0 / 0
21,03202/11/2018

Penyesalan: Rukun Taubat Yang Teragung

Pertanyaan: 247976

Saya sudah memutuskan untuk bertaubat, saya sudah meningglkan maksiat, saya juga sudah berazam untuk tidak mengulanginya lagi, hanya saja saya belum mendapatkan adanya rasa penyesalan di dalam hati, maka bagaimana cara mendapatkan rasa penyesalan ?, rasanya begitu sulit merealisasikannya; karena penyesalan bukan sebuah perbuatan dan bukan menjadi kemampuan seorang mukallaf; karena merupakan prilaku di luar kendali bukan perbuatan yang disengaja, maka masuk pada sisi mana penyesalan di dalam beban (syari’at) sementara ia bukan termasuk perbuatan seorang mukallaf juga tidak dalam kemampuannya ? dan apakah dengan saya berdoa kepada Allah, Dia akan memberikan rasa penyesalan di dalam hati saya ?

Teks Jawaban

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Syarat-syarat taubat yang benar:

  1. Mencabut diri dari dosa
  2. Menyesali apa yang telah lalu
  3. Berazam untuk tidak kembali kepadanya

Dan jika bertaubat itu berkaitan dengan kezhaliman kepada sesama, baik dalam harta, harga diri atau jiwa, maka anda perlu menambah syarat yang keempat: meminta kehalalan dari pemilik hak atau dengan memberikan haknya.

Baca juga untuk mengetahui hakekat taubat dan syarat-syaratnya jawaban soal nomor: 13990 dan soal nomor: 182767

Penyesalan adalah syarat yang utama atau ia menjadi rukun taubat yang paling besar, oleh karenanya Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

النَّدَمُ تَوْبَةٌ 

وصححه الألباني في "صحيح ابن ماجة" .

“Penyesalan adalah taubat”. (Dishahihkan oleh Albani di dalam Shahih Ibnu Majah)

Sehingga sebagian ulama berkata:

“Di dalam taubat cukup menghadirkan rasa penyesalan; karena dengannya bisa mencabut diri dari dosa dan berazam untuk tidak mengulanginya lagi, keduanya tumbuh dari penyesalan tidak ada hal yang pokok lainnya bersamanya”. (Fathul Baari: 13/471)

Al Qari –rahimahullah- berkata:

“Penyesalan merupakan bentuk taubat, di atasnya tertumpu rukun-rukun taubat lainnya; mencabut diri dari dosa dan berazam untuk tidak mengulanginya lagi, menyelesaikan hak-hak yang belum selesai sebisa mungkin, maksud dari penyesalan dari kemaksiatan adalah karena kemaksiatan itu sendiri bukan yang lainnya”. (Mirqatul Mafatih: 4/1637)

Makna “An Nadam” adalah kesedihan atau kesedihan yang sangat. Sebagaimana tertera di dalam Lisan Arab: 1/79, 6/4386, karena beliau menafsiri an nadam dengan Al Asaf (permaafan), lalu menafsiri Al Asaf dengan kesedihan atau kesedihan yang sangat.

Dan di dalam pandangan Al Qari di atas, beliau telah mentafsiri An Nadam dengan kesedihan karena telah melakukan maksiat karena ia merupakan maksiat bukan karena hal lain.

Makna dari hal tersebut adalah bahwa setiap orang yang sedih karena dia telah melakukan maksiat, maka ia sudah melakukan penyesalan yang dimaksud di dalam taubat.

Jika penyesalan tersebut jujur maka pelaku maksiat akan meninggalkan maksiat, dan berazam untuk tidak melakukannya lagi, dan dengan ini taubatnya akan sempurna syarat-syaratnya juga akan terpenuhi semuanya.

Atas dasar inilah maka, bagi setiap yang meninggalkan maksiat kepada Allah –ta’ala- -yaitu; karena takut dan taat kepada Allah serta benci untuk terjerumus di dalamnya dan bermaksiat kepada Rabb semesta alam, ia mencintai jika ia telah berlaku taat kepada Allah dari pada bermaksiat kepada-Nya, dan berazam untuk tidak mengulanginya, maka dia telah mendapatkan penyesalan itu, dan itulah yang akan membawanya untuk meninggalkan maksiat.

Al Ghozali –rahimahullah- berkata di dalam Ihya’ Ulumuddin (4/4):

“Ketahuilah bahwa taubat merupakan makna yang bertumpu dari tiga perkara secara urut: ilmu, keadaan dan perbuatan. Ilmu adalah yang pertama, keadaan adalah yang kedua, sedang perbuatan adalah yang ke tiga”.

Yang pertama mewajibkan yang kedua, dan yang kedua mewajibkan yang ketiga, menjawab aturan sunnatullah yang berlaku di dalam kerajaan dan kekuasaannya.

Adapun yang dimaksud ilmu adalah mengetahui akan besarnya bahayanya dosa, ia akan menjadi penghalang antara seoang hamba dengan semua yang dicintainya.

Jika seseorang mengetahui hal itu dengan pengetahuan yang benar dan dengan keyakinan yang mendominasi di dalam hati, maka dari ilmu itu akan menjelma manjadi rasa sakit di dalam hati karena merasa jauh dari yang dicintainya (Allah). Karena hati itu jika merasa jauh dengan yang dicintainya akan merasakan sakit, jika jauhnya itu disebabkan oleh perbuatannya maka ia akan menyayangkan perbuatannya tersebut. Perasaan sakit hati karena perbuatan tersebut sehingga menyebabkannya jauh dengan yang ia cintai ini disebut sebagai penyesalan.

Jika rasa sakit itu mendominasi pada hati maka ia akan menguasainya, maka dari rasa sakit itu akan muncul keadaan lain yang dinamakan dengan keinginan dan niat untuk mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan waktu saat ini, masa lalu dan masa yang akan datang.

Adapun yang berkaitan dengan waktu saat ini, yaitu; dengan meninggalkan dosa yang sedang ia lakukan.

Adapun yang berkaitan dengan masa yang akan datang, maka dengan azam untuk meninggalkan dosa yang menyebabkan ia jauh dari yang ia cintai dan akan berlanjut sampai akhir hayat.

Adapun yang berkaitan dengan masa lalu, maka dengan cara mengerjar yang ketinggalan dengan memperbaiki dan melunasi, jika masih mungkin untuk diperbaiki.

Ilmu, penyesalan dan niat yang berkaitan dengan meninggalkan sesuatu, pada masa sekarang, masa yang akan datang, dan mengejar ketertinggalan pada masa lalu adalah tiga makna yang bisa dihasilkan secara berurutan, maka secara global dinamakan dengan taubat.

Nama taubat banyak yang ditujukan kepada makna penyesalan saja, dan menjadikan ilmu sebagai masa lalu dan masa yang akan datang, sementara meninggalkan sama dengan buah dan pengikut terakhir. Dengan gambaran seperti ini maka Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

الندم توبة

“Penyesalan itu adalah taubat”.

Karena penyesalan itu tidak terlepas dari ilmu yang mewajibkannya dan membuahkan hasil. Dan dari azam yang mengikutinya dan membacanya. Maka penyesalan menjadi sempit pada kedua sisinya, yaitu; buah dan hasilnya.

Beliau (Imam Ghozali) juga berkata (3/144):

“Rasa takut jika disebabkan oleh prilaku sebelumnya maka akan mewariskan penyesalan, penyesalan itu akan mewariskan azam, Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

الندم توبة

“Penyesalan adalah taubat”.

Dengan ini menjadi jelas bahwa anda meninggalkan maksiat dan tekad anda untuk tidak kembali lagi kepadanya, menjadi bukti akan terjadinya penyesalan di dalam hatimu.

Maka jangan dihiraukan was-was yang berasal dari syetan ini yang ingin tetap menjadikan anda ragu bahwa anda belum bertaubat, atau taubat dianggap mustahil, atau anda tidak akan mampu melakukannya, maka hal itu akan menjerumuskan anda pada kegelisahan dan putus asa dan anda mengira bahwa pintu taubat telah tertutup di hadapan anda.

Semoga Allah senantiasa melindungi kita semua dari syetan yang terkutuk dan memberikan taufik kepada kita semua untuk bertaubat dengan taubatan nasuha.

Wallahu A’lam

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android