Di luar negeri, kami kalangan kaum muslimin menghadapi fenomena interaksi bahasa. Di mana kami terpaksa berbicara dengan bahasa orang-orang kafir di negeri barat, dengan atau tanpa kami sadari. Yakni untuk beradaptasi dengan orang-orang sekitar, juga karena pengaruh lingkungan di mana kami hidup. Bagaimana sikap Islam terhadap perkara ini? Bagaimana kami dapat mengatasi persoalan ini?
Fenomena Interaksi Bahasa Di Kalangan Kaum Muslim Di Luar Negeri
Pertanyaan: 4839
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Al-Hamdulillah. Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim Ibnu Taimiyyah -Rahimahullah– pernah menuturkan sehubungan dengan fenomena ini, dengan menjelaskan bahayanya dan sikap Islam terhadap persoalan tersebut; dalam ucapannya yang kuat dan bermakna beliau menuturkan:
“Adapun membiasakan diri berbicara dengan bahasa non Arab padahal bahasa Arab adalam lambang Islam dan bahasa Al-Qur’an sehingga akhirnya menjadi kebiasaan satu negeri dan para penduduknya; menjadi bahasa antara sesama teman, dengan orang-orang pasar (para pekerja), para pemimpin (eksekutif), anggota Legislatif dan Ahli Fikih, jelas itu tidak baik. Itu termasuk menyerupai orang non Arab, dan itu dilarang sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Oleh sebab itu, kalangan muslim terdahulu, ketika mereka menempati negeri Syam (syiria) yang bahasa penduduknya kala itu adalah bahasa Romawi, dan tanah Iraq serta Khurasan yang bahasanya pada waktu itu adalah bahasa Persia, serta para penduduk Maroko yang bahasanya kala itu adalah bahasa Barbar, mereka sengaja membiasakan para penduduknya dengan bahasa Arab, sehingga menjadi bahasa mayoritas penduduknya muslim maupun kafir. Demikian juga halnya dengan Khurasan dahulu. Namun kemudian mereka menyepelekan bahasa Arab, kembali mereka membiasakan diri berbicara dengan bahasa Persia, sehingga akhirnya mereka terkuasai bahasa tersebut, dan bahasa Arab-pun tertinggalkan di sebagian besar masyarakat mereka. Jelas bahwa hal itu terlarang.
Jadi yang terbaik adalah membiasakan diri berbicara dengan bahasa Arab sehingga anak-anak kecilpun ikut menangkap bahasa tersebut di rumah-rumah dan di sekolah-sekolah. Dengan demikian akan tampaklah syiar Islam dan kaum muslimin. Hal itu juga akan lebih memudahkan kaum muslimin untuk memahami Kitabullah dan Sunnah Rasul serta ucapan para ulama As-Salaf. Lain halnya dengan orang yang terbiasa dengan satu bahasa, lalu berusaha beralih dari bahasa menuju bahasa yang lain, tentu akan sulit baginya.
Harus diketahui bahwa kebiasaan menggunakan satu bahasa akan mempengaruhi akal, akhlak dan agama dengan demikian kuat dan jelas sekali. Kebiasaan menggunakan bahasa Arab itu juga berpengaruh untuk meniru generasi awal umat ini dari kalangan para Sahabat, Tabi’ien dan generasi sesudah mereka. Meniru mereka, berarti juga akan menambah kemampuan akal, agama dan akhlak.
Di samping itu, bahasa Arab itu sendiri adalah bagian dari agama Islam. Mengenal bahasa Arab adalah wajib. Karena memahami Kitabullah dan Sunnah Rasulullah hanya bisa dilakukan dengan memahami bahasa Arab. Sementara satu hal yang menjadi penentu terlaksananya satu kewajiban hukumnya juga wajib adanya. Kemudian di antara yang wajib itu ada yang wajib bagi setiap muslim, dan ada juga yang wajib kifayah.
Demikian juga hal senada diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Syaibah: Isa bin Yunus telah menceritakan sebuah riwayat kepada kami. Ia berkata: dari Tsaur, dari Umar bin Yazid diriwayatkan bahwa Umar pernah menulis surat kepada Abu Musa Al-Asy’ari Radhiallahu ‘anhu yang isinya:
“Amma ba’du: dalamilah ajaran sunnah dan dalamilah bahasa Arab. Pahami Al-Qur’an itu dengan bahasa Arab, karena ia berbahasa Arab.”
Dalam hadits lain dari Umar Radhiallahu ‘anhu bahwa beliau berkata:
“Pelajarilah bahasa Arab, sesungguhnya ia bagian dari agama kalian. Pelajarilah ilmu faraidh, sesungguhnya ia bagian dari agama kalian.”
Yang diperintahkan oleh Umar Radhiallahu ‘anhu itu adalah pemahaman bahasa Arab dan pemahaman syariat. Keduanya adalah gabungan dari segala yan dibutuhkan dalam Islam. Karena agama itu mengandung pemahaman ucapan dan perbuatan. Memahami bahasa Arab merupakan jalan untuk memahami sisi pehamaham bahasa dalam Islam. Sementara pemahaman tentang sunnah merupakan jalan untuk memahami sisi pemahaman amal perbuatannya.” Lihat iqtidha-ush Shirathil Mustaqiem II : 207.
Maka sebagai tambahan dari ulasan di atas, kami menasihatkan beberapa hal berikut:
- Hendaknya kaum muslimin bersungguh-sungguh melatih diri sendiri, keluarga dan anak-anak mereka untuk berbicara dalam bahasa Arab, di rumah-rumah mereka, di sekolah-sekolah dan masyarakat mereka. Hendaknya kedua orang tua menjadi suri tauladan bagi anak-anak mereka di dalam rumah.
- Sebisa mungkin memasukkan anak-anak ke dalam sekolah-sekolah dan akademi berbahasa Arab, sebisa mungkin.
- Hendaknya para keluarga muslim itu hidup di kelompok penduduk tersendiri, yang tetangga dan lingkungan kecilnya berbahasa Arab.
- Berupaya keras mengadakan pendidikan-pendidikan bahasa Arab dan mencari pahala serta mendekatkan diri kepada Allah dengan cara itu. Demikian juga terus berusaha mendengarkan pengajaran bahasa Arab melalui buku-buku, kaset-kaset dan berbagai sarana bahasa Arab moderen.
- Secara terus-menerus mendengarkan kaset Al-Qur’an dan keset-kaset pelajaran serta ceramah dalam bahasa Arab. Hanya Allah yang berkuasa memberikan taufik. Semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Refrensi:
Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid