Unduh
0 / 0
571718/09/2012

Pemuda Dalam Fitrah Ahlus Sunnah, Sementara Lingkungannya Semuanya Syi’ah. Apakah Dia Harus Berhijrah?

Pertanyaan: 183134

Saya seorang muslim, senjak lahir dalam kondisi fitrah. Akan tetapi ayah dan ibuku syi’ah. Saya hidup di wilayah tidak ada satu pun orang suni!! Saya telah hafal Al-Qur’an, dan saya ingin berhijrah, bagaimana?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Alhamdulih

Pertama,

Kita memuji kepada Allah yang
telah memberikan taufiq kepada anda berupa jalan ahlus sunnah dan
menyelamatkan anda terjerumus kesyirikan bid’ah. Kami memohon kepada Allah
agar menyempurnakan nikmat kepada anda dan menyingkap kejelekan serta
mengangkat bencana dari anda. Sunnah –sebagaimana perkataan Imam Malik
rahimahullah- bagaikan kapal Nabi Nuh, siapa yang naik akan selamat. Siapa
yang tertinggal akan tenggelam.

Syaikhul Islam rahimahullah
mengatakan, “Ini suatu kebenaran, sesungguhnya kapal Nabi Nuh, orang yang
menaikinya adalah orang yang membenarkan dan mengikuti para rasul. Dan siapa
yang tidak naik, sungguh dia telah mendustakan para rasul.” Majmu Fatawa,
4/137.

Kedua,

Kami nasehatkan kepada anda
agar lemah lembut kepada kedua orang tua dan berinteraksi secara baik
sebagaimana yang Allah peritahkan. Berusaha dengan kuat untuk memberi
nasehat, mengarahkan dengan bijak, memberi pelajaran yang baik, mendoakan
agar mendapatkan petunjuk ke jalan ahlus sunnah wal jamaah dan selamat dari
jalan orang bid’ah. Silahkan merujuk jawaban soal, no
142071.

Ketiga,

Jika anda mampu hidup dalam
kondisi seperti ini, anda tetap menegakkan sunah, menjaga, mengamalkan dan
mendakwahkan semaksimal mungkin, melarang kemungkaran, sementara anda
mempunyai ilmu dan kemampuan akan hal itu. Maka tidak mengapa anda tetap
tinggal di negari tersebut. Semoga ada kebaikan yang banyak di hari kemudian
dan Allah bukakan kemenangan dan hidayah. Nabi sallallahu alaihi wa sallam
berkata kepada Ali bin Abu Thalib di hari penaklukan Khaibar:

فَوَاللَّهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللَّهُ
بِكَ رَجُلًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ  (رواه
البخاري، رقم 3701  ومسلم، رقم  2406)

“Demi Allah, Jika Allah
memberikan petunjuk kepada seseorang lewat (perantara) anda. Itu lebih baik
bagi anda daripada unta merah (Harta yang paling mahal).” (HR. Bukhari, no.
3701 dan Muslim, no. 2406).

Diriwayatkan oleh Muslim, no.
2674,  dari Abu Hurairah radhiallahu anhu sesungguhnya Rasulullah sallallahu
alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ
أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا

”Siapa yang mengajak (untuk
mendapatkan) hidayah. Maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang
yang mengikutinya. Tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.”

Kalau anda tidak mampu
melakukan itu, sementara anda takut terkena fitnah pada diri anda, khawatir
syubhat dan kesesatan mereka masuk ke hati anda atau musibah menimpa anda
apabila anda (tetap bertahan) dalam sunnah. Maka kami nasehatkan kepada anda
agar hijrah dari tempat anda ke tempat ahli sunnah. Di tempat memungkinkan
bagi anda untuk beribadah kepada Allah dengan ilmu serta menegakkan syariat
dan hukum Allah kepada diri dan orang terdekat anda.

Sebagian ahli ilmu mewajibkan
hijrah dari tempat bid’ah dan yang suka mencaci ulama salaf. Diriwayatkan
oleh Tirmizi, no. 2863 dari Harits Al-Asy’ari, sesungguhnya Nabi sallallahu
alaihi wa sallam bersabda:

آمُرُكُمْ
بِخَمْسٍ اللَّهُ أَمَرَنِي بِهِنَّ : السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ وَالْجِهَادُ
وَالْهِجْرَةُ وَالْجَمَاعَةُ فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ قِيدَ
شِبْرٍ فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَ الْإِسْلَامِ مِنْ عُنُقِهِ إِلَّا أَنْ
يَرْجِعَ ، وَمَنْ ادَّعَى دَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ فَإِنَّهُ مِنْ جُثَا
جَهَنَّمَ  (وصححه الألباني في مشكاة المصابيح، رقم 3694)

“Aku perintahkah lima hal
yang Allah perintahkan kepadaku; ”Mendengar, taat (kepada pemimpin), Jihad,
hijrah dan Berjamaah. Maka siapa yang berpisah dari jamaah walau sejengkal,
maka dia telah melepaskan diri dari ikatan Islam dari lehernya sampai dia
kembali. Dan siapa yang menyeru dengan seruan jahiliyah maka dia bagian dari
neraka Jahanam.” (Dinyatakan shahih oleh Al-Albany dalam kitab ‘Misykatul
Mashabih, no. 3694)

Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi
dikatakan, “(Hijrah) maksudnya adalah berpindah dari Mekah ke Madinah
sebelum Mekah ditaklukkan, dari Negara kafir ke Negara Islam, dari daerah
bid’ah menuju daerah sunnah dan dari kemaksiatan menuju taubat.”

Terdapat dalam kitab
Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 42/190, “Sebagian (Ulama) mazhab Hambali memasukkan
Darul Harbi (daerah perang) dengan hukum yang sama; orang yang mampu
bertahan tapi tidak mampu menampakkan agamanya kalau dia tinggal di daerah
pemberontak dan daerah bid’ah, maka dia harus hijrah.

Ulama kalangan mazhab Maliki
berpendapat bahwa hijrah wajib sampai hari kimat dari tempat yang didominasi
perkara haram, kebatilan, baik karena kezaliman atau fitnah.

Ulama kalangan mazhab Syafi’i
mengatakan, “Semua orang yang apabila menampakkan kebenaran di Negeri Islam
tidak diterima, dan dia tidak mampu menampakkannya atau takut terkena
fitnah, maka dia harus hijrah darinya. Ar-Ramli mengatakan, “Karena berdiam
diri menyaksikan kemunkaran itu termasuk munkar. Karena ia akan dibangkitkan
terhadap sesuatu yang dia ridhai.” 

Dalam kondisi seperti itu,
dikhawatirkan jika anda berteman dengan orang yang buruk dan pelaku bid’ah.

Telah diriwayatkan oleh
Bukhari, no. 3470 dan Muslim, no. 2766 dari Abu Said Al-Khudri sesungguhya
Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً
وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَسَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى
رَاهِبٍ فَأَتَاهُ فَقَالَ: إِنَّهُ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا
فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ؟ فَقَالَ لَا فَقَتَلَهُ فَكَمَّلَ بِهِ مِائَةً .
ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ
فَقَالَ: إِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ ؟ فَقَالَ
نَعَمْ ، وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ ؟ انْطَلِقْ إِلَى
أَرْضِ كَذَا وَكَذَا فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللَّهَ فَاعْبُدْ
اللَّهَ مَعَهُمْ ، وَلَا تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ
… الحديث )

“Dahulu ada
orang yang telah membunuh Sembilan puluh Sembilan orang. Kemudian dia
bertanya tentang orang yang paling pandai di muka bumi. Maka ditunjukkan
orang ahli ibadah (rahib), kemudian dia datangi dan bertanya,”Sesungguhna
ada orang membunuh Sembilan puluh Sembilan apakah diterima taubatnya?
Dijawab,”Tidak”, maka dibunuhlah orang itu sehingga melengkapi menjadi 100
orang. Kemudian dia bertanya lagi tentang  yang paling pandai di muka bumi.
Maka ditunjukkan kepadanya orang alim. Dia bertanya,”Ada orang yang telah
membunuh 100 orang, apakah ada pintu taubat untuknya?” Dijawab, “Ya. Siapa
yang dapat menghalangi antara dia dengan taubat. Pergilah ke daerah ini dan
ini. Karena di dalamnya ada orang yang menyembah Allah. Dan beribadahlah
kepada Allah bersama mereka. Jangan kembali ke daerah anda, karena ia daerah
yang rusak.” (Al-Hadits)

Intinya pada kalimat
(Pergilah ke daerah ini dan ini, karena disana ada orang yang menyembah
Allah, maka beribadahlah kepada Allah bersama mereka. Jangan pulang ke
daerahmu, karena ia daerah yang buruk).

Ibnu Abullah rahimahullah
mengatakan, ”Hadits ini menunjukkan untuk memutuskan hubungan dengan
lingkungan yang buruk,  dan terus memutuskan selagi ia dalam kondisi seperti
itu. Lalu menggantinya dengan teman baik, saleh, berilmu, ahli ibadah serta
wara’ dan orang yang menjadi contoh dan dapat diambil manfaatnya berteman
dengannya. Karena setiap teman, akan dicontoh oleh temannya.” (Dalilul
Falihin, 1/117).

Silahkan merujuk jawaban soal
no, no. 129949 dan no.
170927. Kami memohon kepada
Allah agar meneguhkan kami dan anda terhadap sunnah.

Wallahu’alam
.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android