: 40)
"Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.” (QS. An-Nisaa: 40)
Juga Firman-Nya:
مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ خَيْرٌ مِنْهَا وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلا يُجْزَى الَّذِينَ عَمِلُوا السَّيِّئَاتِ إِلا مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (سورة القصص: 84)
“Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kebaikan, maka baginya (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan barangsiapa yang datang dengan (membawa) kejahatan, maka tidaklah diberi pembalasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan (seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. Al-Qashash: 84)
Firmnan-Nya yang lain,
“Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik. Mereka itulah (orang-orang yang) akan mendapat surga 'Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang mas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah.” (QS. Al-Kahfi: 30-31)
Juga firman-Nya,
“Maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik". (QS. Yusuf: 90)
Maka seharusnya seorang muslim hendaknya beriman –dengan keimanan yang benar dan terlihat dampaknya pada anggota tubuh dan hati- dengan keadilan dan kemuliaanNya. Dan bahwa Allah subahanu wa Ta’ala tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan. Dia tidak akan berbuat kezaliman meskipun seberat biji zarah, bahkan akan membalas kebaikan dengan kebaikan, dan kejelekan dengan memaafkan dan mengampuni bagi siapa saja yang dikehendakiNya Azza Wa jalla. Dengarkanlah wahai hamba Allah terhadap seruan Tuhan anda kepada kita, dan pemberitaan nan benar tentang Diri-Nya Subhanahu wata’ala yang menyeru kepada akal dan hati secara bersamaan,
مَا يَفْعَلُ اللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَآمَنْتُمْ وَكَانَ اللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا (سورة النساء: 147)
"Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui." (QS. An-Nisa: 147)
Syekh As-Sa’dy rahimahullah berkata dalam tafsirnya tentang hal itu:
“Allah Ta’ala memberitahukan akan kesempurnaan kekayaan-Nya, keluasan Lembut-NYa, rahmat dan ihsan-Nya dengan berfirman ‘Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman, sedangkan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui. Sementara kondisinya adalah bahwa Allah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui. Memberikan pahala yang banyak dan keluasan ihsan kepada orang yang sabar dalam lelah dan senantiasa beramal. Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan memberikan kepadanya yang lebih baik dari itu. meskipun Dia mengetahui yang nampak dan tersembunyi, amalan-amalan yang berasal dari anda dengan penuh ikhlas dan jujur atau sebaliknya, Dia menginginkan dari kalian bertaubat dan kembali kepadaNya. Kalau kamu semua bertaubat kepadaNya, kenapa akan menyiksa anda? Hal itu tidak berguna dengan menyiksamu, dan tidak bermanfaat dengan menghukummu. Bahkan orang yang berbuat maksiat, tidak ada yang dia rugikan kecuali pada dirinya sendiri. Sebagaimana orang yang taat, manfaatnya untuk dirinya sendiri juga.
Syukur adalah ketundukan hati dan pengakuan akan nikmat Allah, menyanjung dengan lisan kepada yang disyukuri, melakukan ketaatan dengan anggota tubuh serta tidak mempergunakan nikmat-nikmatNya dengan berbuat kemaksiatan.” (Tafsir As-Sa’dy, hal. 211)
Sungguh, sifat khawatir dari perhitungan buruk dan terhapusnya amal merupakan sebab penting dalam memperbaiki kehidupan dunia dengan mengisinya dalam bentuk melakukan amalan saleh dan akhlak yang mulia. Sebagaimana yang telah ditegaskan hal itu di Al-Qur’an Al-Karim pada ayat tadi dalam firmanNya Azza wa jalla "Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. Al-Mukminun: 60-61)
Hal itu kembali diisyaratkan ketika Allah mengaitkan kekhawatiran hisab yang buruk di hari kiamat dengan silaturahim, para fakir dan orang yang membutuhkan. Sebagaiman Firman-Nya,
‘Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.” (QS. Ar-Ra’du: 21)
Oleh karena Fudhail bin Iyad rahimahullah berkata:
“Barangsiapa yang takut kepada Allah, maka ketakutan itu akan menunjukkan kepada semua kebaikan.”
Abu Hamid Al-Gozali rahimahullah berkata setelah mengklasifikasikan khauf (takut) menjadi tiga kondisi; pertengahan, kurang dan berlebihan: “Orang yang berlebihan, apabila kekhawatirannya berlebihan dan melewati batas pertengahan hingga mengakibatkan putus asa. Hal itu tercela juga, karena menghalangi seseorang untuk beramal. Bisa jadi khauf (takut) melahirkan sakit dan lemah. Atau panik, kaget dan hilang akal. Yang diminta dari khauf (rasa takut) di sini adalah yang mampu mendorong amal. Kalau bukan karena itu, maka rasa takut tidak menjadi sebab kesempurnaan. Ketika melahirkan keputus asaan, maka itu tercela. Ia seperti pukulan yang dapat mematikan bayi, atau cambukan yang membinasakan hewan tunggangan atau membuat sakit atau patah salah satu tulangnya. Sesungguhnya Rasulullah sallallahu’alaih wa sallam menyebutkan pengharapan lebih banyak, adalah untuk mengobati pukulan rasa takut yang berlebihan sampai putus asa atau salah satu dari perkara ini.
Intinya adalah; Terpuji jika mendorong terwujudnya tujuan, sedangkan kalau menyebabkan kekurangan atau berlebihan maka itu tercela. Manfaat rasa takut adalah kehati-hatian, wara’, ketakwaan, mujahadah (semangat), ibadah, berfikir, zikir dan seluruh sebab yang menghantarkan kepada Allah Ta’ala. Semuanya ini menjadikan kehidupan sehat, baik badan maupun keselamatan akal. Sementara yang menyebabkan lalai adalah tercela.” (Ihya Ulumud Din, 4/ 157-158)
Kesimpulannya adalah bahwa syariat menyuruh anda untuk seimbang antara rasa takut dengan rasa harap. Seimbang antara takut dan cita-cita. Jangan mengalahkan salah satu di antara keduanya. Akan tetapi berjalan keduanya menuju Allah bagaikan burung terbang dengan kedua sayapnya. Jangan sampai setan mengganggu anda sehingga membuat anda lemah dari sisi pengharapan. Sementara anda melupakan dalil-dalil mutawatir dalam Kitab dab Sunnah yang menunjukkan akan luasnya kemurahan dan kedermawanan Allah. Boleh jadi amal saleh ikhlas yang sedikit itu cukup untuk dapat masuk surga.
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, sesungguhnya Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallalm bersabda:
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي بِطَرِيقٍ وَجَدَ غُصْنَ شَوْكٍ عَلَى الطَّرِيقِ فَأَخَّرَهُ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ (رواه مسلم، رقم1914)
“Ketika seseorang berjalan di jalan, dia mendapatkan cabang duri di jalanan, kemudian disingkirkannya. Allah berterima kasih kepadanya dan kemudian mengampuninya.” (HR. Muslim, no. 1914)
Silahkan lihat soal jawab no. 125618.
Wallahu’alam .
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam
Tema-tema Terkait