Unduh
0 / 0

Apakah Diharuskan Mencintai Khulafa Rasyidin Lebih Besar Dibanding Keluarga dan Anak-anak?

Pertanyaan: 172195

Saya tahu bahwa kita diwajibkan mencintai Rasulullah saw lebih besar dibanding cinta terhadap kedua orang tua, anak-anak dan isteri. Atas karunia Allah, Rasulullah lebih saya cintai dari segala apapun di dunia ini. Akan tetapi, terkait dengan Khulafaurrasyidin, apakah wajib mencintai mereka melebihi cinta terhadap anak dan keluarga? Karena saya mencintai Abu Bakar Ash-Shidiq lebih dari segala apapun di dunia ini sesudah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Mohon jawabannya.

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Mencintai shahabat secara umum
merupakan salah satu kewajiban agama dan merupakan salah satu amal utama di
sisi Allah Ta’ala. Hal tersebut ditunjukkan oleh dalil-dalil syari’I, di
antaranya;

Pertama: Dari Al-Barra bin Azib
radhiallahu anhu dia berkata, ‘Aku mendengar Nabi shallallahu alaihi wa
sallam bersabda,

الأَنْصَارُ لاَ يُحِبُّهُمْ إِلَّا
مُؤْمِنٌ ، وَلاَ يُبْغِضُهُمْ إِلَّا مُنَافِقٌ ، فَمَنْ أَحَبَّهُمْ
أَحَبَّهُ اللَّهُ ، وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ أَبْغَضَهُ اللَّهُ (رواه البخاري،
رقم 3783، ومسلم، رقم 75)

“Orang-orang Anshar, tidaklah mencintai mereka kecuali dia
orang beriman, tidaklah membenci mereka kecuali dia orang munafik. Siapa
yang mencintai mereka, Allah akan mencintainya. Siapa yang membenci merka,
Allah akan membencinya.” (HR. Bukhari, no. 3783 dan Muslim, no. 75)

Kedua: Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu dia berkata,

وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ ، وَبَرَأَ
النَّسَمَةَ ، إِنَّهُ لَعَهْدُ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِلَيَّ : أَنْ لَا يُحِبَّنِي إِلَّا مُؤْمِنٌ ، وَلَا يُبْغِضَنِي
إِلَّا مُنَافِقٌ (رواه مسلم ، رقم 78)

“Demi Yang memecahkan biji, dan menciptakan jiwa.
Sesungguhnya janji Nabi Al-Ummi sallalahu’alaiahi wa sallam kepadaku, “Bahwa
tidak ada yang mencaiku melainkan dia orang mukmin dan tidaklah membenciku
kecuali dia orang munafik. (HR. Muslim, no. 78).

Hasan Al-Bashri rahimahullah pernah ditanya, “Apakah
mencintai Abu Bakar dan Umar merupakan sunah?” Beliau berkata, “Tidak, dia
adakah kewajiban.” (HR. Allaalika’I, dalam Syarh Ushul I’tiqad Ahlussunnah
wal Jamaah, 7/1312)

Ath-Thahawi rahimahullah berkata,

“Kami mencintai para shahabat Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam dan kita tidak berlebih-lebihan dalam mencintai salah seorang di
antara mereka serta tidak berlepas diri dari seorang pun di antara mereka.
Kita membenci siapa yang membenci mereka dan menyebut mereka dengan tidak
baik. Kita tidak membicarakan mereka kecuali dengan kebaikan. Mencintai
mereka adalah agama dan keimanan serta ihsan. Membenci mereka adalah
kekufuran, nifaq adan melampaui batas.”
Disebutkan dalam kitab “Al-I’tiqod Al-Qadiri”,
hal. 248, yaitu I’tiqod yang menjadi kesepakatan antara Khalifah Al-Qadiri
billah (wafat tahun 422H) serta para ulama dan seluruh masyarakat, “Wajib
mencintai para shahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam seluruhnya. Kita
yakini bahwa mereka adalah sebaik-baik makhluk setelah Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam.”

Sebagaimana dikutip oleh Ibnu Hajar rahimahullah dari salah
seorang ulama jarh wa ta’dil, namanya adalah Abul Arab Ash-Shaqly sebagai
jawaban atas perkataan seseorang ‘saya tidak mencintai Ali bin Abi Thalib’,
maka dia berkata, ‘Siapa yang tidak mencintai shahabat, maka dia tidak
dipercaya dan dihormati.” (Tahzib At-Tahzib, 1/236)

Penafsiran cinta yang wajib tersebut dapat ditafsirkan
sebagai cinta karena mereka adalah pendamping dan pembela Nabi shallallahu
alaihi wa sallam. Siapa yang sudah mengenal mereka, perjuangan mereka dalam
membela Islam dan kaum muslimin serta mengetahui cinta Nabi shalllallahu
alaihi wa sallam kepada mereka kemudian tidak mencintai mereka karena itu,
maka mereka telah meninggalkan salah satu kewajiban agama, dan sesuai kadar
tersebut iman mereka berkurang.

Telah diriwayatkan dari hadits Abdullah bin Mughafal,
sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

اللَّهَ اللَّهَ فِي أَصْحَابِي ، لاَ
تَتَّخِذُوهُمْ غَرَضًا بَعْدِي ، فَمَنْ أَحَبَّهُمْ فَبِحُبِّي أَحَبَّهُمْ ،
وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ فَبِبُغْضِي أَبْغَضَهُمْ ، وَمَنْ آذَاهُمْ فَقَدْ
آذَانِي ، وَمَنْ آذَانِي فَقَدْ آذَى اللَّهَ ، وَمَنْ آذَى اللَّهَ فَيُوشِكُ
أَنْ يَأْخُذَهُ ) رواه الترمذي (3862) وضعفه بقوله : غريب لا نعرفه إلا من هذا
الوجه ، وضعفه الألباني في ” ضعيف الترمذي “

“Perhatikanlah para shahabatku, jangan jadikan mereka sebagai
sasaran (kecaman) sesudahku, siapa yang mencintai mereka, maka dengan
cintaku, aku mencintai mereka, siapa yang membenci mereka, maka dengan
kebencianku aku membenci mereka. Siapa yang menyakiti mereka, dia telah
menyakiti aku, siapa yang menyakiti aku, dia telah menyakiti Allah. Siapa
yang menyakiti Allah, maka Dia akan mengazabnya.” (HR. Tirmizi, no. 3862,
dia menyatakan dhaif dengan ucapan ‘gharib, tidak kami ketahui kecuali dari
riwayat ini’ dinyatakan lemah oleh Al-Albany dalam kitab Dhaif Tirmizi)

Apabila membenci para shahabat karena itu semua, maka dia
telah masuk dalam kekufuran dan nifaq, nauzubillah. Adapun jika membenci
mereka karena sebab-sebab dunia lainnya tanpa ijtihad yang dibenarkan, maka
itu merupakan kefasikan dan kemaksiatan.

Karena itu, Malik bin Anas rahimahullah berkata, “

كَانَ السَّلَفُ يُعَلِّمُونَ أَوْلَادَهُمْ
حُبَّ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ كَمَا يُعَلِّمُونَ السُّورَةَ مِنَ الْقُرْآنِ
)رواه
اللالكائي في ” شرح أصول اعتقاد أهل السنة والجماعة، 7/1313)

“Dahulu para salaf mengajarkan anak-anak mereka cinta
terhadap Abu Bakar dan Umar sebagaimana mereka mengajarkan surat Al-Quran.”
(HR. Allalikaa’i dalam Syarah Ushul I’tiqad Ahlissunnah Wal Jamaah, 7/1313)

Ayub Ass-Sakhtiani rahimahullah berkata,

” مَنْ أَحَبَّ أَبَا بَكْرٍ
الصِّدِّيقَ فَقَدْ أَقَامَ الدِّينَ ، وَمَنْ أَحَبَّ عُمَرَ فَقَدْ أَوْضَحَ
السَّبِيلَ ، وَمَنْ أَحَبَّ عُثْمَانَ فَقَدِ اسْتَنَارَ بِنُورِ الدِّينِ ،
وَمَنْ أَحَبَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالعُرْوَةَ
الْوُثْقَى ، وَمَنْ قَالَ الْحُسْنَى فِي أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ بَرِئَ مِنَ النِّفَاقِ ” (رواه اللالكائي في ” شرح
أصول اعتقاد أهل السنة والجماعة  7/1316)

“Siapa yang mencintai Abu Bakar dia telah menegakkan agama,
siapa yang mencintai Umar, dia telah menerangkan jalannya, siapa yang
mencintai Utsman dia telah mendapatkan sinar agama, siapa yang mencintai Ali
bin Abi Thalib, dia telah menggenggam buhul yang kuat. Siapa yang berkata
baik terhadap para shahabat Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dia telah
terbebas dari nifaq.” (HR. Allaalikaa’I dalam Syarah Ushul I’tiqad
Ahlissunnah Wal Jamaah, 7/1316)

Jika seseorang memperhatikan apa yang telah dipersembahkan
para Khulafaurrasyidun terhadap agama ini, serta besarnya kedudukan mereka
di sisi Tuhan Rabbul aalamin, maka hal itu akan menyebabkan timbulnya rasa
cinta bagi mereka dan penghormatan kepada mereka melebihi kepada yang
lainnya, bahkan lebih besar dari cintanya kepada dirinya, keluarganya dan
anak-anaknya. Karena kedudukan mereka akan menjadi kecil di hadapan
kedudukan mereka yang agung. Hendaknya dia pun mengetahui bahwa makhluk
paling mulia dan kekasih Allah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam
meninggal dalam keadaan dia ridha kepada mereka. Beliau mengaitkan cintanya
dengan kecintaan kita kepada mereka. Maka tidak diragukan lagi bahwa hal
tersebut akan memunculkan rasa cinta dalam hati terhadap mereka yang tidak
tertandingin oleh cinta dan penghormatan terhadap yang lain. Jika kita
perhatikan ada orang yang di dunia mengutamakan orang yang dicintainya, baik
berupa anak, isteri, teman, melebih terhadap dirinya sendiri, lalu dia
berkorban untuk mewujudkan kecintaannya terhadap orang yang dicintainya
dengan hartanya atau dengan jiwanya, maka seharusnya hal tersebut lebih
mendorongnya untuk mengutamakan kecintaannya kepada Khulafaurrasyidin
melebihi terhadap dirinya, keluarganya dan semua manusia.

Akan tetapi, meskipun demikian kami katakan, siapa yang tidak
muncul perasaan ini dalam dirinya, baik karena kurangnya ilmu, lemah
keyakinan, atau sebab lainnya yang menghalanginya, maka tidak kami katakana
dia berdosa dan berhak mendapatkan azab oleh Allah. Akan tetapi, orang
tersebut layak dinasehati dan diberikan pengajaran serta peringatan. Untuk
memperluas bahan bacaan, lihat bab wajibnya mencintai shahabat Rasulullah
dalam tesis yang berjudul; Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah Terhadap Para
Shahabat Mulia.’ Oleh Nashir bin Ali Aidh Hasan Syekh, 2/757-766.

Wallahua’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android