Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Pertama:
Ketetapan nash syar’i menyatakan bahwa istighfar adalah sarana meraih kehidupan yang baik di dunia, dan sarana memperoleh karunia rizki berupa harta dan anak keturunan, dan sarana agar diturunkan hujan.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا اللَّهَ إِنَّنِي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ * وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ
(Katakanlah Nabi Muhammad,) “Janganlah kamu menyembah (sesuatu), kecuali Allah. Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira dari-Nya untukmu. Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu kemudian bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia akan memberi kesenangan yang baik kepadamu (di dunia) sampai waktu yang telah ditentukan (kematian) dan memberikan pahala-Nya (di akhirat) kepada setiap orang yang beramal saleh. Jika kamu berpaling, sesungguhnya aku takut kamu (akan) ditimpa azab pada hari yang besar (kiamat). QS. Hud /2-3.
Ahli tafsir Syekh Muhammad Al-Amin Ash-Shinqiti rahimahullah berkata:
“Ayat-ayat yang mulia ini menjelaskan bahwa istighfar memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya dari segala dosa adalah alasan agar Allah ta’ala memberikan (kepada yang melakukanya) kenikmatan yang baik dalam jangka waktu tertentu, karena Dia telah mengaturnya sedemikian rupa dengan pengaturan bahwa pahala diberikan jika terpenuhi syaratnya yaitu istighfar dan taubat.”
Nampaknya yang dimaksud dengan kenikmatan yang baik disini adalah kelapangan rizki, kehidupan yang nyaman, kesejahteraan di dunia, dan yang dimaksud dengan jangka waktu tertentu disini adalah kematian, dan sebagai dalilnya adalah firman Allah ta’ala dalam surah yang mulia ini kepada Nabi-Nya Hud alaihi as-salam dan kepada Nabi Kita shallallahu ‘alaihi wasallam:
وَيَاقَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ
“Wahai kaumku, mohonlah ampunan kepada Tuhanmu kemudian bertobatlah kepada-Nya! Niscaya Dia akan menurunkan untukmu hujan yang sangat deras, menambahkan kekuatan melebihi kekuatanmu,” QS. Hud /52.
Dan firman-Nya kepada Nuh:
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا * يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا * وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
“Lalu, aku berkata (kepada mereka), “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun. (Jika kamu memohon ampun,) niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu, memperbanyak harta dan anak-anakmu, serta mengadakan kebun-kebun dan sungai-sungai untukmu.”, QS. Nuh /10-12.
Dan firman-Nya :
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً
“Siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia seorang mukmin, sungguh, Kami pasti akan berikan kepadanya kehidupan yang baik” QS. An-Nahl /97.
Dan firman-Nya:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
“Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi.” QS. Al-A’raf /96.
Dan firman-Nya:
وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ
“Seandainya mereka menegakkan (hukum) Taurat, Injil, dan (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhan mereka, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka.” QS. Al-Maidah /66.
Dan firman-Nya:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya. dan menganugerahkan kepadanya rezeki dari arah yang tidak dia duga.” QS. At-Talaq /2-3.
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang sejenis.” (Adwa’ Al-Bayan 3/11-12).
Kedua:
Jika seseorang yang selalu beristighfar belum juga dikaruniai anak keturunan, dan hujanpun belum juga diturunkan, maka tidaklah tepat ia berprasangka buruk terhadap Tuhannya yang Maha tinggi, namun sebaliknya, ia harus mengembalikan kepada dirinya (introspeksi diri) dan berprasangka buruk terhadapnya, boleh jadi ia beristighfar tidak dengan sepenuh hati dan tidak khusyu’, bahkan hanya sebatas ucapan dibibir saja, hal yang demikian itulah yang menjadi penyebab di tolaknya istighfar.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ * وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.” QS. Al-A’raf /55-56.
Dari Abi Hurairah berkata: Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam bersabda:
ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ، وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ
"Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai." Diriwayatkan oleh Tirmidzi (3479), dan digolongkan hasan oleh syeikh Al-Albani dalam “sahih targhib wa at-tarhib” (2/286).
Atau boleh jadi ia telah banyak melakukan perbuatan dosa yang ia tidak menyadarinya, dan ia belum bertaubat dari dosa-dosanya dan belum beristighfar memohon ampunan dari-Nya.
Termasuk bagian dari akidah seorang muslim adalah keyakinan bahwa Allah ta’ala Maha sempurna dalam keadilan-Nya, sehingga Dia tidak berbuat lalim kepada kebaikan hamba-Nya walapun hanya sebesar biji dzarah, dan Dia Maha sempurna dalam hikmah-Nya, oleh karena itu hendaknya orang yang beristighfar selalu barbaik sangka kepada Tuhannya dan tidak mengabaikan hikmah-Nya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
“(Allah) tidak ditanya tentang apa yang Dia kerjakan, tetapi merekalah yang akan ditanya.” QS. Al-Anbiya /23.
Syaikul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
Dan Dia yang Maha suci adalah Sang Pencipta segala sesuatu dan Dia adalah Rabb dan Penguasa, dan dalam setiap penciptaan-Nya ada hikmah yang besar, nikmat yang luas, dan rahmat yang meliputi segala yang umum dan khusus, dan Dia tidak ditanyai tentang apa yang Dia kerjakan, tetapi merekalah yang akan ditanya, bukan semata-mata karena keperkasaan dan kekuasaan-Nya, tetapi karena kesempurnaan sifat ilmu-Nya, keperkasaan-Nya, rahmat-Nya, dan hikmah-Nya.” (Majmu` Al-Fatawa 8/79).
Karena boleh jadi ditundanya karunia anak keturunan atau nikmat hujan adalah lebih baik baginya saat itu, dan boleh jadi justru kebaikan untuknya adalah dengan dihalanginya dari sebagian kenikmatan dunia.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
“Yang bertentangan dengan ridha (terhadap ketetapan Allah) adalah mendesak agar Dia melakukan sesuatu, meyakini bahwa Dia akan memberikan kepadamu apa yang kamu minta dan inginkan, padahal kamu tidak tahu apakah itu diridhai-Nya atau tidak. Hal ini seperti seseorang yang bersikeras bahwa Tuhannya harus memberinya kedudukan ini dan itu, atau menjadikan dia kaya, atau memenuhi segala kebutuhannya. Hal ini bertentangan dengan keridhaan terhadap ketetapan-Nya, karena dia tidak dapat meyakini bahwa ada keridhaan Allah dalam hal itu.” (Madarij As-Salikin 3/2033).
Ibnu al-Jauzi rahimahullah berkata:
“Orang yang berakal hendaknya bisa menerima keterbalikan tujuan, jika ia berdo’a dan meminta agar doanya dikabulkan, maka sesungguhnya ia sedang beribadah kepada Allah dengan berdo’a, jika diberikan apa yang diharapkannya maka hendaknya dia bersyukur, namun jika belum dikabulkan apa yang menjadi keinginannya maka hendaknya ia tidak memaksakan supaya diterima, karena dunia ini bukanlah tujuan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, dia hendaknya berkata pada dirinya sendiri:
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu” QS. Al-Baqarah /216. (Sayd Al-Khatir hal. 625-626).
Semua do’a muslim adalah baik, jika do’anya belum dikabulkan di dunia, hal itu (belum dikabulkannya doa) boleh jadi ia sedang di hindarkan dari sesuatu yang buruk yang ia tidak ketahui, atau boleh jadi itu akan menjadi tabungan kebaikannya di hari kiamat, maka ia akan selalu memuji Allah dengan mengucapkan alhamdulillah dalam segala hal.
Dari 'Ubadah bin Ash Shamit berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَا عَلَى الأَرْضِ مُسْلِمٌ يَدْعُو اللَّهَ بِدَعْوَةٍ إِلَّا آتَاهُ اللَّهُ إِيَّاهَا ، أَوْ صَرَفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ، مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِم. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ القَوْمِ: إِذًا نُكْثِرُ، قَال: اللَّهُ أَكْثَرُ. رواه الترمذي (3573) وقال: وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الوَجْهِ
"Tidaklah seorang muslim di atas muka bumi berdoa kepada Allah dengan sebuah doa melainkan Allah akan memberikan kepadanya, atau memalingkan keburukan darinya seperti doanya, selama ia tidak berdoa untuk melakukan perbuatan dosa atau memutuskan hubungan kekerabatan." Kemudian terdapat seorang laki-laki dari orang-orang berkata; jika demikian kita perbanyak doa. Beliau berkata: "Allah lebih banyak pemberiannya. Diriwayatkan oleh Tirmidzi (3573), yang mengatakan: “Ini adalah hadis hasan shahih gharib dari dari satu sisi.
Dari Abi sa’id, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ، وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ، إِلَّا أَعْطَاهُ اللهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ: إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ، وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ، وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا. قَالُوا: إِذًا نُكْثِرُ، قَالَ: (اللهُ أَكْثَرُ) رواه الإمام أحمد في المسند" (17 / 213)، وقال الشيخ الألباني "حسن صحيح" كما في "صحيح الترغيب والترهيب" (2 / 278
“tidaklah seorang muslim berdo’a dengan do’a yang tidak untuk keburukan dan tidak untuk memutuskan tali kekeluargaan, kecuali Allah akan memberinya tiga kemungkinan; doanya akan segera dibalas, doanya akan ditunda sampai di akhirat, atau ia akan dijauhkan dari keburukan yang semisal, para sahabat bertanya “jika demikian kita minta yang lebih banyak” beliau bersabda: “Allah memiliki lebih banyak” diriwayatkan oleh imam Ahmad didalam “al-musnad” (17/213), syaikh Al-Albani berkata “hasan sahih” sebagaimana di dalam “sahih targhib wa at-tarhib” (2/278).
Untuk jawaban lebih lanjut, bisa lihat jawaban soal no (229456 ).
Wallahu a’lam.