Apakah Jumat perpisahan (Jumat terakhir di bulan Ramadan) adalah bidah? Saya telah mendengar saudara seiman mengatakan hal itu saat berceramah. Apakah ada hadits yang mengkhususkan hal itu? Apakah riwayat yang benar?
Tidak Ada Keistimewaan Pada Jumat Terakhir Bulan Ramadan Menurut Syari’at
Pertanyaan: 203732
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Pertama:
Istilah “Jumat perpisahan” ini tidak dikenal di dalam syari’at. Ini adalah istilah baru, dan semua yang dikhususnya di malah ini, berupa shalat khusus, perayaan khusus, juga sama sebagai hal yang baru.
Yang benar dan ada riwayatnya di dalam Al Qur’an dan Sunah juga jejak para generasi salaf, dan pendapat para ulama adalah meningkatkan ibadah fardhu yang telah diwajibkan oleh Allah kepada para hamba-Nya, dimulai shalat, puasa dan yang lainnya. Juga menguatkan ibadah unnah yang telah telah disunahkan oleh Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam-.
Selain dari itu adalah termasuk sesuatu yang baru yang dibuat oleh manusia pada agama Allah dan perkara yang baru adalah tertolak.
Kedua:
Ada banyak macam-macamnya bentuk bid’ah yang berkaitan istilah ini, atau keutamaan yang dibuat-buat yang berbeda sesuai masing-masing negeri. Di antaranya adalah:
Pertama:
Shalat yang dilakukan oleh sekelompok orang awam dan pelaku bid’ah pada hari Jumat terakhir dari bulan Ramadan, mereka mengklaim hal itu dapat menebus dosa sholat-sholat wajib yang terlewat sebelumnya. Ini shalat bid’ah, tidak ada dasarnya.
Kedua:
Umat Islam India banyak yang menganggap “Jumat perpisahan” ini merupakan momen keagamaan yang penting untuk berkumpul dan bertemu. Sehingga mereka sengaja pergi ke masjid besar dan banyak umat Islam yang berkumpul pada Jumat tersebut.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Jumat ini tidak mempunyai keutamaan khusus, dan barangsiapa mengira demikian dan meyakininya maka ia telah melakukan kesalahan. Yang diwajibkan adalah berkomitmen melaksanakan amal berdasarkan hadits tentang shalat Jumat dan shalat-shalat berjamaah setiap kali dipanggil oleh suara adzan, dan tidak berpaling darinya kecuali mereka yang mempunyai uzur.
Ketiga:
Termasuk gambaran ini juga, apa yang disebut dengan “Shalat Faedah”. Inipun termasuk shalat bid’ah yang dilakukan di moment ini.
Syekh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- pernah ditanya terkait dengan shalat faedah sebanyak 100 raka’at, dikatakan juga 4 raka’at dilakukan pada Jumat terakhir pada bulan Ramadan, apakah pendapat ini benar? dan bagaimanakah hukumnya shalat ini?
Beliau menjawab:
“Pendapat ini tidak benar, tidak ada shalat yang dinamakan dengan shalat faedah, dan semua shalat adalah manfaat dan shalat fardhu itu merupakan manfaat paling besar; karena jenis ibadah itu, jika fardhu maka lebih utama dari pada yang Sunah.
Adapun shalat khusus yang dinamakan shalat faedah, maka hal ini bid’ah tidak ada dasarnya.
Hendaknya seseorang waspada dari zikir-zikir dan shalat-shalat yang tersebar di tengah masyarakat dan tidak ada dasarnya dari sunah. Ketahuilah bahwa hukum asal dari ibadah adalah dilarang, maka tidak boleh bagi seseorang untuk beribadah kepada Allah dengan sesuatu yang tidak disyari’atkan oleh Allah di dalam kitab-Nya, atau di dalam Sunah Rasul-Nya –shallallahu alaihi wa sallam-. Kapan saja seseorang ragu pada sesuatu, apakah termasuk amalan ibadah atau tidak? Maka, hukum asalnya tidak ada ibadah sampai ada dalil yang menyatakan bahwa hal tersebu adalah ibadah.” (Majmu Fatawa wa Rasail al Utsaimin: 14/331)
Keempat:
Perayaan sebagian orang dengan apa yang dinamakan sebagai “Jumat Yatim” tidak ada dasarnya di dalam syari’at, dan tidak ada kekhususan pada Jumat terakhir dari Ramadan dari pada hari-hari lainnya. Juga tidak ada kaitannya dengan kesembuhan penyakit, sebagaimana mereka meyakini pada Jumat Yatim, juga tidak ada kekhususan ibadah di dalamnya.”
Lihatlah: Al Bida al Hauliyah: 336.
Wallahu a’lam
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam