Unduh
0 / 0

Apakah Dibolehkan Mengatakan; Fatimah Az-Zahra alaihiassalam atau Husein alaihissalam?

Pertanyaan: 152887

Apakah boleh kita mengucapkan Fatimah Az-Zahra alaihissalam atau Husein alaihissalam?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama: Shalawat kepada selain para nabi dibolehkan jika
diikutkan kepada mereka. Sebagaimana ucapan,

اللهم
صل على محمد وعلى آله وأصحابه

“Ya Allah, semoga shalawat terlimpah kepada Muhammad beserta
keluarga dan para shahabatnya.”

Adapun menyebutkannya secara terpisah, misalnya Abu Bakar
shallallahu alaihi, atau Umar, Ali, dll, dalam hal ini para ulama berbeda
pendapat. Di antara mereka ada yang melarangnya secara mutlak, sebagian lagi
membolehkannya. Adapula yang merinci dengan berpendapat dibolehkan, bukan
disunahkan, apalagi diwajibkan. Akan tetapi jika kemudian hal itu menjadi
simbol kesesatan, seperti Syiah dan semacamnya, maka dengan alasan tersebut,
dilarang.

Ibnu Qayim telah menguraikan dalil kedua kelompok dengan
pajang lebar dengan berkata,

“Jika shalawatnya diarahkan kepada individu tertentu atau
kelompok tertentu, Maka dimakruhkan menjadikan shawalat kepadanya sebagai
kebiasaan yang tidak ditinggalkan. Seandainya dikatakan haram, maka hal itu
lebih kuat, khususnya jika sudah dijadikan syiar yang khusus baginya dan
terhalang bagi selainnya bahkan kepada yang lebih baik darinya. Hal ini
sebagaimana yang dilakukan kalangan syiah terhadap Ali radhiallahu anhu,
apabila namanya disebut, mereka akan berkata, alaihishalatu wassalamu.
Mereka tidak mengucapkannya kepada orang yang lebih baik darinya. Hal
seperti ini dilarang. Apalagi jika dijadikan sebagai syiar yang tidak mereka
tinggalkan. Maka, jika demikian halnya, meninggalkan hal tersebut lebih
dituntut. Adapun jika shalawat disampaikan kepadanya kadang-kadang dan tidak
menjadikannya sebagai syiar, sebagaimana shalawat diucapkan kepada orang
yang membayar zakat sebagaimana perkataan Ibnu Umar kepada jenazah
“shallallahu alaih” Juga sebagaimana shalawat Nabi kepada seorang wanita dan
suaminya, juga sebagaimana diriwayatkan dari Ali bahwa dia bershalawat
kepada Umar, maka hal ini tidak mengapa.”

(Jala’ul Afham, hal. 663)

Syekh Bakar Abu Zaid rahimahullah berkata, “Shalawat dan
salam kepada selain para Nabi, baik posisinya mengikuti atau berdiri
sendiri. Jika posisinya mengikuti, maka berdasarkan ijmak hal ini
dibolehkan, sebagaimana redaksi dalam shalawat Ibrahimiah.

Akan tetapi, perbedaan terjadi jika disebutkan berdiri
sendiri. Dalam masalah ini terdapat dua pendapat. Jumhur ulama berpendapat
bahwa hal tersebut tidak bolah. Maka tidak boleh dikatakan Abu Bakar
shallallahu alaihi wa sallam, meskipun maknanya benar. Sebagaimana tidak
boleh mengatakan, Muhammad Azza wa Jalla, meskipun beliau adalah orang yang
mulia dan besar (aziizan jalilan), karena hal itu telah menjadi syiar dalam
menyebut nama Allah Azza wa Jalla. Mereka menyimpulkan terkait riwayat yang
menyebutkan hal tersebut dalam Alquran dan Sunah sebagai doa untuk mereka.
Karena itu tidak menjadi syiar bagi keluarga Abu Aufa juga kepada Jabir dan
isterinya. Ibnu Katsir berkata, ‘Ini kesimpulan bagus.”

Kemudian mereka yang melarangnya berbeda
pendapat dalam bentuk larangannya, apakah haram atau makruh yang cenderung
boleh saja atau sekedar meninggalkan hal yang baik (khilaful aula).

Adapun Imam Ahmad dan para pengikutnya berpendapat bahwa hal
tersebut tidak mengapa.

Imam Nawawi, setelah menyebutkan adanya perbedaan tersebut
menyatakan, “Yang benar menurut pendapat jumhur adalah bahwa perkara ini
merupakan perbuatan makruh yang cenderung boleh, karena dia merupakan syiar
pelaku bid’ah, dan kita dilarang menggunakan syiar mereka….”

Maknanya adalah bahwa hukum makruh ini karena munculnya
fenomena syiah. Kalau tidak, maka dia asalnya boleh. Karena itu, Ibnu Katsir
berkata sesudahnya, “Aku katakan, hal ini biasanya banyak terjadi pada para
penulis buku yang mengkhususkan Ali radhiallahu anhu dengan mengatakan
‘alaihissalam’ sementara terhadap sahabat lainnya tidak demikian. Atau ada
yang menyebut ‘karramallahu wajhah’. Perkara ini, walaupun maknanya benar,
akan tetapi seharusnya perlakuannya sama terhadap seluruh shahabat. Karena
dari sudut pandang pemuliaan dan penghormatan, maka kedua shahabat besar;
Abu Bakar dan Umar, serta Amirul Mukminin Utsman, lebih utama untuk disebut
demikian daripadanya (Ali) radhiallahu anhu ajmain.

Diriwayatkan berdasarkan sanad dari Ibnu Abbas radhiallahu
anhuma, bahwa dia berkata, “Tidak sah shalawat kepada seseorang kecuali
kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Akan tetapi, kepada kaum muslimin
dan muslimat didoakan agar mendapatkan maghfirah (ampunan).”

Juga diriwayatkan dari Umar bin Abdulaziz rahimahullah
ta’ala, dia berkata, “Amma ba’du, Ada orang yang mencari dunia dengan amal
akhirat. Ada sejumalah tukang cerita yang mengada-adakan shalawat terhadap
para khalifah  dan amir mereka, sebanding dengan shalawat kepada Nabi
shallallahu alaih wa sallam. Jika telah sampai kepadamu suratku ini,
perintahkan kepada mereka untuk menjadikan shalawat kepada para Nabi saja,
dan mendoakan kaum muslimin secara umum dan mendoakan selain itu memiki
atsar yang baik.”

Pandangan Imam Nawawi dan Ibnu Katsir menjadi pilihan
pendapat Ibnu Qayim rahimahumullah ta’ala.”

(Mu’jam Al-Manahi Al-Lafziah, 349-350)

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Bershalawat kepada
selain para nabi secara tersendiri bukan mengikuti, diperdebatkan para
ulama, apakah dibolehkan atau tidak? Yang benar adalah dibolehkan,  yaitu
ketika menyebutkan nama seseorang boleh mengatakan ‘shallallahu alaih’.
Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

خُذْ
مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عليهم

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.” (SQ.
At-Taubah: 103)

Maka nabi shallallahu alaihi wa sallam apabila ada orang yang
datang untuk membayar zakat mengucapkan demikian. Sebagaimana ketika
kelaurga Abu Aufa datang membayar zakat, beliau mengatakan,  

اللهم
صلِّ على آل أبي أوفى

“Semoga Allah memberikan shalawat kepada keluarga Abu Aufa.”

Kecuali jika hal ini telah menjadi syiar bagi orang tertentu
yang apabila disebut namanya, maka dikatakan ‘shallallahu alaih’. Hal ini
tidak boleh kepada selain para nabi.”

(Fatawa Nurun Alad-Darbi, Ibnu Utsaimin, 11/13. Lihat Fatawa
Al-Lajnah Daimah, 4/396-397)

Kedua:

Mengkhususkan orang tertentu untuk menyampaikan salam,
seperti mengucapkan ‘alaihissalam’ tanpa menyebut shalawat, juga
diperselisihkan pendapatnya.

Ibnu Qayim rahimahullah berkata tentang masalah ‘salam’ ini,
“Kemudian mereka berbeda pendapat tentang ‘salam’, apakah kedudukannya
seperti shalawat, sehingga dianggap makruh mengucapkan ‘assalamu ala
fulan..’ atau mengatakan, ‘fulan alaihissalam’? Sebagian ulama menyatakan
makruh hal itu, di antara mereka ada Abu Muhammad Al-Juwaini. Dilarang saat
menyebutkan Ali menyebutkan ‘alaihissalam’. Adapun sebagian ulama lainnya
membedakan antara salam dan shalawat. Mereka berkata, “Salam disyariatkan
kepada setiap muslim, baik hidup atau mati, ada atau tidak. Maka anda boleh
mengatakan, “Sampaikan salam kepada fulan dariku.” Ini merupakan salam kaum
muslimin. Berbeda dengan shalawat, karena dia merupakan hak para rasul.
Karena itu orang yang shalat mengatakan,

السلام
علينا وعلى عباد الله الصالحين

Tapi tidak mengatakan,

الصلاة علينا وعلى عباد الله الصالحين ؛

Maka dengan demikian, perbedaannya dapat diketahui.”

(Jalaa’ul Afhaam, no. 639)

Yang kuat adalah bahwa mengkhususkan seorang shahabat dengan
mengatakan ‘alaihissalam’ lebih ringan dari mengkhususkannya dengan
shalawat. Karena itu, hal ini terdapat dalam kitab-kitab para ulama, baik
dari para pengarang, dan lebih popular lagi di kalangan para penyalin
tulisan.

Imam Bukhari rahimahullah berkata dalam Shahihnya (5/20),
“Bab manaqib (catatan kebaikan) kerabat Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam. Manqobah Fatimah alaihassalam, puteri Nabi shallallahu alaihi wa
sallam. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Fatimah adalah pemimpin
para wanita penghuni surga.”

Juga tertera dalam shahih Bukhari,
“Sesungguhnya Ali alaihissalam berkata, dahulu aku memiliki seekor onta dari
mertuaku hasil dari rampasan perang yang nabi shallallahu alaih wa sallam
berikan kepadaku dari jatah khumus (seperlima). Ketika aku hendak menikahi
Fatimah puteri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan aku persiapkan
walimah…”

Terdapat sebutan ‘assalam’ saat menyebut Fatimah, Ali, Hasan
dan Husain juga radhiallahu anhum jamiian dalam beberapa teks dalam shahih
Bukhari dan lainnya. Meskipun masalah ini perlu diteliti lagi apakah redaksi
‘assalam’ berasal dari sumber nashnya langsung, ataukah dia tambahan dari
para penyalin, sebagaimana disebutkan oleh oleh Ibnu Katsir rahimahullah
dalam ucapannya yang tadi telah kami kutip.

Kesimpulannya, tidak mengapa jika mengatakan terhadap Fatimah
radhiallahu anha atau para shahabat lainnya; Alaihimussalam, dengan catatan
hal itu bukan merupakan syiar ahli bid’ah, khususnya di tempat dan masa
munculnya bid’ah tersebut, juga tidak diyakini bahwa hal tersebut tidak
berlaku bagi orang yang sejajar dengan orang itu atau yang lebih utama
darinya.

Wallahu a’lam.

Perhatikan jawaban soal no.105474
.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android