Unduh
0 / 0
567727/11/2006

Umrah Di Bulan Haji Kemudian Kembali Ke Negerinya, Apakah Dia Dianggap Tamattu?

Pertanyaan: 40356

Mohon penjelasannya tentang umrah yang dilakukan di musim haji, sementara dia niat haji pada tahun tersebut. Apakah ketika kami kembali (ke Mekah) untuk haji, kami harus haji Tamattu dan kami wajib menyembelih hadyu atau tidak?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Orang yang melaksanakan haji Tamattu adalah orang yang
melakukan umrah di bulan haji, lalu setelah selesai, dia ihram untuk haji
pada tahun tersebut.

Di antara syarat Tamattu adalah tidak safar dari Mekah ke
negerinya setelah dia selesai umrah. Jika dia pulang ke negerinya, kemudian
kembai untuk melaksanakan haji Ifrad, maka dia diaggap melaksanakan haji
ifrad. Tidak dianggap haji tamattu dan tidak diwajibkan hadyu baginya.
Karena dia memulai haji dari perjalanan yang baru. Jika dia hendak
menunaikan haji Tamattu, maka dia ihram untuk umrah lagi dari miqat dalam
perjalanan yang kedua untuk menunaikan haji.

Adapun jika dia safar dari Mekah setelah melakukan umrah ke
selain negerinya, misalnya dia safar ke Jedah, kemudian kembali lagi ke
Mekah dan ihram untuk haji, maka dia tetap dianggap tamattu. Safarnya ke
Jedah tidak membatalkan tamattu’nya. Karena dia tidak safar  ke tengah
keluarganya.

Syekh Bin Baz ditanya tentang seorang yang menunaikan umrah
di bulan Syawal, lalu kembali ke tengah keluarganya, kemudian dia kembali ke
Mekah dengan niat haji Ifrad, apakah dia dianggap tamattu dan wajib baginya
hadyu.

Maka dia menjawab,

Jika seseorang menunaikan umrah di bulan Syawal, kemudian
kembali ke tengah keluarganya, lalu dia datang lagi dengan niat haji Ifrad,
maka menurut pendapat jumhur ulama, dia tidak dianggap Tamattu dan tidak
wajib hadyu baginya. Karena dia telah pulang ke tengah keluarganya, kemudian
kembali lagi untuk menunaikan haji Ifrad. Inilah yang diriwayatkan dari Umar
dan puteranya radhiallahu anhuma. Dan inilah pendapat jumhur. Adapun yang
diriwayatkan dari Ibnu Abbas adalah bahwa dia dianggap melakukan haji
Tamattu dan dia diwajibkan membayar hadyu.
Karena dia telah menggabungkan antara haji dan umrah di bulan
haji pada tahun yang sama. Adapun jumhur berpendapat bahwa standarnya adlaah
jika dia telah pulang ke tengah keluarganya. Sedangkan yang lainnya
berpendapat bahwa standarnya adalah jika dia melakukan safar dengan jarak
yang membolehkannya qashar shalat, kemudian kembali dengan niat haji ifrad,
maka dia tidak dianggap tamattu, dan tidak diwajibkan dam baginya. Adapun
yang datang untuk melaksanakan haji, lalu dia menunaikan umrah dahulu,
setelah itu menetap di Jedah atau Thaif dan daerah itu bukan kediaman
keluarganya, kemudian dia kembali lagi dengan niat ihram untuk haji, maka
dia dianggap tamattu. Keluarnya dari Mekah ke Thaif atau Jedah atau Madinah,
tidak mengeluarkannya dari status haji Tamattu, karena dia telah datang
untuk melakukan keduanya, dia hanya ke Jedah dan Thaif karena ada keperluan.
Demikian pula bagi yang safar ke Madinah untuk berziarah. Semua itu tidak
mengeluarkannya dari status Tamattu menurut pendapat yang lebih kuat, maka
dia diwajibkan membayar hadyu tamattu. Kemudian dia harus sai untuk haji
sebagaimana sai yang dilakukan untuk umrah.  (Majmu Fatawa, Syekh Bin Baz,
17/96)

Syekh Bin Baz jugg berkata dalam
fatwanya, 17/98,

“Jika dia kembali lagi dan ihram untuk
umrah, maksudnya dalam safar kedua, lalu tahallul darinya, kemudian menetap
hingga pelaksanaan haji, maka dia dianggap tamattu dan umrah pertamanya
tidak dianggap sebagai tamattu menurut jumhur ulama. Akan tetapi dia
dianggap tamattu dengan umrah terakhir yang dia tunaikan kemudian dia
menetap di Mekah hingga pelaksanaan haji.

Syekh Ibnu Utsaimin berkata,

Jika orang yang melaksanakan haji Tamattu kembali ke
negerinya, kemudian dia melakukan safar lagi untuk haji dari negerinya, maka
dia dianggap ifrad. Hal tersebut karena dia sudah dianggap terputus antara
umrah dan hajinya dengan kepulangannya ke tengah keluarganya. Ketika dia
memulai safar lagi, artinya dia memulai safar yang baru untuk haji, dan
ketika itu hajinya dianggap sebagai haji ifrad. Maka tidak wajib baginya
menyembelih hadyu tamattu. Akan tetapi jika dia lakukan hal itu sebagai
hilah (cara menghindar) dari hadyu, maka dia tidak gugur. Karena hilah untuk
menggugurkan kewajiban tidak menggugurkannya. Sebagaimana umumnya hilah
untuk melakukan perkara haram, tidak berarti membuatnya halal.” (Fatawa
Arkanul Islam, hal. 524)

Wallahu’alam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android
at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android