Unduh
0 / 0
2076705/07/2012

Kitab Yang Dinisbahkan Kepada Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- Dalam Masalah Tafsir Adalah Palsu

Pertanyaan: 179020

Apakah seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Abbas –radhiyallu ‘anhuma- menulis tafsir dengan judul “Tafsir Ibnu ‘Abbas”? Dan apakah kejadian “al Gharaniiq” yang disebutkan dalam Fathul Baari adalah benar?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama:

Kitab tersebut yang dikenal
dengan sebutan “Tafsir Ibnu Abbas” adalah kitab palsu hasil karangan. Tidak
sah dinisbahkan kepada Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhuma-, tidak diketahui
juga bahwa beliau menulis buku tafsir maupun buku lainnya.

Syeikh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah-
bekata:

“Dan Musa bin Abdur Rahman –Ats
Tsaqafi ash Shan’ani- termasuk mereka para pendusta. Abu Ahmad bin ‘Ady
berkata tentang dia: “Haditsnya mungkar”. Abu Hatim Ibnu Hibban berkata:
“Dajjal yang memalsukan hadits, ia memalsukan dari Ibnu Juraij dari ‘Atha’
dari Ibnu ‘Abbas tentang kitab tafsir, ia mengumpulkannya dari al Kalbi dan
Muqatil”. (Majmu’ Fatawa: 1/259)

As Suyuthi –rahimahullah-
berkata: “Selemah-lemah jalurnya, yaitu; jalurnya tafsir dari Ibnu ‘Abbas
adalah jalur al Kalbi dari Abi Shalih dari Ibnu Abbas, dan jika digabung
dengan riwayat Muhammad bin Marwan as Sudi as Shagir, maka ia adalah jalur
kedustaan”. (al Itqan fi ‘Ulumil Qur’an: 2/497-498)

Syeikh Muhammad Husain adz
Dzahabi –rahimahullah- berkata: “Telah dinisbahkan kepada Ibnu ‘Abbas –radhiyallahu
‘anhuma- sebagian besar dari sebuah kitab tafsir, dan dicetak di Mesir
berkali-kali dengan nama: “Tanwir Miqyas min Tafsir Ibni Abbas”, disusun
oleh Abu Thahir Muhammad bin Ya’kub al Fairuuz Abadi asy Syafi’i, pengarang
kamus al Muhith. Saya sudah meneliti tafsir tersebut, maka saya mendapatkan
penyusunnya menulis ketika menafsiri al Basmalah riwayatnya dari Ibnu Abbas
dengan sanad seperti ini: “Abdullah ats Tsiqah bin Ma’mun al Harwi
mengabarkan kepada kami bahwa ia berkata: Ayahku mengabarkan kepadaku dan
berkata: Abu Abdillah Mahmud bin Muhammad ar Raazi ia mengabarkan kepada
kami dan berkata: ‘Ammar bin Abdul Majid al Harwi telah mengabarkan kepada
kami dan berkata: Ali bin Ishak as Samarqandi telah mengabarkan kepada kami
dari Muhammad bin Marwan as Sudi as Shaghir, dari Muhammad bin as Saib al
Kalbi dari Abu Shalih dari Ibnu Abbas.

Dan ketika mentafsiri awal
surat al Baqarah saya mendapatkan sanadnya sampai kepada Abdullah bin
Mubarak ia berkata: Ali bin Ishak as Samarqandi meriwayatkan kepada kami
dari Muhammad bin Marwan dari al Kalbi dari Abu Shalih dari Ibnu Abbas. Dan
pada setiap awal surat berkata: dan dengan sanadnya dari Ibnu Abbas.

Beginilah yang nampak jelas
bagi kami bahwa semua yang ia riwayatkan dari Ibnu Abbas dalam kitab ini
hanya seputar Muhammad bin Marwan as Sudi ash Shaghir dari Muhammad as Sa’ib
al Kalbi dari Abu Shalih dari Ibnu Abbas”. (At Tafsir wal Mufassirun: 2/20)

Ia juga berkata:

“Seorang yang menentang tidak
perlu menyanggah kami tentang tafsir Ibnu Abbas; karena tafsir tersebut
tidak sah dinisbatkan kepada beliau, akan tetapi disusun oleh al Fairuz
Abadi. Penisbatan kepada Ibnu Abbas adalah sengaja dilakukan dengan
menyandarkan pada riwayat yang lemah, yaitu; riwayat Muhammad bin Marwan as
Sudi dari al Kalbi dari Abu Shaleh dari Ibnu Abbas”. (at Tafsir wal
Mufassirun: 2/6)

Telah diriwayatkan dari
Syeikh Abdullah al Amin asy Syinqithi, anak pengarang buku “Adhwa’ul Bayan”
bahwa tafsir (Ibnu Abbas tersebut) tidak disusun oleh Al Fairuz Abadi,
karena manuskripnya sudah ada sebelum al Fairuz Abadi. (Bisa dibuka pada
link berikut ini:

www.ahlalhdeeth.com)

Terkait dengan As Sudi ini:
Adz Dzahabi berkata tentang biografinya adalah sebagai berikut: “Muhammad
bin Marwan as Sudi al Kuufi, ia adalah as Sudi ash Shaghir meriwayatkan dari
Hisyam bin Urwah dan al A’masy. Mereka banyak yang meninggalkannya, sebagian
mereka menuduhnya sebagai orang yang berdusta. Ia adalah teman al Kalbi”. (Mizan
I’tidaal: 4/32)

Sedangkan al Kalbi ia adalah:
“Muhammad bin sa’ib al Kalbi, Abu Nadhr al Kuufi seorang mufassir, pemalsu
yang terkenal”.

Sufyan berkata: “Al Kalbi
berkata kepadaku: Semua yang saya riwayatkan kepadamu dari Abu Shaleh adalah
bohong”.

Ahmad bin Zuhair berkata:
“Saya berkata kepada Imam Ahmad bin Hambal: Apakah dihalalkan melihat tafsir
al Kalbi ?, ia menjawab: “Tidak”.

Ibnu Hibban berkata:
“Madzhabnya dalam masalah agama dan kedustaan yang jelas di dalamnya lebih
nampak dari pada kebutuhan untuk mendalami sifat-sifatnya, ia meriwayatkan
dari Abu Shaleh dari Ibnu Abbas tentang tafsir, dan Abu Shaleh belum pernah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas, al Kalbi juga tidak mendengar dari Abu Shaleh
kecuali huruf per huruf, tidak sah disebutkan di dalam sebuah kitab, apalagi
dijadikan dalil?!”. (Mizan I’tidal: 3/557-559)

Ibnu Mu’in berkata: “Di Irak
ada sebuah buku yang selayaknya dikubur, yaitu: Tafsir al Kalbi dari Abu
Shaleh”. (Mizan I’tidal: 1/645)

Disana terdapat sebagian amal
yang bermanfaat yang mengumpilkan riwayat dari Ibnu Abbas dalam masalah
tafsir, yang tidak dibutuhkan seperti buku yang penuh dengan kedustaan ini,
di antaranya adalah kitab “Tafsir Ibnu Abbas wa Marwiyyatuhu fit Tafsir min
Kutub Sunnah, pengarangnya adalah Abdul Aziz bin Abdullah al Humaidy. Juga
ada kitab “Ibnu Abbas wa Manhajuhu fit Tafsir, wa Tafsiratuhus Shahihah fi
Tsulusil Awwal Minal Qur’an” pengarangnya adalah Adam Muhammad Ali.

Kedua:

Kisah “Gharaniq” para ulama
telah berbeda pendapat, ada yang menetapkannya dan ada yang menafikannya.
Ada sebagian tabi’in menyatakan kebenaran tentang “gharaniq” di antaranya
adalah Sa’id bin Zubair, Abu Bakr bin Abdur Rahman bin al Harits, Abu
‘Aliyah, Qatadah dan Zuhri.

Akan tetapi tidak
diriwayatkan dengan riwayat yang shahih melalui sanad yang lengkap dengan
menyebutkan salah seorang sahabat.

Ibnu Katsir –rahimahullah-
berkata: “Banyak para mufassir telah menyebutkan kisah “al Gharaniiq”, dan
banyak kembalinya para muhajirin dari Habasyah; karena mereka mengira bahwa
orang-orang musyrik Quraisy telah masuk Islam, akan tetapi dari jalur yang
semuanya mursal, kami tidak melihatnya diriwayatkan dengan sanad yang shahih,
wallahu a’lam”. (Tafsir Ibnu Katsir: 5/441)

Bisa jadi dikatakan: “Ini
adalah kisah yang agung yang mewajibkan untuk diperhatikan periwayatannya
jika riwayat tersebut shahih. Karena tidak diriwayatkan tidak juga dengan
satu pun sanad yang shahih, maka hal itu sudah cukup untuk dihukumi bahwa
kisah tersebut tidak benar”.

Dan bisa juga dikatakan:
“Untuk menganggapnya benar cukup dengan pernyataan beberapa ulama salaf
dengan sanad yang benar dari mereka, apalagi ditambah dengan sanad yang
lemah yang diriwayatkan oleh mereka, inilah yang menunjukkan bahwa kisah
tersebut memiliki dasar yang kuat”.

Bisa juga dikatakan sebagai
jalan tengah: “Kalau misalnya kisah tersebut benar, maka hal itu merupakan
bisikan syetan kepada telinga orang-orang kafir, tidak melalui sabda
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-“.

Dan sepertinya pendapat
inilah yang lebih mendekati kebenaran.

Lihat juga jawaban soal nomor:
4135 dan 103304.

Wallahu a’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android