Unduh
0 / 0

Apakah Ada Dalam Al-Qur’an Yang Menegaskan Bahwa Allah Itu Sempurna Tidak Ada Kekurangannya

Pertanyaan: 247961

Apakah ada di Al-Qur’an yang menegaskan bahwa Allah itu sempurna tidak ada kekurangannya? Kalau tidak didapatkan disana nash, apakah orang Islam mempercayai bahwa Allah itu sempurna tidak ada kekurangannya?

Ringkasan Jawaban

Kesimpulannya, bahwa kesempurnaan Allah Ta’ala telah ditunjukkan dalam Al-Qur’an dengan berbagai macam sisinya.

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama:

Umat Islam bersepakat (ijmak)
keyakinan bahwa Allah Ta’ala mempunyai sifat sangat sempurna. Dan Dia
terlepas dari semua kekurangan sedikitpun juga. Perkataan para ulama Islam
mutawatir mensifati Allah Ta’ala dengan kesempurnaan mutlak. Diantara hal
itu adalah perkataan SyaikhulIslam Ibnu Taimiyah rahimahullah ta’ala,
“Kesempurnaan merupakan ketetapan untuk Allah. Bahkan yang tetap untuk-Nya
puncak dari kesempurnaan yang menyeluruh. Dimana adanya kesempurnaan yang
tidak ada kekurangannya kecuali Dia yang tetap untuk Tuhan yang berhak untuk
Dirinya yang Maha suci. Penetapaan hal itu mengharuskan meniadaakan
kebalikannya. Sehingga menetapkan Maha Hidup mengharuskan meniadakan
kematian. Dan menetapkan ilmu mengharuskan meniadakan ketidak tahuan. Dan
menetapkan kemampuan mengharuskan meniadakn kelemahan. Bahwa kesempurnaan
ini tetap bagi-Nya dari sisi dalil akal dan dalil keyakinan. Disertai
dalil-dalil sam’I –maksudnya nash wahyu- akan hal itu.” (Majmu Fatawa,
6/71).

Beliau mengatakan, “Ijma’
telah ada bahwa Allah Ta’ala tidak disifati dengan selain sifat sempurna.”
Selesai dari ‘Bayan Talbis Jahmiyah, (2/330). Beliau menambahi, “Yang
memperjelas lagi masalah itu adalah bahwa orang Islam bersepakat
membersihkan Allah dari aib dan kekurangan. Bahwa Dia mempunyai sifak
sempurna. Akan tetapi terkadang masih diperselisihkan sebagain masalah.
Apakah kekurangan dalam penetapannya atau dalam peniadaannya akan metode
mengetahui akan hal itu.”  (Minhaj Sunah Nabawiyah, 2/563).

Beliau juga mengatakan, “Dan
diketahui bahwa telah ada ijmak tentang sucinya Allah dari sifat kurang
mencakup kesucian dari semua kekurangan dari sifat perbuatan (fi’liyah) dan
bukan perbuatan (non fi’liyah).” (Dar’u Ta’arud Aqli Wan Naql, 4/89).

Kemudian hal ini juga cakupan
dari pemikiran yang bagus, bagaimana seseorang beribadah kepada Tuhan dengan
tidak meyakini kesempurnaan secara mutlak. Atau berprasangka bahwa masih ada
kekurangan ke Dzat-Nya. Atau sedikit dari sifat-Nya?

SyaikhulIslam Ibnu Taimiyah
rahimahullah mengatakan, “Kekurangan itu ditiadakan secara akal sebagaimana
peniadaan secara sam’an (wahyu). Akal mengharuskan mensifati Subhana dengan
sifat sempurna. Dan kekurangan itu kebalikan dari sifat sempurna.” (Syarh
Asbahaniyah, no. 412).

Kemudian ia juga termasuk
cakupan dari fitrah yang lurus yang tidak rusak. Dan tidak berubah dari asal
penciptaannya. Sebagaimana Firman Allah ta’ala:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي
فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ
الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (سورة: الروم: 30)

“Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum: 30)

Syaikhul islam rahimahullah
mengatakan, “Penetapan dengan Pencipta dan kesempurnaan-Nya sesuai dengan
fitrah secara langsung bagi orang yang selamat fitrahnya. Disertai hal itu
dengan dalil-dalil yang banyak. Terkadang kebanyakan orang  membutuhkan
dalil ketika fitrahnya berubah dan kondisi yang menimpanya.” (Majmu Fatawa,
6/73).

Kedua:

Sebagaimana perkataan
Syaikhul Islam tadi, bahwa nash wahyu di antaranya ayat-ayat Qur’an telah
menunjukkan penetapaan kesempurnaan untuk Allah Ta’ala. Akan tetapi yang
harus diperhatikan pertama kali adalah bahwa makna dari kitab apa saja,
tidak hanya diambil sisi dhohir lafadnya bahkan diperhatikan juga cara lain.
Diantara cara yang disepakat orang-orang berakal pada setiap agama, bahwa
makna yang diambil juga dengan istiqro’ (pendalaman) dan dengan isyarat. Dan
dari kontek nash dan ruhnya dari dalil yang diakui dari lafad nash. Kalau
kita perhatikan hal ini, maka mungkin kita katakan bahwa sifat sempurna
meskipun tidak ada dengan lafad ini di Qur’an melainkan ayat-ayat Qur’an
telah menunjukkannya dari berbagai sisi. Yang terpenting dan yang paling
jelas adalah:

Sisi pertama: Dengan istiqro’
(pendalaman) nash Qur’an Karim kita dapatkan bahwa Allah ta’ala telah
mensifati diri-Nya dengan sifat sempurna. Dimana Allah Ta’ala telah memberi
nama pada diri-Nya dengan banyak sifat sempurna ini. Kemudian mensifati
nama-nama-Nya dengan indah. Dalam banyak ayat Qur’an. Diantaranya hal itu
firman Ta’ala:

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا
الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
(سورة الأعراف: 180)

“Hanya
milik Allah Asmaa-ul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut
asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari
kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan
terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf: 180)

Kalau Allah Ta’ala disifati
dengan sangat sempurna dalam keindahan. Hal ini mengharuskan meniadaakan
kebalikannya dari sifat kekurangan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah mengatakan, “Secara global (dalil) sam’i (wahyu) telah
menetapkan bagi-Nya nama-nama yang indah dan sifat yang sempurna yang ada.
Dan semua kebalikan itu, (dalil) sam’I (wahyu) meniadakannya. Sebagaimana
meniaadakan bagi-Nya kesamaan dan kesetaraan. Sesungguhnya penetapan sesuatu
itu meniadakan kebalikannya. Dan mengharuskan kebalikannya. Akal mengetahui
peniadaan hal itu. Sebagaimana diketahui penetapan kebalikannya. Sehingga
menetapkan salah satu kebalikannya itu meniadakan yang lainnya dan yang
melazimkannya. Maka metode ilmu (pengetahuan) meniadakan apa yang bersih
bagi Tuhan itu sangat luas.” (Majmu Fatawa, 3/84).

Oleh karena itu, Allah
mengiringi sifat ini dengan –Baginya Asmaul Husna (Nama-nama yang indah).
Dalam ayat lain dengan menetapkan bahwa Dia layak untuk disucikan, Allah
Ta’ala berfirman:

هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ
الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ. (سورة الحشر: 24)

“Dialah
Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai
Asmaaul Husna. Bertasbih kepadaNya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah
Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Hasr: 24)

Tasbih dalam bahasa adalah
mensucikan. Ibnu Atsir rahimahullah mengatakan, “Asal kata ‘Tasbih adalah
membersihkan, mensucikan, lepas dari kekurangan. Kemudian digunakan di
beberapa tempat yang mendekatkan (makna) lebih luas lagi.” (An-Nihayah Fi
Goribil Hadits, 2/331).

Kalau sifat Allah semuanya
sangat indah dan sangat sempurna yaitu Allah Subhanah disamping itu bersih
dari semua kekurangan. Ini sebagai dalil dari Qur’an yang jelas akan
kesempurnaan Allah Subhanahu wata’ala

Sisi kedua:

Telah ada dalam ayat Qur’an
yang banyak akan pengagungan Allah dan perintah akan hal itu. Tasbih dalam
bahasa seperti tadi adalah penyucian. Dan penyucian Allah Ta’ala mengandung
peniadaan semua kekurangan. Kalau meniadakan semua kekurangan Allah Ta’la
tidak tersisa dari sifat-Nya melainkan yang menunjukkan kesempurnaan. Karena
mencakup penyucian untuk kesempurnaan Allah Ta’ala. Banyak ayat yang
menyandingkan hamdillah (pujian kepada Allah) karena merasakan kesempurnaan
ini bahkan menjadi suatu keharusan-Nya. Sebagaimana firman Ta’ala:

سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ ،
وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
(سورة الصافات: 180 – 182)

“Maha
Suci Tuhanmu Yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan. Dan
kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan
seru sekalian alam.” (QS. As-Shofat: 180-182)

Ibnu Katsir rahimahullah
dalam menafsiri ayat ini mengatakan, “Allah Ta’ala membersihkan dirinya Yang
Mulia, mensucikan dan berlepas diri dari apa yang dikatakan orang-orang
dolim, pendusta dan melampai batas.

وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ 
maksudnya bagi-Nya seluruh pujian pertama dan terakhir pada setiap kondisi.
Ketika pensucian mengandung pembersihan dan berlepas dari kekurangan dengan
dalil yang bersesuaian. Menjadi suatu keharusan menetapkan kesempurnaan.
Sebagaimana pujian (Al-Hamdu) menunjukkan akan penetapan sifat sempurna
secara kesesuaian. Dan menjadi suatu keharusan meniadakan dari kekurangan.
Menyandingkan diantara keduanya (tasbih dan hamd) di tempat ini. Dan pada
banyak tempat di Al-Qur’an.” (Tafsir Ibnu Katsir, 7/46).

Sisi ketiga:

Ketika kita telah mengetahui
seperti tadi bahwa Allah mensucikan diri-Nya dari semua kekurangan, hal ini
mengharuskan darinya tidak disifati kecuali dengan apa yang layak dipuji
untuk-Nya. Maka Allah Ta’ala kabarkan  bahwa dalam sifat terpuji ini lebih
tinggi dari sifat makhluk. Tidak dapat diketahui seorangpun. Ini adalah
sangat sempurna. Maka Allah berfirman menjelaskan akan ketinggian dari
makhluk-Nya dzat dan sifatnya:

فَادْعُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ
الْكَافِرُونَ ، رَفِيعُ الدَّرَجَاتِ ذُو الْعَرْشِ (سورة غافر: 14 – 15)

“Maka
sembahlah Allah dengan memurnikan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang
kafir tidak menyukai(nya). (Dialah) Yang Maha Tinggi derajat-Nya, Yang
mempunyai ‘Arsy.” (QS. Ghafir. 14-15)

Allah berfirman:

وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ
أَهْوَنُ عَلَيْهِ وَلَهُ الْمَثَلُ الْأَعْلَى فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ  (سورة الروم:  27)

“Dan
Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan
(menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah
bagi-Nya. Dan bagi-Nyalah sifat yang Maha Tinggi di langit dan di bumi; dan
Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ar-Rum: 27).

Dan (Allah) meniadakan
persamaan dengan seorangpun dari makhluknya, seraya berfirman:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (سورة
الشورى: 11)

“Tidak
ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan
Melihat.” (QS. Asy-Syuro: 11)

Semuanya ini mengisyaratkan
sangat sempurna dalam sifat Allah Ta’ala

Sisi keempat:

Sesungguhnya Allah memberi
nama untuk diri-Nya dengan banyak nama, masing-masing menunjukkan keumuman
kesempurnaan-Nya Ta’aa dan berlepas dari semua kekurangan. Diantaranya
adalah:

1.Al-Quddus.
Allah Berfirman

(

يُسَبِّحُ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ
الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ )  الجمعة (1

“Senantiasa
bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.
Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Jumah:
1)

Ibnu Atsir rahimahullah
mengatakan tentang asma Allah Ta’ala ‘Al-Quddus’ adalah suci dan bersih dari
seluruh aib. Dan kata ‘Fa’ul’ termasuk bentuk mubalagoh (menunjukkan
kesempurnaan).” (An-Nihayah, 4/23).

2.As-Salam. Allah
Ta’ala berfirman:

(

هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ
الْقُدُّوسُ السَّلَام ( سورة الحشر: 23

“Dialah
Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha
Sejahtera.” (QS. Al-Hasyr: 23)

Ibnu Qoyim rahimahullah
berkata, “Ketika kata ‘As-Salam’ salah satu nama Tuhan Tabaroka wata’ala,
pada asalnya ia adalah isim masdar seperti kata ‘Kalam dan ‘Atho’. Maka
Tuhan Ta’ala lebih berhak dari selain-Nya. Karena kata ‘Salim’ adalah
selamat dari seluruh aib, kekurangan dan celaan. Karena bagi-Nya
kesempurnaan mutlak dari seluruh sisi. Dan kesempurnaan-Nya termasuk suatu
keharusan dari Dzat-Nya. Tiada lain kecuali itu. Kata ‘As-Salam’ mengandung
keselamatan perbuatan-Nya dari kesia-siaan, kedholiman dan menyalahi hikmah.
Dan keselamatan sifat-Nya dari penyerupaan sifat makhluk, selamat Dzat-Nya
dari semua kekurangan dan aib. Selamat nama-nama-Nya dari semua celaan. Maka
nama ‘As-Salam’ mengandung penetapan semua kesempurnaan bagi-Nya dan
mencabut semua kekurangan dari-Nya. Selesai dari ‘Ahkam Ahlu Dzimmah,
(1/413-414).

3.As-Somad. Allah
Ta’ala berfirman:

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ، اللَّهُ الصَّمَدُ  (سورة الإخلاص:
1 – 2)

“Katakanlah:
“Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya
segala sesuatu.” (QS. Al-Ikhlas: 1-2)

Diriwayatkan Tobari dalam tafsirnya, (24/736) dari Ibnu Abbas dalam
firman-Nya ‘As-Somad’ surat Al-Ikhlas: 2. Adalah Tuan yang telah sempurna
kekuasaan-Nya. Maha Mulia yang telah sempurna kemulyaan-Nya. Maha Agung yang
telah mencakup keagungan-Nya. Dan Maha Lembut yang telah sempurna
kelembutan-Nya. Maha Kaya yang telah sempurna kekayaan-Nya. Maha Perkasa
yang sempurna keperkasaan-Nya. Maha Mengetahui yang telah sempurna
keilmuan-Nya. Maha Bijaksana yang telah sempurna kebijaksanaan-Nya. Dia yang
telah sempurna semua bentuk kemulyaandan kekuasaan. Yaitu Allah subhanahu
dari siafat-sifat-Nya. Tidak layak kecuali untuk-Nya

Syekh Muhammad Amin Sinqithi
rahimahullah mengatakan, “Sebagian ulama mengatakan, “Kata As-Somad’ adalah
Tuan. Yang tergantung kepada-Nya ketika dalam kondisi kesulitan dan butuh.
Sebagian mengatakan, “Ia adalah Tuan yang sangat sempurna kekuasaan,
kemulyaan, keagungan, ilmu dan hikmah-Nya. Sebagian lagi mengatakan, “Kata
As-Somad adalah Dia tiada beranak
dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan
Dia. Sehingga (ayat) setelahnya ada penafsirannya. Sebagian mengatakan, “Dia
yang Tetap ada setelah hancur makhluk-Nya. Sebagian mengatakan,”Kata
‘As-Somad’ adalah tidak ada rongga, tidak makan makanan. Yang dikenal dalam
perkataan arab ketika penamaan as-somad adalah untuk tuan yang agung. Dan
kepada sesuatu musommat adalah yang tidak ada rongga. Ketika anda mengetahu
hal itu, maka Allah Ta’ala adalah Tuan Dia saja tempat kembali ketika dalam
kondisi sulit dan butuh. Dia Yang bersih dan suci dan tinggi dari sifat
makhluk. Seperti makan makanan dan semisalnya. Subhanahu wa ta’ala dari hal
itu (terlepas dari hal itu) yang sangat tinggi sekali. selesai dari ‘Adwaul
Bayan, (2/220-221).

4.Al-Hamid, Allah
Ta’ala berfirman:

يَاأَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ
وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ  (سورة فاطر: 15)

“Hai
manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha
Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (QS. Fatir: 15)

Al-Khattabi rahimahullah
mengatakan, “Kata ‘Al-Hamid’ adalah yang dipuji berhak mendapatkan pujian
dengan prilaku-Nya. Ia ikut wazan ‘Fa’iil’ dengan arti ‘Maf’uul’ Dia yang
dipuji dalam kondisi senang maupun susah. Kekurangan maupun kelapangan.
Karena Dia Maha Bijaksana, dalam prilaku-Nya tidak pernah salah. Dan tidak
pernah melakukan kesalahan. Dia yang dipuji dalam segala kondisi.” Selesai
dari ‘Sya’nu Doa, hal. 78.

Wallahu a’lam
.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android
at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android