Unduh
0 / 0
1914922/04/2011

Riwayat-Riwayat Palsu Dalam Kitab ‘Fadhailul A’mal’ (Keutamaan-Keutamaan Amal)

Pertanyaan: 161328

Sejak beberapa hari ini aku menghadiri pengajian agama, saya dengarkan di dalam pengajian tersebut hadits-hadits yang saya sangat ingin tahu sejauhmana keshahihan hadits-hadits tersebut. Sesungguhnya hadits-hadits tersebut berkaitan dengan para Sahabat Radliyallahu Anhum. Pemateri telah menyebutkan bahwa keimanan para Sahabat telah sampai pada tingkatan yang mereka bisa menerawang dan melihat sebagian perkara-perkara ghaib, lalu dia menyertakan dalil-dalil yang diambil dari kitab “Fadha’ilul A’mal’ (Keutamaan-keutamaan amal) -yaitu kitab yang dikenal di kalangan jama’ah tabligh-.

Di antara hadits-hadits tersebut adala: “Sesungguhnya Abdullah bin Umar Radliyallahu Anhuma pada suatu kali melintas di tempat dimana berkecamuk perang Badar, lalu dia melihat sebuah kuburan yang terbuka dan melihat dari dalam kuburan tersebut seseorang yang disiksa dan berteriak: Beri aku minum…akan tetapi dia terhalang meraih air. Ketika hal demikian disampaikan kepada Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam beliau menjawab: Benar, dia adalah Abu Jahal yang disiksa seperti ini sampai hari kiamat.”

Hadits lainnya, “Sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam melihat seorang lelaki sedang tertidur di masjid, lalu beliau membangunkannya dan menanyakannya tentang keimanannya, maka lelaki tadi menjawab: “Keimananku sedang dalam kondisi paling sempurna.” Lalu Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bertanya kepadanya, “Apa tanda-tandanya?” Lelaki tadi menjawab bahwa dia melihat ‘Arsy nya Allah dan Malaikat Rizqi…- dia menyebutkan satu dua tiga perkara lainnya yang saya lupa untuk mengingatnya sekarang- maka Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda kepada lelaki tadi, “Keimananmu memang sempurna maka jagalah dia.”

Bagaimanakah tingkat keshahihan hadits-hadits tersebut? Jika memang benar shahih, maka apakah artinya para sahabat bisa menyaksikan sebagian perkara-perkara ghaib? Dan sejauh manakah keshahihan kitab “Fadha’ilul A’mal”? Saya mengharapkan penjelasan dan perincian tentang hal tersebut. Semoga Allah memberikan balasan yang baik buat anda.

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama :

Adapun kisah
tentang Abdullah bin Umar yang
menyaksikan
penyiksaan
terhadap
Abu Jahal bin Hisyam di Badar, maka ini matan haditsnya :

Dari Abdullah bin
Umar Radliyallahu Anhuma sesungguhnya dia berkata:

بَيْنَا أَنَا سَائِرٌ بِجَنَبَاتِ بَدْرٍ ، إِذْ خَرَجَ رَجُلٌ
مِنْ حُفَيرٍ ، فِي عُنُقِهِ سِلْسِلَةٌ ، فَنَادَانِي : يَا عَبْدَ اللَّهِ
اسْقِنِي ، يَا عَبْدَ اللَّهِ اسْقِنِي ، فَلاَ أَدْرِي ، أَعَرفَ اسْمِي أَوْ
دَعَانِي بِدِعَايَةِ الْعَرَبِ ، وَخَرَجَ أَسْوَدُ مِنْ ذَلِكَ الْحُفَيْرِ،
فِي يَدِهِ سَوْطٌ ، فَنَادَانِي : يَا عَبْدَ اللَّهِ ، لَا تَسْقِهِ ،
فَإِنَّهُ كَافِرٌ ، ثُمَّ ضَرَبَهُ بِالسَّوْطِ حَتَّى عَادَ إِلَى حُفْرَتِهِ
، فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسْرِعًا ،
فَأَخْبَرْتُهُ ، فَقَالَ لِي : أَوَ قَدْ رَأَيْتَهُ ؟ قُلْتُ : نَعَمْ .
قَالَ: ذَاكَ عَدُوُّ اللَّهِ أَبُو جَهْلِ بْنِ هِشَامٍ، وَذَاكَ عَذَابُهُ
إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
(رواه الطبراني في المعجم الأوسط، 6/335)

“Ketika saya sedang
berjalan di sisi-sisi tanah Badar, tiba-tiba keluarlah seseorang dari liang
galian, yang di lehernya terlilit rantai, dia menyeru kepadaku, “Wahai
Abdullah berikanlah aku minum, Wahai Abdullah berikanlah aku minum,” Maka
saya tidak tahu bagaimana dia tahu namaku atau memanggilku dengan
sebutan-sebutan arab, dan keluarlah sosok hitam dari liang galian yang di
tangannya terdapat cambuk, maka dia menyeruku, “Wahai Abdullah jangan engkau
beri dia minum sesungguhnya dia adalah Kafir,” lalu dia mencambuknya
sehingga dia kembali ke dalam galiannya. kemudian dengan bergegas aku
mendatangi Nabi Shallalllahu Alaihi Wasallam dan aku menceritakan apa yang
aku alami, Beliau bersabda kepadaku, “Apakah engkau telah melihatnya?” Aku
menjawab, “Benar.”
Beliau bersabda, “Dia adalah musuh Allah Abu Jahal bin Hisyam dan itu adalah
siksaannya sampai hari kiamat.” (HR.  Thabrani dalam Al Mu’jam Al Aushath,
6/335).

Dia berkata,
‘Menceritakan kepada kami Muhammad bin Abi Ghassan, menceritakan kepada kami
Amr bin Yusuf bin Yazid Al Bashri, menceritakan kepada kami Abdullah bin
Muhammad bin Al Mughirah, dari Malik bin Maghul, dari Nafi’ dari Abdullah
bin Umar lalu dia menyebutkan hadits. Lalu At Thabrani berkata, “Tidak
meriwayatkan hadits ini dari Malik bin Maghul melainkan Abdullah bin
Muhammad bin Al Mughirah Al Kuufi, dan ini adalah sanad yang sangat lemah
sekali karena keberadaan Abdullah bin Al Mughirah Al Kuufi.

Abu Hatim berbicara
tentang hadits ini, “Hadits ini tidak kuat,” Ibnu Yunus berkata, “Hadits ini
Mungkar,” Ibnu ‘Addi berkata, “Hadits ini sangat umum sekali apa yang
diriwayatkan tidak layak dijadikan panutan.”  An Nasaai berkata,
“Diriwayatkan dari Ats Tsauri dan Malik bin Maghul banyak hadits-hadits dan
keduanya [Ats-Tsauri dan Malik] sangat takut kepada Allah untuk meriwayatkan
hadits tersebut.
Imam
Adz Dzahabi mengutip darinya sebagian hadits-hadits kemudian dia berkata,
“Hadits
ini termasuk
serangkaian hadits-hadits maudlu.”
(Lihat Mizaanul I’tidal, 2/487-488)

Al Haitsami
Rahimahullah berkata: Di dalam periwayatan hadits tersebut ada Abdullah bin
Al Mughirah dan dia adalah lemah, dari kitab Majma Az Zawaaid, 3/57. Beliau
juga berkata,
“Dan
Abdullah bin Muhammad bin Al Mughirah adalah orang yang tidak saya kenal,”
(Majma
Az Zawaaid,

6/81).

Diriwayatkan oleh
Ibnu Abid Dunya dalam kitab Al Qubur,
hal.
93,
no.
92,
dia
berkata,
“Menyampaikan
kepada kami Hasyim,
menyampaikan
kepada kami Mujalid,
dari As Sya’bi,

sesungguhnya seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam,
“Sesungguhnya
aku melintas di Badar lalu aku melihat seorang lelaki keluar dari perut bumi
maka lelaki yang lain memukulnya dengan pentungan yang berada di tangannya
sehingga ia kembali masuk ke dalam bumi.
Kemudian
dia kembali keluar dari perut bumi dan lelaki yang lain memukulnya kembali
dan kejadian seperti yang demikian terjadi hingga berulang-ulang.
Maka
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
“Itu
adalah Abu Jahal bin Hisyam yang disiksa hingga hari kiamat,”

Hadits
ini sebagaimana anda ketahui adalah hadits Mursal, karena as Sya’bi bukanlah
dari kalangan sahabat, dia juga bukan pembesar tabi’in dan dia memiliki
hadits-hadits mursal yang amat banyak dari para sahabat. Dalam hadits
tersebut juga ada Mujalid bin Said yang telah dinyatakan lemah (dhaif) oleh
Yahya Al Qatthan, Abu Hatim, Ahmad, Ibnu Ma’in, dan An Nasaai serta yang
lainnya. Lihat
kitab Tahdzibu At Tahdzib,

10/41.

Kedua :

Adapun hadits yang
kedua yang terdapat pada soal, mungkin yang dimaksud adalah hadits Al Harits
bin Malik Al ‘Asy’ari

أَنَّهُ مَرَّ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ: كَيْفَ أَصْبَحْتَ يَا حَارِثَةُ؟ قَالَ : أَصْبَحْتُ
مُؤْمِنًا حَقًّا. قَالَ: انْظُرْ مَا تَقُولُ ، إِنَّ لِكُلُّ حَقٍّ حَقِيقَةً
، فَمَا حَقِيقَةُ إِيمَانِكَ؟ قَالَ: عَزَفَتْ نَفْسِي عَنِ الدُّنْيَا ،
وَكَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى عَرْشِ رَبِّي بَارِزًا ، وَكَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى
أَهْلِ الْجَنَّةِ يَتَزَاوَرُونَ فِيهَا ، وَكَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى أَهْلِ
النَّارِ يَتَضَاغَوْنَ فِيهَا . قَالَ : يَا حَارِثَةُ ! عَرَفْتَ فَالْزَمْ –
قَالَهَا ثَلَاثًا

“Sesungguhnya
dia (Al-Hartis
bin Malik)
lewat di depan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam kemudian beliau
bertanya kepadanya,
‘Bagaimana
kondisimu di pagi ini wahai Haritsah?’
Dia menjawab,
‘Di
pagi ini aku berada pada puncak keimanan.’
Rasulullah bersabda, “Pikirkanlah apa yang engkau ucapkan, karena
sesungguhnya setiap yang haq itu ada bukti kebenarannya, lalu apa bukti
kebenaran imanmu?’ Al Harits menjawab, ‘Aku telah menjauhkan diriku dari
dunia, seakan-akan aku melihat Arsy Tuhanku nampak dengan jelas, dan aku
melihat penduduk surga, mereka saling kunjung-mengunjungi di sana, dan
seakan-akan aku juga menyaksikan penduduk neraka mereka saling hiruk pikuk
menjerit di sana.’ Rasulullah bersabda, ‘Wahai Haritsah, engkau telah
mengetahui hakekat keimanan maka konsistenlah,” Hal ini beliau ucapkan ulang
tiga kali.

Sesungguhnya hadits
tersebut diriwayatkan dalam dua bentuk: Secara Mursal dan secara Muttashil.

Adapun yang
diriwayatkan secara Mursal,
Maka
terdapat sanad yang bermacam-macam di antaranya adalah:

1-Ibnu
Numair berkata,
“Mengabarkan
kepada kami Malik bun Maghul dari Zubaid secara Mursal. Hadits riwayat Ibnu
Abi Syaibah dalam kitab Al Mushannif,

6/170.

2-Dari
Abdur Razzaq, “Mengabarkan  kepada kami Ma’mar dari Shalih bin Simar dan
Ja’far bin Burqan, sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda
kepada Al Harits bin Malik…al hadits.” Diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqi
dengan sanad darinya dalam kitab Syu’abul Iman,

13/160,
dan dia
berkata,
“Hadits ini
Mungqathi.”

3-
Mengabarkan kepada kami Ma’mar dari Shalih bin Mismar sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam bersabda,
“…
Diriwayatkan oleh Ibnu Al Mubarak dalam kitab Az-Zuhd,
1/106,
dan
dari jalur Ibnu Asakir dalam kitab Tarikh Dimasyqi,

54/227,
dan berkata
pula Al Hafidz Ibnu Hajar Rahimahullah,
“Hadist
tersebut adalah mu’adhal
dalam kitab Al Ishobah,

1/689.

4-Al
Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq dalam tafsir dari
Ats Tsauri, dari Amr bin Qais Al Mallani dari Yazid As Sulami dia berkata,
“Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda kepada Al Harits, … dari
kitab Al Ishobah, no. 1689.

5-Ibnu
Abi Syaibah berkata, “Mengabarkan kepada kami Yazid bin Harun, mengabarkan
kepada kami Abu Mi’syar dari Muhammad Shalih Al Anshori, “Sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berjumpa dengan Auf bin Malik, lalu
beliau bertanya, “Bagaimana keadaan pagi harimu wahai Auf bin Malik?”
(Dikutip
dari kitab Al Iman,

karangan Ibnu Abi Syaibah,
hal.
43)

Adapun dari sisi
periwayatan yang Muttashil juga diriwayatkan dengan sanad yang banyak:

1-Dari
jalur Zaid bin Al Habbab dia berkata, “Mengabarkan kepada kami Ibnu Lahi’ah
dari Khalid bin Yazid As Saksaki, dari Sa’id bin Abi Hilal, dari Muhammad
bin Abi Al Jahm, dari Al Harits bin Malik … Hadits riwayat Abd bin Humaid
sebagaimana terdapat pada kitab Al Muntakhob Minal Musnad, no. 165, dan At
Thabrani dalam kitab Al Mu’jam Al Kabir, 3/166, dan Abu Nu’aim dalam kitab
Ma’rifatus Shohabah, 2/777, juga diriwayatkan oleh Al Baghawi dalam kitab
“Mu’jam As-Shahabah, 2/75, dan Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman, 13/159.

Kesemua sanad di
atas adalah Dha’if alias lemah karena keberadaan Ibnu Luhai’ah, dan karena
sebab Muhammad bin Abi Al Jahm, kita belum mengetahui akan keterpercayaan
mereka berdua melainkan beberapa orang menyebutkan namanya dalam dalam
biografi para sahabat, akan tetapi ketetapannya sebagai seorang sahabat
patut dipertanyakan dan perlu dikaji ulang. Abu Nu’aim Rahimahullah berkata,
“Aku tidak menganggap dia sebagai seorang sahabat,”  (Dikutip dari  kitab
Ma’rifatus Shohabah, 1/202)

Ibnu Hajar
Rahimahullah berkata, “Dia merupakan golongan pengikut para Tabi’in atau
tabi’it Taabi’in, dia meriwayatkan hadits lalu cara meriwayatkannya
dimursalkan, maka menjadi campur aduk sebagian riwayatnya dalam pelafazan
matan hadits.” (Al Ishobah, 6/261).

Sedangkan
Ibnu Abi Hatim tidak berkomentar tentangnya dalam kitab
Al
Jarh Wat Ta’dil,
7/224,
dia menganggap riwayat para perawinya
dapat
diterima.

2-Al
Baihaqi dalam kitab Az Zuhdu Al Kabier, (hal. 355) berkata, “Mengabarkan
kepada kami Abu Abdillah Al Hafidz, mengabarkan kepada kami Abu Hamid Ahmad
bin Ali bin Al Hasan Al Muqri’ dari kitab Al ‘Atiq, menceritakan kepada kami
Abu Farwah yazid bin Muhammad bin Yazid bin Sinan, menceritakan kepada kami
Zaid bin Abi Anisah dari Abdul Karim – dia adalah Ibnu Al Harits sebagaimana
dia memberikan nama pada Musnadnya dengan Ibnu Mundah – dari Al Harits bin
Malik. Dan ini adalah sanad yang lemah karena di dalamnya terdapat Abu
Farwah Yazid bin Muhammad, Ad Daruquthni berkata tentangnya, “Riwayatnya
Matruk atau ditinggalkan tidak bisa diambil sebagai hujjah,” (Lihat kitab
Mausu’ah Aqwalid Daruquthni, 2/723.

3-Abu
Nu’aim Rahimahullah berkata, “Hadits tersebut diriwayatkan oleh Muhammad bin
Al Fadhl bin ‘Athiyyah, dari Ghiyats bin Al Musayyab, dari Sulaiman bin
Sa’id bin Abi Bardah, dari Ar Robi’ bin Luth, dari Al Harits bin Malik al
Anshari sesungguhnya dia datang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam lalu dia menyebutkan sebagaimana lafadz yang tertera dalam hadits”
(Ma’rifatus Shahabah, 2/777). Di dalam rangkaian perawi pada sanad hadits
tersebut juga terhenti, karena kita juga tidak mengetahui tentang biografi
nama dari Sulaiman bin Said bin Abi Bardah, bahkan kita tidak pernah
mendapati namanya disebutkan dalam buku-bukunya para Ulama, apalagi juga di
sana terdapat nama Ghiyats bin Musayyab, Imam Adz Dzahabi Rahimahullah
berkomentar tentang Ghiyats, “Dia adalah orang yang tidak diketahui”
(Mizanul I’tidal, 3/338).

Kesimpulannya, para
pembaca dapat menyimpulkan bahwa seluruh rangkaian sanad atau perawi pada
hadits tersebut di atas tidak terlepas dari kemugkaran dan kelemahan, karena
disandarkan pada hadits yang mursal dan para perawi yang sebagian besarnya
tidak dikenal dan lemah, keberadaan sebagian yang satu tidak bisa menguatkan
sebagian yang lain. Apalagi hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik dan
Abu Hurairah tidak dapat menguatkan kisah yang terdapat pada riwayat di atas
dan tidak menunjukkan akan kebenarannya. Oleh sebab itu para ulama
melemahkan
hadits ini dan kitapun tidak mendapati salah seorang dari mereka
menganggapnya shahih.

AlUqoili
Rahimahullah berkata,

“Hadits ini tidak memiliki ketetapan sanad,”
(Adh
Dhu’afa
Al Kabir,
4/455)

Ibnu Taimiyyah
Rahimahullah berkata,
“Hadits
yang diriwayatkan oleh Ibnu Asakir adalah hadits mursal dan diriwayatkan
dengan
sanad yang lemah,
maka
tidak dapat
dijadikan sandaran dan tidak memiliki ketetapan.”
(Al
Istiqomah,
1/194).

Ibnu Rajab Al
Hambali Rahimahullah berkata, “Dia adalah adalah hadits yang diriwayatkan
dari satu sisi Mursal dan di sisi yang lain Muttashil akan tetapi
menyebutnya sebagai hadits Mursal lebih benar.” (Jami’ul Ulum wal Hikam,
1/127)

Al Iroqi berkata, “Kedua
hadits yang diriwayatkan oleh Al Harits Al Asy’ari dan hadits Anas bin Malik
adalah hadits yang dha’if.”
(Al
Mughni ‘An Hamlil Ashfar,
1575)

Al Haitsami
Rahimahullah berkata,
“Dalam
hadits tersebut terdapat Ibnu Luhai’ah dan di dalamnya juga terdapat perawi
yang perlu diteliti keshahihannya.”
(Majma’ Az Zawaaid, 1/57).

Al Bushairi berkata,
“Hadits yang diriwayatkan oleh Abid bin Humaid dengan sanad yang lemah
karena terdapat perawi yang lemah yaitu Abdullah bin Luhai’ah” (Ithaf
Alkhiroh Al Muhrah, 7/454).

Kemudian hadits di
atas kalaulah memang benar shahih tidak menunjukkan bahwa Al Harits Al
Asy’ari bertujuan dari ceritanya melihat ‘Arsy secara kasat mata, akan
tetapi dia ingin menggambarkan bukti kekuatan imannya kepada Allah ‘Azza wa
Jalla, sehingga seakan-akan dia melihat sesuatu perkara yang ghaib dengan
penglihatan mata secara langsung, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi
Wasallam dalam hadits Shahih yang teramat Masyhur tentang definisi Al Ihsan
yaitu,

أن تعبد الله كأنك تراه

“Hendaklah engkau
menyembah Allah seakan –akan engkau melihat-Nya.”

Al Hafidz Ibnu
Rajab Al Hambali Rahimahullah berkata, “Hendaknya seorang hamba bersaksi
dengan hatinya karena itulah sebenar-benarnya kesaksian, maka jadilah ia
seakan-akan melihat Tuhannya dan menyaksikannya, dan inilah puncak derajat
Ihsan yang merupakan kedudukan orang-orang yang mengenal hakekat Allah.
Hal
ini sesuai dengan pengertian hadits Haritsah ; karena dia telah berkata,

كأني أنظر إلى عرش ربي بارزا ، وكأني أنظر إلى أهل الجنة
يتزاورون فيها ، وإلى أهل النار يتعاوون فيها . فقال النبي صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عرفت فالزم ، عبد نور الله الإيمان في قلبه

“Seakan-akan
aku melihat Arsy Tuhanku nampak dengan jelas, dan aku melihat penduduk sorga,
mereka saling kunjung-mengunjungi di sana, dan seakan-akan aku juga
menyaksikan penduduk neraka mereka saling hiruk pikuk menjerit di sana.
Rasulullah bersabda, ‘Wahai Haritsah! Engkau telah mengetahui hakekat
keimanan maka konsistenlah,  Allah telah memberikan cahaya keimanan dalam
hatinya.”

Ini
adalah hadits mursal, telah diriwayatkan dengan sanad yang lemah. Demikian
pula perkataan Ibnu Umar kepada Urwah ketika ia melamar putrinya pada saat
ibadah Thawaf dan Ibnu Umar tidak menghiraukannya kemudian setelah selesai
thawaf dia menemui ‘Urwah dan meminta kemaklumannya seraya berkata, “Ketika
tadi kami sedang melaksanakan Thawaf kami membayangkan bahwa Allah berada di
antara mata-mata kami.” (Dikutip

secara ringkas dari kitab
‘Fathul
Baari’
oleh Ibnu Rajab,
1/212-214)

Ketiga :

Kitab ‘Fadhailul
A’mal’ yang pada cetakan pertama dahulu bernama, “Tablighi Nishab” karangan
Muhammad Zakariya Al-Kandahlawi, penuh dengan khurafat yang tidak
diperkenankan menukilnya dan menyampaikannya kepada orang lain, apalagi
meyakini kebenaran dalam kandungan dan isinya.

As Syaikh Hamuud At
Ttuwaijiri Rahimahullah berkata, “Di dalam kitab Fadha’ilul A’mal terdapat
banyak kesyirikan, bid’ah, khurafat, hadits-hadits Maudhu dan hadits-hadits
dha’if. Hakekatnya
itu adalah kitab yang buruk menyesatkan dan menimbulkan fitnah”
 (Dari
kitab Al Qaulul
Baligh,
hal.
11).

As Syaikh
Syamsuddin Al Afghani Rahimahullah berkata :

Bagi para pembesar
penganut Adh-Dhiyubandiyah
kitab-kitab yang
disucikan
oleh para pengikutnya, yaitu  kitab-kitab yang mengandung khurafat
tentang hal ihwal kuburan dan sisi keberhalaan sufi, seperti kitab
‘Nishab
Tablighi’
yaitu, Bagian-bagian
tentang Tabligh dan metode serta pedoman tabligh. Dan mereka para pengikut
Adh-Dhiyubandiyah belum pernah sama sekali mengumumkan akan ketidakpentingan
kitab tersebut, tidak memperingatkan orang lain untuk berhati-hati darinya,
tidak mencegah penerbitannya tidak pula mereka mencegah memperjualbelikannya,
dan rata-rata pasar yang ada di negara India dan Pakistan serta yang lainnya
penuh dengan kitab tersebut. (Juhud Ulama
Al
Hanafiyyah Fi Ibtholi Aqoidil Quburiyyah,

2/776).

Dalam Fatawa Al
Lajnah Ad Daaimah:

“Apa yang dinukil
dari kitab-kitab ini – diantaranya disebutkan kitab “Fadha’ilul A’mal”-
sebagaimana yang disebutkan pada soal adalah termasuk bid’ah yang mungkar,
dan khurafat yang sama sekali tidak ada sandarannya kepada hakekat syari’ah,
apalagi terhadap dasar kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya Shallallahu Alaihi
Wasallam. Dari Al Majmu’ah Ats Tsaniyah (2/99). Oleh Abdul Aziz bin Abdullah
bin Baaz, Abdul Aziz Aalu As Syaikh, Abdullah bin Ghodyan, Shalih Al Fauzan,
Bakar Abu Zaid, dan telah disebutkan pada jawaban yang lalu tentang
bahayanya kitab ini no. 108084.

Keempat :

Adapun pengakuan
dari seorang manusia tentang pengetahuannya akan alam ghaib, maka hal
demikian ini tidak akan muncul dari seorang mukmin yang bertakwa, bagaimana
dengan para ulama, orang-orang yang shalih dari kalangan sahabat dan para
tabi’in, karena Allah Azza wa Jalla berfirman :

عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا . إِلَّا مَنِ
ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ (سورة  الجن: 26-27)

“(Dia
adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib,
maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib
itu. Kecuali kepada rasul yang diridlai-Nya. Maka sesungguhnya Dia
mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.” (QS. Al
Jin: 26-27)

Jika para Nabi saja
tidak mengetahui perkara-perkara yang ghaib melainkan kadar yang amat
sedikit yang Allah menampakkan bagi mereka sebagai bukti akan kenabian
mereka, maka bagaimana dengan orang-orang yang selain mereka yang
mengaku-ngaku mengetahui seluruh seluk beluk alam ghaib dan mampu melihat
Lauh Mahfudz.

Di dalam Matan
kitab “Al Aqidah At Thohawiyyah” disebutkan, “Ilmu itu ada dua macam: Ilmu
tentang makhluk yang tampak dan berwujud, dan ilmu tentang makhluk yang
tidak berwujud, maka mengingkari ilmu tentang makhluk yang berwujud adalah
kufur, dan mengaku-ngaku mengerti akan ilmu tentang makhluk yang tidak
berwujud adalah kufur, dan keimanan tidak akan menjadi kokoh melainkan
setelah menerima Ilmu tentang makhluk yang tampak dan berwujud dan
meninggalkan mempelajari ilmu yang tak berwujud atau ilmu ghaib.”

Dan diantara
catatan As Syaikh Ibnu Abil ‘Izz Alhanafi Rahimahullah, “Barangsiapa yang
mengaku-ngaku mengerti tentang ilmu ghaib maka dia termasuk orang-orang yang
kafir” (Syarh At Thahawiyah, hal. 262).

Wallahu A’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android