Unduh
0 / 0
1067525/05/2011

Arti Firman Allah Ta’ala (إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ) “Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran.” (QS. At-Taubah: 37)

Pertanyaan: 165970

Apa maksud mengundur-undur (Nasi’) yang diharamkan pada ayat 37 di surat At-Taubah? Dan apa bentuk nasi’ yang ada di Jazirah Arab sebelum diharamkan?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Allah berfirman :

إنما
النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا
يُحِلُّونَهُ عَاماً وَيُحَرِّمُونَهُ عَاماً لِيُوَاطِئُوا عِدَّةَ مَا
حَرَّمَ اللَّهُ فَيُحِلُّوا مَا ك َرَّمَ اللَّهُ زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ
أَعْمَالِهِمْ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ (سورة التوبة: 37)

“Sesungguhnya
mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran. Disesatkan
orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya
pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat
mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka
menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Syaitan) menjadikan mereka
memandang perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang kafir.”
(QS. At-Taubah: 37)

Para ulama berbeda pendapat
tentang maksud dari ‘Nasi’’ dalam ayat ini menjadi beberapa pendapat.
Pendapat yang terkenal adalah:

Pertama:

Bahwa mereka mengganti
sebagian bulan haram dengan bulan lainnya. Sehingga mereka mengharamkan
pengggantinya dan menghalalkan apa yang mereka inginkan untuk dihalalkan
pada bulan-bulan haram jika mereka merasa perlukan hal itu. Akan tetapi
mereka tidak menambah sedikitpun bilangan bulan-bulan yang ada. Mereka
menghalalkan bulan Muharam, sehingga mereka menghalalkan peperangan di
dalamnya. Karena bagi mereka masa pengharaman selama tiga bulan secara
berurutan di anggap lama, yaitu bulan haram (Zulqaidah, Zulhijjah dan
Muharram). Kemudian mereka mengahamkan Shafar sebagai penggantinya. Seakan
mereka meminjam dan melunasinya. Ini adalah pendapat yang terkuat dan
terkenal serta paling banyak kesesuaianya dengan makna ayat sebagaimana
dinyatakan oleh sekelompok ulama salaf. Dan pendapat inilah yang menjadi
pilihan Ibnu Katsir dan ulama peneliti lainnya. Hal itu sesuai dengan Firman
Allah Ta’ala:

يُحِلُّونَهُ عَاماً وَيُحَرِّمُونَهُ عَاماً

“Mereka
menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain.”

Dan firman-Nya, “Agar mereka
dapat mempersesuaikan dengan bilangan (bulan) yang Allah haramkan.”

Dengan gambaran seperti
inilah Syekh Ibnu Utsaimin mentafsirkan kata ‘Nasi’ dalam ayat tersebut.

Makna kedua,

Bahwa mereka menghalalkan
Muharam dengan Shafar dalam satu tahun, sehingga mereka memberi nama Dua
Shafar. Kemudian mereka mengharamkan keduanya pada tahun depannya dan
memberi nama Dua Muharam.

Penafsiran kata ‘Nasi’
seperti ini dianggap aneh, sebagaimana dikatakan oleh Al-Hafidz Ibnu Katsir.

Makna ketiga,

Bahwa mereka menghalalkan
Muharam, dan membiarkan Shafar tetap halal kalau mereka butuhkan hal itu,
dan menjadikan Rabiul  awal sebagai penggantinya. Imam Ahmad telah
mengingkari pendapat ini.

Adapun bentuk nasi’ yang
dahulu telah ada di Jazirah Arab dan sempat ada pada masa Islam namun
kemudian diharamkan dan dilarangnya adalah sebagaimana yang dikatakan oleh
Ibnu Katsir rahimahullah, dia mengatakan, “Imam Muhammad bin Ishaq telah
membicarakan hal ini dalam kitab ‘Sirah’ dengan uraian yang bagus bermanfaat
dan indah. Beliau mengatakan, “Dahulu yang pertama kali melakukan nasi’ (mengulur-ulur)
bulan di Arab, lalu menghalalkan apa yang Allah haramkan dan mengharamkan
apa yang dihalalkan  Allah Azza Wajalla adalah: “Al-Qalammas”. Dia adalah
Huzaifah bin Abdul Mudrikah Fuqaim bin ‘Ady bin ‘Amir bin Tsa’labah bin
Harits  bin Malik bin Kinanah bin Huzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudor
bin Nizar bin Ma’d bin Adnan. Kemudian yang melakukan setelah itu anaknya
bernama Abbad kemudian setelah anaknya Abbad bernama Qal’ bin Abbad.
Kemudian anaknya Umayyah bin Qal’ kemudian anaknya Auf bin Umayyah. Kemudian
anaknya Abu Tsumamah Junadah bin Auf. Dia yang terakhir hingga Islam datang.
Dahulu bangsa Arab ketika selesai berhaji berkumpul di tempatnya. Kemudian
di antara mereka ada yang berdiri berkhutbah dan mengharamkan bulan Rajab,
Dzulqoidah dan Dzulhijjah. Lalu menghalalkan bulan Muharam sekana setahun
dan menjadikan penggantinya bulan Shafar dengan mengharamkannya setahun agar
sesuai dengn bilangan yang diharamkan oleh Allah. Maka mereka menghalalkan
apa yang diharamkan Allah maksudnya dia mengharamkan apa Allah dihalalkan.

Salah seorang tokoh penyair
mereka bernama Umair bin Qais yang dikenal dengan ‘Pencela yang fasih’
mengatakan:

Sungguh telah diketahui Ma’d
bahwa kaumku orang dermawan dan mendapatkan kemuliaan

Bukankah kita di tengah Ma’d
orang yang mengakhirkan bulan-bulan halal lalu kita jadikan bulan haram

Siapa orang yang tidak
mendapatkan sanjungan dan siapa orang yang tidak mengetahui tali kekang
kudanya (tanda)

Silahkan lihat ‘Al-‘Adzbul
Namir Min Majalisi Sinqithi Fit Tafsir (5/439), Tafisr Ibnu Katsir (4/144)
dan setelahnya. Tafsir Ath-Thabari (14/235).

Wallahu a’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android