Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Allah telah menjelaskan tentang surga di dalam kitab-Nya yang mulia dan apa-apa yang dijanjikan di dalamnya. Diapun telah menerangkan tentang keadaan surga dan para penghuninya di beberapa ayat dalam Al-Qur’an. Di antaranya:
“Di dalamnya ada mata air yang mengalir. Di dalamnya ada tahta-tahta yang ditinggikan. Dan gelas-gelas yang diletakkan. Dan bantal-bantal sandaran yang disusun. Dan permadani-permadani yang dihamparkan.” (Q.S. Al-Ghasyiyah: 12-16)
“Dan bagi orang yang takut ketika bertemu dengan Rabbnya ada dua surga. Maka nikmat Allah yang mana lagi yang akan kalian dustakan. Kedua surga itu mempunyai pohon-pohon dan buah-buahan. Maka nikmat Allah yang manalagikah yang akan kalian dustakan. Di dalam kedua surga itu ada dua mata air yang mengalir. Maka nikmat Allah yang manalagikah yang akan kalian dustakan ? Di dalam kedua surga itu ada segala macam buah-buahan yang berpasang-pasangan.” (Q.S. Ar-Rahman: 46-52)
Ayat-ayat yang lainnya yang menerangkan keadaan surga sangat banyak. Ada beberapa ayat yang menerangkan wanita-wanita surga. Di antaranya :
“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang menundukkan pandangannya, yang tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka ataupun oleh jin. Maka nikmat Allah yang manalagikah yang akan kalian dustakan ? Seakan-akan mereka itu permata yakut dan marjan.” (Q.S. Ar- Rahman: 56-58)
“Bidadari-bidadari yang cantik, putih bersih, dan terpelihara dalam kemah.” (Q.S. Ar- Rahman: 72)
“Dan di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang bermata jeli. Seperti mutiara yang tersimpan baik. Sebagai balasan dari apa yang mereka lakukan.” (QS.Ar-Rahman: 22-24)
Selain itu ada pula hadits-hadits dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tentang keadaan wanita-wanita surga dan bahwa mereka disediakan pada hari kiamat untuk orang-orang yang bertaqwa. Di antaranya adalah hadits Abu Hurairoh Radhiyallahu ‘Anhu dia berkata : “Telah berkata Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Sesungguhnya rombongan pertama yang masuk surga tak ubahnya seperti bulan pada malam purnama, kemudian orang-orang setelah mereka laksana bintang yang paling terang cahayanya di langit. Mereka tidak kencing, tidak buang hajat, tidak meludah, dan tidak beringus. Sisir-sisir mereka dari emas dan aroma mereka seperti minyak kasturi. Isteri-isteri mereka adalah bidadari. Bentuk mereka sama seperti bentuk bapak-bapak mereka yaitu Adam yang tingginya 60 (enam puluh hasta).” (Shahih Al Jami’ 2015)
Dari Rasul Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau berkata:
“Kemah (di surga) adalah mutiara yang tingginya 60 mil. Di setiap sudutnya ada isteri bagi seorang mukmin dan mereka tidak bisa dilihat oleh orang lain.” (Shahih Al Jami’3357)
Hadits-hadits tersebut menerangkan tentang wanita-wanita surga yang disediakan untuk para laki-laki. Dan Allah telah menamai mereka di dalam kitab-Nya dengan sebutan Al-huur (bidadari). Al-Huur jamaknya adalah Hauraa. Imam Al Qurthubi berkata di dalam kitab Al-Ahkam (17/122): “Mereka (bidadari) itu bagian putih matanya sangat putih dan bagian hitamnya sangat hitam, maka kita mengimani hal itu dengan keimanan yang mutlak yang tidak ditembus oleh keraguan ataupun kesangsian dan hal ini tertancap di inti aqidah kita.”
Untuk keterangan yang lebih jelas silakan merujuk kepada Shahih Bukhari, kitab bad’ul khalqi, bab sifat al jannah, dan Shahih Muslim, bab sifat al jannah, demikian pula kitab Sifat Al-Jannah susunan Abu Nu’aim Al Ashfahani tentang sifat wanita ahli surga dan kecantikannya.
Adapun pertanyaan bahwa Islam memotivasi dan memberi kabar gembira dengan sesuatu di surga padahal hal itu diharamkan di dunia seperti hubungan antara laki-laki dengan wanita di luar nikah, maka sebelum dijawab ada baiknya kita memperhatikan hal yang penting, yaitu bahwa Allah Ta’ala mengharamkan sesuatu sekehendak-Nya di dunia ini kepada para penghuninya. Dia adalah mencipta dan Pemilik segela sesuatu, maka tidak boleh bagi seorangpun memprotes terhadap hukum Allah Ta’ala dengan ra’yu (pikiran) dan pemahamannya yang terbalik, maka kepunyaan Allahlah hukum dan urusan sebelum dan sesudahnya.
Adapun masalah pengharaman Allah Ta’ala terhadap beberapa perkara di dunia kemudian Dia memberi balasan dengan hal itu pula bagi orang yang meninggalkan hal itu di akhirat, seperti khamr, zina, memakai sutera bagi laki-laki, dan seterusnya, maka hal ini merupakan kehendak Allah dalam memberi balasan kepada orang yang mentaatinya, bersabar, dan memerangi hawa nafsu dirinya di dunia.
Allah Ta’ala berfirman :
“Tidak ada balasan bagi kebaikan kecuali kebaikan pula..” (Q.S. Ar Rahman : 60)
Adapun tentang sebab-sebab pengharaman, maka berikut ini ada beberapa point penting :
Pertama : Tidaklah penting bagi kita mengetahui semua sebab pengharaman. Karena ada beberapa sebab yang kadang-kadang tidak kita ketahui. Dan yang pokok adalah berpegang kepada nash-nash tersebut secara tunduk sekalipun kita tidak tahu sebabnya karena sikap tunduk merupakan tuntutan Islam yang dibangun di atas ketaatan yang sempurna karena Allah Ta’ala .
Kedua : Kadang-kadang nampak bagi kita beberapa sebab pengharaman ,seperti kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan akibat zina berupa tidak jelasnya keturunan, tersebarnya penyakit kelamin, dan yang lainnya. Maka ketika syariat melarang hubungan yang tidak disyariatkan, maka itu maksudnya untuk memelihara kejelasan keturunan dan menghindarkan penyakit, dan hal-hal yang kadang-kadang tidak dimengerti sedikitpun oleh orang-orang kafir dan durhaka sehingga mereka melakukan hubungan seksual seperti keledai. Seorang lelaki menyetubuhi kawan wanitanya, atau seseorang bersetubuh dengan kerabatnya, demikianlah seterusnya seolah-olah mereka itu kelompok binatang, bahkan sebagian binatangpun enggan melakukan hal itu, sedangkan mereka tidak enggan dan tidak peduli akan hal itu, maka jadilah masyarakat yang melakukan hal itu menjadi kumpulan orang yang bebas terlepas dari ikatan, yang penuh dengan penyakit kelamin sebagai wujud murka Allah bagi orang-orang yang melanggar hal yang diharamkannya dan membolehkan apa yang dilarangnya..
Hal ini berbeda sekali dengan hubungan antara seorang laki-laki dengan bidadari di surga -dan inilah yang Anda tanyakan-. Maka hal yang harus diperhatikan adalah bahwa seorang wanita pelacur di dunia adalah seorang wanita yang hilang harga dirinya, sedikit iman dan rasa malunya dan tidak terikat dengan hubungan syar’i yang tetap dengan seseorang yang dilandasi akad yang benar, maka jadilah seorang laki-laki menyetubuhi wanita yang diinginkannya, dan seorang wanita bersetubuh dengan lelaki yang dikehendakinya tanpa aturan agama ataupun akhlaq. Adapun bidadari di surga maka mereka terkhususkan untuk suami-suami mereka orang-orang yang diberi balasan oleh Allah dengan diberi bidadari-bidadari itu karena kesabaran mereka dalam menahan diri dari yang haram ketika di dunia, sebagaimana firman Allah Ta’ala :
“Bidadari-bidadari yang terpelihara di dalam kemah-kemah.”
Dan firman-Nya pada ayat lain tentang bidadari-bidadari itu:
“Mereka tidak pernah disentuh oleh seorang manusiapun sebelum mereka ataupun oleh jin.”
Dan mereka adalah isteri bagi penghuni surga, sebagaimana firman Allah :
“Dan Kami nikahkan mereka dengan bidadari-bidadari.”
Dan mereka terkhususkan hanya untuk suami mereka dan tidak untuk yang lainnya.
Ketiga : Sesungguhnya Allah Ta’ala yang mensyariatkan bagi laki-laki di dunia agar tidak mempunyai lebih dari empat isteri dalam satu waktu, Dia pulalah yang memberi nikmat kepada penghuni surga dengan bidadari yang diinginkannya, maka tidak ada pertentangan antara pengharaman di dunia dengan penghalalan di akhirat karena hukum kedua tempat itu berbeda sesuai dengan yang dikehendaki Allah Ta’ala, dan tidaklah diragukan lagi bahwa akhirat lebih baik, lebih utama, dan lebih kekal dari pada dunia. Allah Ta’ala berfirman:
“Telah dihiasi bagi manusia kecintaan kepada syahwat wanita, anak-anak, harta yang banyak berupa emas dan perak, kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia. Dan di sisi Allah ada tempat kembali yang baik. Katakanlah: ‘Maukah aku kabarkan kepada kalian apa yang lebih baik dari hal itu ? Untuk orang-orang yang bertaqwa kepada Rabb mereka yaitu surga yang banyak mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya selamanya .Dan ada isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat terhadap hamba-hamba-Nya.” (Q.S. Ali Imran: 14-15).
Keempat : Sesungguhnya pengharaman ini kadang-kadang merupakan ujian dari Allah Ta’ala bagi hamba-hamba-Nya, apakah mereka melaksanakan perintah dan menjauhi larangan atau tidak. Dan ujian tidaklah berupa sesuatu yang tidak diinginkan dan tidak disukai jiwa, tetapi ujian akan berupa sesuatu yang diinginkan oleh jiwa sehingga jiwa akan selalu terkait dan tertarik kepadanya. Di antaranya adalah ujian dengan harta, apakah seorang hamba akan mengambil yang halal dan menggunakannya dengan cara yang halal pula serta menunaikan hak Allah di dalamnya ? Ujian dengan wanita, apakah dia akan membatasi dengan hal yang dihalalkan oleh Allah, menundukkan pandangan, dan menjauhi hal yang Allah haramkan dari wanita ? Dan di antara rahmat Allah Ta’ala bahwa Dia tidaklah mengharamkan sesuatu yang diinginkan oleh jiwa kecuali Diapun menghalalkan hal-hal yang halal yang sejenis dengan yang diharamkan tadi.
Kelima : Sesungguhnya hukum-hukum yang berlaku di dunia tidaklah seperti hukum di akhirat. Khamr di dunia bisa menyebabkan hilang akal berbeda dengan khamr di akhirat yang baik yang tidak menyebabkan hilang akal dan tidak menimbulkan pening di kepala serta tidak membuat kembung di perut. Demikian pula wanita-wanita yang disediakan pada hari kiamat untuk orang mukmin sebagai balasan atas ketaatan mereka, tidaklah seperti pezina yang membuat terkoyaknya kehormatan, tidak jelasnya keturunan serta menyebarnya penyakit kelamin yang berakhir dengan penyesalan. Wanita-wanita surga adalah wanita-wanita yang suci, baik, tidak akan mati, dan tidak akan tua. Berbeda dengan wanita-wanita di dunia.
Allah berfirman :
“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung. Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis yang perawan penuh cinta kasih dan sepadan.” (Q.S. Al Waqi’ah: 35-37).
Kita memohon kepada Allah semoga Dia merizkikan kepada kita kebaikan di dunia dan di akhirat dan merizkikan ketaatan kepada kita dalam melaksanakan perintah-Nya dan yakin terhadap pahala-Nya serta meraih pahala-Nya juga aman dari siksa-Nya. Wallahu A’lam.