Saya telah membaca di dalam website ada jawaban dari soal-soal yang berkaitan dengan surat-surat yang mansukh dari Al Qur’an, saya sebutkan secara khsusus adalah surat At Turaab, anda telah menyebutkan hadits-hadits yang bermacam-macam, anda katakana: “Bahwa benar ada ayat-ayat mansukh, yang memicu pertanyaan saya yaitu matan yang ada perbedaan, maka bagaimana hadits-hadits tersebut shahih, sementara ia menyebutkan perbedaan matan surat-suratnya ?
Penyebab Perbedaan Sebagian Redaksi Ayat-ayat Yang Mansukh
Pertanyaan: 290374
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Di antara ayat yang dimansukh bacaannya adalah ayat berikut ini:
لَوْ كَانَ لِابْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لَابْتَغَى وَادِيًا ثَالِثًا، وَلَا يَمْلَأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ
“Kalau saja bagi anak Adam dua lembah dari harta maka ia akan mengharap lembah yang ketiga, dan tidak akan mengisi perut anak Adam kecuali tanah”.
Hal itu sesuai dengan riwayat Muslim: 1050 dari Abu Musa Al ‘Asy’ari berkata:
إِنَّا كُنَّا نَقْرَأُ سُورَةً كُنَّا نُشَبِّهُهَا فِي الطُّولِ وَالشِّدَّةِ بِبَرَاءَةَ فَأُنْسِيتُهَا غَيْرَ أَنِّي قَدْ حَفِظْتُ مِنْهَا : لَوْ كَانَ لِابْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لَابْتَغَى وَادِيًا ثَالِثًا ، وَلَا يَمْلَأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ
“Sungguh kami pernah membaca satu surat, kami dulu menyerupakan panjang dan kokohnya dengan surat Bara’ah, lalu saya melupakannya hanya saja sungguh saya hafal sebagiannya: “Kalau saja bagi anak Adam ada dua lembah harta, maka ia akan mengharap lembah yang ketiga, dan tidak akan ada yang bisa memenuhi perut anak Adam kecuali tanah”.
Dan telah dijelaskan sebelumnya pada jawaban nomor: 176972
Ibnu Hazm –rahimahullah- berkata pada penjelasan tentang macam-macam yang dimansukh:
“Di (mansukh) hapusnya teks dan hukumnya.
Dari Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu- berkata:
كنا نقرأ سورة تعدل سورة التوبة؛ ما أحفظ منها إلا هذه الآية: (لو كان لابن آدم واديان من ذهب لابتغى إليهما ثالثا ، ولو أن له ثالثا لابتغى إليه رابعا ، ولا يملأ جوف ابن آدم إلا التراب ، ويتوب الله على من تاب) انتهى من "الناسخ والمنسوخ" لابن حزم، ص9 .
“Sungguh kami pernah membaca surat yang menyerupai surat At Taubah, saya tidak hafal kecuali ayat berikut ini: “Kalau saja bagi anak Adam ada dua lembah harta, maka ia akan mengharap lembah yang ketiga, dan tidak akan ada yang bisa memenuhi perut anak Adam kecuali tanah, dan Allah akan mengampuni orang yang bertaubat”. (An Nasikh wal Mansukh karya: Ibnu Hazm: 9)
Sepertinya yang menjadi perbedaan redaksi kalimat yang telah diceritakan pada ayat ini bahwa pada saat dimansukh dan tidak termasuk bagian dari Al Qur’an lagi, para perawi agak meremehkan redaksinya, dan mereka tidak menghafalnya seperti menghafal Al Qur’an, atau seperti menghafalkan hadits-hadits Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang mereka ingin menyampaikannya kepada generasi selanjutnya, tidakkah anda melihat Abu Musa Al Asy’ari –radhiyallahu ‘anhu- berkata:
َإِنَّا كُنَّا نَقْرَأُ سُورَةً، كُنَّا نُشَبِّهُهَا فِي الطُّولِ وَالشِّدَّةِ بِبَرَاءَةَ فَأُنْسِيتُهَا…
“Sungguh kami telah membaca sebuah surat, dahulu kami menyerupakannya dalam panjang dan kerasnya seperti surat Al Bara’ah lalu saya melupakannya….”.
Para sahabat obsesi mereka tinggi untuk menghafal apa yang telah ditetapkan, untuk menyampaikannya kepada masyarakat, adapun yang mansukh maka perhatian mereka tidaklah banyak, mereka mencukupkan diri dengan orang yang meriwayatkan tentang mereka untuk meriwayatkannya secara global atau meriwayatkannya secara makna (kandungannya saja), atau dengan meremehkan hafalan pada sebagian redaksianya, apalagi kalau (ayat tersebut) mansukh hukum dan bacaannya, kalau saja hukumnya tetap maka mereka akan tetap menaruh perhatian kepadanya untuk mempraktekkannya.
Al Qadhi ‘Iyyadh –rahimahullah- berkata:
“Kemudian fikirkanlah apa yang disebutkan oleh para sahabat dari apa yang telah dimansukh, mereka membawakannya secara kandungan saja dan sebagian redaksi, bukan sebagai teks sebagai mukjizat”.
Susunan kalimat Al Qur’an menjadi saksi dengan apa yang telah mereka sebutkan tadi, dan jauhnya dari redaksi Al Qur’an dan balaghahnya”. (Ikmal Al Mu’allim bi Fawaid Al Muslim: 3/585)
Dan bisa juga bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- beliau menyampaikan kandungan makna tersebut, pada banyak kesempatan dengan redaksi yang berbeda-beda, bahwa ia sebagai hadits nabawi, lalu redaksi tersebut bercampur dengan redaksi ayat yang dimansukh, seperti yang telah disebutkan sebelumnya juga bahwa para sahabat –radhiyallahu ‘anhum- mereka tidak terlalu perhatian untuk menghafal redaksi ayat yang dimansukh, dan karenanya Anas berkata:
فَلَا أَدْرِي أَشَيْءٌ أُنْزِلَ، أَمْ شَيْءٌ كَانَ يَقُولُهُ
رواه مسلم (1048(
“Maka saya tidak tahu, apakah sesuatu telah diturunkan atau sesuatu pernah beliau mengucapkannya”. (HR. Muslim: 1048)
Wallahu A’lam
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam