Unduh
0 / 0
6,55210/07/2012

Bagaimana Mengkompromikan firman Allah Ta’ala, “..Dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim.” Dengan Sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “.. dan siapa yang ingin melakukan keburukan, namun tidak jadi melakukannya…”

Pertanyaan: 186294

Saya membaca sebuah hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jika dia berencana hendak melakukan keburukan namun tidak jadi melakukannya, Allah akan tetapkan baginya kebaikan yang sempurna.” Hadits ini sulit dipahami dengan firman Allah Ta’ala, “..Dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, maka akan rasakan baginya sebagian dari azab yang pedih.” (Al-Hajj: 25). Bagaimana kita mengkompromikan ayat dan hadits ini?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama:

Tidak ada pertentangan antara Al-Quran dan sunah yang shahih
dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, karena keduanya berasal dari
Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَوْ
كَانَ

مِنْ

عِنْدِ

غَيْرِ

اللَّهِ
لَوَجَدُوا
فِيهِ

اخْتِلَافًا
كَثِيرًا (سورة
النساء: 82)

“Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau
kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat
pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. An-Nisa: 82)

Kedua:

Mengkompomikan antara ayat dengan
hadits tersebut adalah dengan menyatakan bahwa keumuman hadits dikhususkan
dengan ayat tersebut. Maka hadits, “.. dan siapa yang ingin melakukan
keburukan, namun tidak jadi melakukannya, akan Allah catat sebagai kebaikan
yang sempurna.” Berlaku jika diluar tanah haram. Maka maknanya adalah bahwa
seseorang yang berniat buruk di tanah haram, maka dia akan dicatat berdosa.
Berbeda halnya jika niat buruk tersebut dicetuskan di luar tanah haram, maka
tidak dicatat dosa baginya.

Ibnu Qayim rahimahullah berkata, “Di antara kekhususannya
(tanah haram) adalah bahwa seseorang akan dihukum akibat keinginannya
berbuat maksiat walaupun dia tidak melakukannya. Allah Ta’ala berfirman,

ومن
يرد

فيه

بإلحاد

بظلم

نذقه

من

عذاب

أليم (سورة
الحج: 25)

”Dan
siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya
akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih.” SQ. Al-Hajj: 25.

Perhatikan, bagaimana kata kerja
‘kehendak’ disini menggunakan huruf
(ب).
(Dalam bahasa Arab) hal itu berarti ‘hammun’ (bertekad). Maka hakekatnya dia
sudah bertekad melakukan ini dan itu. Maka Allah ancam bahwa siapa yang
sudah bertekad untuk berbuat zalim, maka akan Allah timpakan dengan azab
yang pedih.” (Zadul Ma’ad, 1/51)

Syekh Muhammad Syinqiti rahimahullah berkata, “Sebagian ulama
berkata, ‘Siapa yang bermaksud berbuat buruk di Mekah, maka Allah akan
timpakan azab pedih karena maksudnya tersebut, meskipun dia tidak
melakukannya. Berbeda dengan
selain tanah haram, maka maksud keburukannya tidak dikenakan dosa.

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu
dia berkata,


لو
أن

رجلاً

أراد

بإلحاد

فيه

بظلم

وهو

بِعَدَنٍ
أَبْيَن
لأذاقه

الله

من

العذاب

الأليم ”

“Seandainya seseorang berencana melakukan keburukan di
dalamnya (di tanah haram) sedangkan dia berada di kota Aden Abyan (Yaman),
niscaya akan Allah timpakan kepadanya sebagian dari azab yang pedih.”

Ungkapan ini shahih dari Ibnu Mas’ud. Mereka yang berpendapat
demikian, berdalil dengan zahir firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ

يُرِدْ

فِيهِ

بِإِلْحَادٍ

بِظُلْمٍ

نُذِقْهُ
مِنْ
عَذَابٍ
أَلِيمٍ  (سورة
الحج: 25)

“..Dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan
secara zalim, maka akan rasakan baginya sebagian dari azab yang pedih.”
(Al-Hajj: 25).

Karena Allah Ta’ala telah memberikan urutan bahwa azab yang
pedih diberikan setelah kehendak perbuatan zalim di dalamnya.
Ini sebagai urutan balasan dengan syarat.
Hal ini dikuatkan dengan pendapat sebagian ulama, bahwa
(ب)
pada firman Allah
(بإلحاد)
untuk menunjukkan bahwa
(إرادة)
atau keinginan yang dimaksud adalah yang terkandung di dalamnya makna tekad
melakukan kezaliman. Ini adalah pendapat Ibnu Masud dan lainnya.

Ayat yang mulia ini mengkhususkan
keumuman sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, “Siapa yang ingin
melakukan keburukan, lalu tidak dia kerjakan, maka akan dicatat baginya satu
kebaikan.”

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,
“Sesungguhnya, sabda beliau, “Siapa yang ingin melakukan keburukan, lalu
tidak dia kerjakan, maka akan dicatat baginya satu kebaikan.”
Berlaku jika di tempat selain Mekah. Maka Mekah merupakan
pengecualian dari itu. Maksudnya, bahwa seseorang di sana akan dicatat amal
keburukannya walau dengan niatnya saja. Sedangkan di tempat selainnya, tidak
dicatat.” (Liqo Bab Maftuh)

Wallahua’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android
at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android