0 / 0
49,76816/04/2018

Ketentuan Karomah

Pertanyaan: 225045

Saya mempercayai bahwa karomah terjadi kepada orang sholeh. Saya mempunyai beberapa pertanyaan khusus masalah ini dimana anda telah sebutkan dalam jawaban anda di soal no. 175604 bahwa Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah memberitahukan dengan firasatnya apa yang akan terjadi pada dua peperangan. Akan tetapi saya dapatkan bahwa Salafiyah mengkritik kabar semacam ini yang disebutkan di kitab ‘Fadoil A’mal’ alasan mereka, bahwa tidak ada yang mengetahui goib kecuali Allah azza wajalla. Oleh karena itu pertanyaanku adalah :

  1. Apakah diperbolehkan bagi seseorang karomahnya itu mengetahui apa yang akan terjadi pada masa depan?
  2. Apa ketentuan dalam karomah agar kita memungkinkan untuk mengetahuinya mana yang karomah dan mana yang bukan karomah?

Pertanyaan ini sangat penting sekali, kebanyakan orang menyangka kebanyakan sesuatu yang menyalahi (adat) itu termasuk karomah. Seperti salah seorang menyangka mengetahui bahwa bayi yang lahir akan menjadi orang sholeh. Atau pemberitahukan seseorang bahwa dia termasuk penduduk surga atau neraka. Atau mengetahui tempat atau waktu wafatnya seseorang dan semisal itu. Apakah kita layak untuk mempercayai karomah semacam ini ketika membacanya yang disebutkan dari Syeikhul Islam dan apa yang disebutkan dalam kitab ‘Fadoil A’mal’. Apalagi tidak jelas bagi kami kondisi orang yang mendapatkan karomah atau refrensi periwayatannya?

Teks Jawaban

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama:

Diantara (keyakinan) pokok ahlus sunah wal jamaah yang telah disepakati adalah beriman dengan karomah para wali.

Karomah adalah suatu yang menyalahi adat, dimana Allah berikan kepada wali (kekasih) untuk menguatkan, membantu dan menetapkan baginya atau menolong agama. Selesai dari ‘Majmu Fatawa wa Rasail Sykeh Ibnu Utsaimin, (8/626).

Maksudnya ini adalah bahwa Allah terkadang membuat sesuatu yang berbeda dengan kebiasaan diantara hamba yang sholeh. Karena ada keperluan hal itu. Seperti dalam kondisi terjepit, kemudian Allah hilangkan dengan sesuatu yang tidak biasa. Atau untuk menunjukkan dalil akan kebenaran agama Islam dan mengalahkan syubhat musuh-musuhnya. Karomah terkadang dengan ilmu yang belum pernah terjadi atau sudah terjadi akan tetapi tidak diketahui apa yang dikabarkan. Meskipun begitu, bukan berarti orang sholeh ini (wali) mempunyai ilmu goib. Akan tetapi ilmu dari Allah ta’ala, dimana Allah memberikan ilham kepadanya dengan mimpi yang benar atau ilham atau firasat keimanan. Diantara hal itu apa yang diriwayatkan Aisyah radhiallahu anha sesungguhnya Abu Bakar radhiallahu anhu memberitahukan kepadanya bahwa janin yang dikandungan istrinya adalah perempuan. Hal itu disebutkan orang yang mewarisinya untuk Aisyah waktu dipembaringan kematian. Seraya mengatakan, “Sesungguhnya keduanya adalah saudara laki-laki dan saudara perempuanmu. Maka bagilah sesuai dengan Kitab Allah. maka Aisyah mengatakan, “Wahai ayahandaku, sesungguhnya ia adalah Asma’ siapakah yang lainnya? Maka beliau mengatakan, “Ada dalam perut Binti Khorijah. Saya melihatnya wanita. HR. Malik di Muwato’, (2783).

Telah terjadi sebagaimana yang diberitahukannya sesuai dengan mimpi yang dilihatnya atau sesuatu diilhamkan Allah kepadanya dan masuk ke hatinya atau menyangka dengan persangkaan atas firasat keimanan yang benar. Telah ada dalam sebagian riwayat, “Telah merasuk dalam diriku’ dalam redaksi lain ‘Sesungguhnya saya menyangka ia adalah wanita.

Ibnu Abdul Bar mengatakan, “Sementara perkataan Abu Bakar dalam hadits Aisyah ini, Sesungguhnya ia berdua adalah saudara laki-laki dan saudara perempuanmu. Aisyah menanyakan kepadanya, “Sesungguhnya ia adalah Asma’, siapa yang lainnya? Maka Abu Bakar menjawab, “Sesungguhnya di perut anak perempuan saya melihatnya dia wanita.” Ini adalah keutamaan dari beliau radhiallahuanhu mempredeksikan dan tidak salah.” Selesai dari ‘Al-Istizkar, (22/298).

Zarqoni rahimallah mengatakan, “Ibnu Muzain mengatakan, sebagian ahli fikih kami mengatakan, “Itu adalah mimpi yang dilihat oleh Abu Bakar.” Selesai dari Syarkh Zarqoni ‘ala Muwato’ Imam Malik, (3/218).

Begitu juga apa yang terjadi pada Ibnu Taimiyah rahimahullah, bisa jadi hal itu karena mendapatkan ilham dari Allah. ada kemungkinan beliau mengatakannya dari pengambilan dari nash-nash syar’i. Kemungkinan kedua ini yang disebutkan Ibnu Katsir rahimahullah. Seraya beliau mengatakan, “Dahulu Syekh Taqiyudin Ibnu Taimiyah bersumpah untuk para pembesar dan (dihadapan) orang-orang ‘Sesungguhnya di (bumi) ini akan menang atas Tatar. Para pembesar mengatakan kepadanya,”Katakan insyaallah. Maka beliau mengatakan, “Insyaallah dengan penuh keyakinan bukan menggantungkan. Dimana beliau mentakwilkan dari kitabullah, diantaranya firman-Nya ta’ala:

( ذَلِكَ وَمَنْ عَاقَبَ بِمِثْلِ مَا عُوقِبَ بِهِ ثُمَّ بُغِيَ عَلَيْهِ لَيَنصُرَنَّهُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ ) الحج ( 60

“Demikianlah, dan barangsiapa membalas seimbang dengan penganiayaan yang pernah ia derita kemudian ia dianiaya (lagi), pasti Allah akan menolongnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pema’af lagi Maha Pengampun.” QS. Al-Hajj: 60.

Selesai dari ‘Bidayah Wan Nihayah, (18/23).

Disebutkan hal itu pengambilan dari Al-Qur’an Karim. Tidak ada sedikitpun mengaku ilmu goib. Akan tetapi dari pemahaman yang mendalam dan firasat yang jujur.

Kedua:

Bukan semua yang nampak menyalahi adat dari salah seorang hamba termasuk karomah dari Allah untuk hamba itu. Syetan-syetan terkadang membantu wali (kekasinya) dengan berbagai macam keajaiban dan keanehan. Maka karomah ada tandanya yang menunjukkannya diantara yang terpenting adalah:

  • Karomah dari Allah bukan dari prilaku seorang hamba. Maka Allah menjadikan berlainan dengan adat bagi orang yang dikehendaki dan kapanpun dikehendaki. Maka pemilik karomah tidak dapat mengaku dirinya yang membuat beda dengan adat. Kalau dia ingin dan kapanpun diinginkannya. Karena wali Allah yang benar itu menyakini dengan keyakinan pasti bahwa ciptaan dan urusan itu semua di tangan Allah Ta’ala saja. Sebagaimana yang telah diketahui semua orang Islam. Allah ta’ala berfirman:

( أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ ) الأعراف / 54

“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” QS. Al-A’raf: 54

Mereka meyakini bahwa ilmu goib itu khusus untuk Allah. tidak ada yang mengetahui goib melainkan Allah. ini tidak ada yang mampu seorangpun dari manusia sampai para Nabi alaihimus salam. Mereka tidak mengetahui goib kecuali apa yang Allah beritahukan kepadanya. Allah Ta’ala berfirman berbicara kepada Rasul-Nya:

( قُل لَّا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ ) الأعراف /188

“Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” QS. Al-A’raf: 188.

Silahkan melihat fatwa no. 101968.

Maka Allah sejak awal yang memulyakan orang sholeh dengan karomah. Atau orang sholeh ini berdoa kepada Allah ketika ada kebutuhannya. Oleh karena itu Allah kabulkan dan memberikan apa yang diminta. Sementara pelaku syetan, mereka menyangka bohong bahwa dia mampu mengetahui ilmu di dada. Apa yang akan terjadi besok. Membuat berbeda dengan kebiasaan yang ada. Kapan saja mereka inginkan. Sebagaimana kondisi sebagian orang yang mengaku sufi dari kelompok yang menyandarkan pada sihir dan guna-guna dan semisal itu.

  • Karomah tidak mungkin menyalahi hukum agama. Contoh seperti itu adalah orang yang mengaku dibawa ke Arofah pada hari Arafah dari tempat jauh sekejap mata sehingga dia wukuf dengan para jamaah haji kemudian pulang ke negaranya. Ini tidak termasuk karomah. Karena wukuf  yang disyareatkan di Arafah harus mengikuti jamaah haji dan terus memakai ihrom dari miqot dan komitmen dengan hukum-hukum ihram.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Diantara mereka ada yang diterbangkan dengan jin ke Mekkah atau Baitul Maqdis atau lainnya. Diantara mereka ada yang dibawa jin pagi Arafah. Kemudian dikembalikan pada malam harinya. Maka tidak termasuk haji yang syar’i. bahkan dia pergi dengan pakaiannya. Maka dia tidak berihrom searah dengan Miqot, tidak bertalbiyah, tidak wukuf di Muzdalifah, tidak towaf di Baitullah, tidak sai antara shofa dan marwah. Tidak melempar jumrah, bahkan dia wukuf di Arafah dengan pakainnya. Kemudian pulang waktu malam harinya. Ini tidak termasuk haji yang benar menurut kesepakat umat Islam. Hal ini seperti orang yang menghadiri jumah dan shalat tanpa wudu dan tidak menghadap kiblat.” Selesai dari ‘Al-Furqon Baina Auliyaur Rahman wa auliya’ Syaiton. Hal. 171.

Atau seperti orang yang tidak pernah shalat jamaah dan dia mengaku berkumpul dengan apa yang mereka namakan orang-orang goib dan menunaikan shalat berjamaah. Ini menyalahi agama. Karena orang muslim diperintahkan secara agama menghadiri shalat jamaah di masjid dan tidak boleh meninggallkannya kecuali ada uzur.

Ibnu Jauzi rahimahullah berkata, “Dari Ibrohim Khurosani dia berkata, “Suatu hari saya butuh wudu, ternyata saya mendapatkan buntalan ada perhiasan, siwak dari perak. Ujungnya lebih lembut dari sutera. Maka saya memakai siwak dan berwudu dengan air dan saya tinggalkan keduanya dan saya pergi. Saya berkata, “Dalam cerita ini ada orang yang tidak dipercaya periwayatannya. Kalau itu benar, menunjukkan sedikitkan ilmu orang ini. Kalau sekiranya dia memahami fiqh, dia akan mengetahui bahwa penggunaan siwak dari perak tidak diperbolehkan. Akan tetapi karena ilmunya sedikit, sehingga di pergunakan. Meskipun dia mengira itu adalah karomah. Maka Allah tidak memulyakan dengan apa yang menghalangi dalam penggunaan secara agama kecuali kalau nampak baginya untuk ujian.” Selesai dari ‘Talbis Iblis, hal 337.

Contoh seperti itu juga, siapa yang duduk memberitahukan kepada orang tentang suatu perkara, dimana dalam agama itu termasuk gibah (mengguncing) atau namimah (mengadu domba) dan semisal ini. Maka kabar-kabar semacam ini terjadi waktu tidur, firasat keimanan dimana Allah telah memberikan rezki kepadanya untuk diuji dengannya. Maka jangan diberitahukan dengannya. Karena seorang muslim diperintahkan untuk meninggalkan gibah dan namimah. Atau mungkin prilaku menyimpang dari godaan iblis. Karena diantara urusnnya adalah memecah belah jamaah umat islam.

  • Yang berlainan adat termasuk karomah kalau terjadi pada seseorang dikenal ketakwaan dan kebaikan. Karena karomah diberikan kepada orang mukmin kekasih (wali) Allah.  sementara kekasih Allah penampilan dasarnya adalah keimanan dan ketakwaan. Allah Ta’ala berfirman

( أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ ، الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ) يونس / 62 – 63

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” QS. Yunus: 62-63

Kalau dia tidak bertakwa dan menyalahi adat, maka tidak termasuk karomah. Bahkan itu termasuk istidroj (diulur-ulur) dari Allah untuknya. Ujian untuk hambaNya. Atau termasuk perbuatan kotor, sihir dan perbuatan syetan .

Ini Masih Dajjal nanti sebelum kiamat, menyalahi adat sebagai ujian dari Allah untuk hambaNya. Diantara kata-kata ma’tsur dari sebagian ulama salaf ‘Kalau kamu semua melihat dia terbang di angkasa, atau berjalan di atas air. Maka jangan tertipu dengannya sampai kamu melihat bagaimana kamu dapatkan dia dalam perintah dan larangan, menjaga batasan (agama) dan menunaikan syariat.

Inilah tanda-tanda utama karomah.

Ketiga:

Yang diminta dari karomah adalah membenarkan jenisnya. Maka kita membenarkan akan keberadaannya secara global. Sementara karomah kepada orang tertentu –atau pengakuannya karomah – kabar dari sebagian apa yang akan terjadi masa depan. Maka tidak wajib seorangpun untuk mempercayainya. Karena kita tidak memutuskan ia adalah karomah dan ilham dari Allah. ada kemungkinan ia Cuma sekedar perkiraan saja. Bisa benar dan salah. Ada kemungkinan ia dari syetan, terkadang menyelimuti kepada pelakunya, dia mengira dari Allah. ini pemilik ilham yang paling utama di umat ini Umar bin Khotab radhiallahu anhu. Terkadang dia menyangka banyak hal, kemudian dia kembali (dari persangkaannya) ketika jelas baginya hal itu tidak benar. Bahkan selayaknya pelakunya itu sendiri agar tidak memastikan hal itu adalah ilham dari Allah. terkadang masalahnya tidak seperti itu.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Sementara yang marak menyebar dikalangan orang yang jujur di umat ini, dimana umat sepakat menyanjungnya. Apakah disaksikan (karomah) akan hal itu? Dalam hal ini ada perbedaan diantara ahli sunah. Yang nampak adalah disaksikan (karomah) akan hal itu secara umum. Sementara untuk orang khusus, terkadang diketahui akibat kaum dengan apa yang Allah buka bagi mereka. Akan tetapi ini bukan termasuk harus dipercaya secara umum. Karena kebanyakan orang yang menyangka dia mendapatkan kasyf ini. Dari sekedar persangkaan yang tidak cukup kebenaran sedikitpun juga. Sementara pelaku mukasyafat (yang mengetahui sesuai yang tertutup) dan mukhotobat, terkadang benar dan terkadang salah. Seperti pakar melihat (permasalahan) dan mengambil dalil di tempat ijtihad. Oleh karena itu diwajibkan semuanya agar berpegang teguh dengan Kitab Allah dan sunah Rasul-Nya sallallahu alaihi wa sallam. Agar menimbang apa yang didapatkan, disaksikan, pendapat-pendapatnya dan akal fikirannya dengan Kitabullah dan sunah RasulNya. Tidak cukup hanya sekedar (persangkaan semata). Karena pemuka muhadditsin mukhotobin dan mulhimin di umat ini adalah Umar bin Khottob. Dahulu pernah terjadi banyak peristiwa, kemudian ditolak oleh Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam atau temannya maksudnya Abu Bakar as-Sidiq radhiallahu anhu. Yang mengikuti pengambilan darinya, dimana itu adalah yang paling sempurna dari muhadits yang diberitahukan dari hatinya dari Tuhannya. Oleh karena itu wajib bagi seluruh makhluk mengikuti Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam. Selesai dari ‘Majmu Fatawa, (11/65). Untuk mengetahui sikap ahli ilmu dari kitab ‘Fadoil A’mal’ silahkan merujuk fatwa no. 108084.

Wallahu a’lam

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android