Unduh
0 / 0

Tata cara shalat dan puasa di daerah yang siangnya terus menerus Atau malamnya terus menerus

Pertanyaan: 5842

Bagi daerah-daerah yang siang terus pada musim panas, bagaimana dengan shalat maghrib dan isya’nya?, bagaimana pula ketika pada musim tersebut bertepatan dengan bulan ramadhan, bagaimana puasa penduduknya?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Telah dikeluarkan fatwa
nomor: 2769 oleh Majelis Ulama Besar dan Lajnah Daimah tentang masalah ini,
sebagaimana yang telah kami sebutkan. Inilah teks soal jawabnya:

Segala puji hanya milik allah
semata, shalawat dan salam atas baginda Nabi Muhammad yang tiada Nabi
setelahnya, selanjutnya…

Lajnah Daimah lil Buhuts wal
Ifta’ telah mempelajari pertanyaan dari ketua umum himpunan mahasiswa muslim
Belanda yang diterima oleh kepala umum lajnah, yang teks pertanyaannya
adalah sebagai berikut:

Kami mohon penjelasan dan
fatwa tentang penentuan shalat maghrib, isya’ dan subuh, juga penentuan awal
Ramadhan dan idul fitri pada negara-negara sebelah utaranya eropa yang
mendekati kutub utara; karena peredaran mataharinya tidak sama dengan
negara-negara Islam timur, masalahnya adalah mega merah dan putih pada musim
panas berlangsung selama kurang lebih semalam suntuk, sehingga sulit
menentukan waktu isya’ dan terbit fajar.

Jawaban:

Telah dikeluarkan keputusan
Majelis Ulama Besar Saudi Arabia tentang penentuan batasan waktu shalat, dan
batasan awal dan akhir setiap hari pada bulan Ramadhan dengan menyesuaikan
beberapa negara tetangga yang tidak jauh berbeda dengan negara anda semua.

Inilah hasil keputusan
Majelis:

Pertama:

Barang siapa yang bertempat
tinggal di negara-negara yang siang dan malamnya berjarak dengan ditandai
terbit dan terbenamnya matahari, termasuk negara yang siangnya berlansung
lama pada musim panas, dan berlangsung sebentar pada musim dingin, maka
wajib mendirikan shalat pada waktu-waktu yang sudah ditentukan oleh syariat.
Sebagaimana firman Allah –subhanahu wa ta’ala-:

أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ
وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوداً ﴿الإسراء: 78)

“Dirikanlah shalat dari
sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat)
subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)”. (QS. Al
Isra’: 78)

إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَاباً
مَّوْقُوتاً ﴿ النساء: 103)


Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman”. (QS. An Nisa’:
103)

Sebagaimana hadits Rasulullah
–shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang diriwayatkan oleh Buraidah
–radhiyallahu ‘anhu- , ketika Beliau ditanya oleh seseorang tentang waktu
shalat, Rasulullah menjawab: “Shalatlah bersama kami pada dua hari ini”.
Ketika matahari tergelincir, Rasulullah menyuruh Bilal untuk mengumandangkan
adzan, lalu menyuruhnya untuk iqamah untuk shalat dzuhur. Kemudian
menyuruhnya untuk adzan dan iqamah ashar pada waktu matahari meninggi dengan
cerahnya. Kemudian menyuruhnya adzan dan iqamah untuk shalat maghrib ketika
matahari terbenam. Kemudian menyuruhnya untuk adzan dan iqamah untuk shalat
isya’ ketika mega terbenam. Lalu menyuruhnya untuk adzan dan iqamah untuk
shalat subuh pada saat terbit fajar. Pada hari kedua Rasulullah menyuruh
Bilal adzan dzuhur agak di akhirkan, dan shalat asharpun diakhirkan agak
sore, shalat maghrib sebelum terbenamnya mega kemerahan, dan shalat isya
setelah berlalunya sepertiga malam, dan shalat subuh pada saat langit sudah
terang (hampir terbit matahari). Kemudian Rasulullah bersabda: “Mana orang
yang bertanya tentang waktu shalat?”. Saya wahai Rasulullah. Rasulullah
bersabda: “Waktu shalat kalian antara dua waktu yang kamu saksikan sejak
kemarin”. (HR. Bukhori dan Muslim)

Dari Abdullah bin Amr bin
‘Ash bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alahi wa sallam- bersabda: “Waktu dzuhur
itu awal condongnya matahari kea rah barat sampai bayangan seseorang sama
panjangnya dengan orang tersebut dan sebelum masuk waktu ashar, waktu ashar
sampai sebelum matahari menguning di arah barat, waktu maghrib sampai
sebelum terbenamnya mega merah di arah barat, waktu isya’ sampai tengah
malam pertama, dan waktu subuh dari terbit fajar sampai sebelum terbit
matahari. Apabila matahari sudah terbit maka hindari shalat; karena matahari
terbit di antara dua tanduk syetan”. (HR. Muslim dalam Shahihnya)

Dan beberapa hadits lain yang
menjelaskan tentang batasan waktu shalat baik hadits qouli
(perkataan)
maupun Fi’li
(perbuatan),
dan tidak dibedakan antara panjang dan pendeknya waktu siang dan malam
selama waktu-waktu shalat tersebut berjarak dengan tanda-tanda yang sudah
dijelaskan oleh Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.

Adapun mengenai batasan waktu
puasa Ramadhan, bagi semua yang berpuasa agar menahan tidak berbuka dari
makan dan minum dan semua yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai
terbenamnya matahari pada negara mereka, selama siang dan malamnya berjarak
dan dalam batasan waktu 24 jam. Boleh makan, minum, berhubungan intim pada
malam hari saja meskipun malamnya pendek; karena syariat ini untuk semua
manusia di semua tempat. Allah berfirman:

وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ
الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّواْ
الصِّيَامَ إِلَى الَّليْلِ ﴿ البقرة:
187)

“…dan makan minumlah hingga
terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, “. (QS. Al Baqarah: 187)

Dan barang siapa yang tidak
mampu berpuasa karena lamanya waktu siang atau mengetahui tanda-tandanya,
atau berdasarkan pengalaman, atau pemeriksan medis, atau kalau berpuasa
menyebabkan kematian, atau sakit keras, atau sakitnya bertambah parah, atau
bertambah lamanya proses penyembuhannya, maka boleh tidak berpuasa. Akan
tetapi dia wajib mengqodho’ puasanya pada hari lain yang memungkinkannya
untuk berpuasa. Allah –subhanahu wa ta’ala- berfirman:

فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ
مَرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ البقرة: ١٨٥

“… barangsiapa di antara kamu
hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa
pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. (QS. Al Baqarah: 185)

لاَ يُكَلِّفُ اللّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا  البقرة : ٢٨٦

Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (QS. Al Baqarah: 286)

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ الحج: ٧٨

“…dan Dia sekali-kali tidak
menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan”. (QS. Al Hajj: 78)

Kedua:

Barang siapa yang bertempat
tinggal di negara-negara yang mataharinya tidak terbenam selama musim panas,
dan tidak terbit pada musim dingin, atau di negara-negara yang siangnya
selama enam bulan, dan malamnya selama enam bulan, maka wajib bagi mereka
mendirikan shalat lima waktu setiap 24 jam sekali. Dan hendaknya
memperkirakan batasan waktu masing-masing waktu shalat dengan menyesuaikan
waktu shalat negara tetangga. Sebagaimana telah ditetapkan waktu-waktu
shalat itu semenjak isra’ dan mi’rajnya Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi
wa sallam-, bahwa Allah telah mewajibkan 50 kali shalat dalam sehari
semalam, sedang Rasulullah senantiasa meminta keringanan sampai Allah
berfirman:

يَا مُحَمَّدُ ، إِنَّهُنَّ خَمْسُ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ
وَلَيْلَةٍ (رواه مسلم (162) )

“Wahai Muhammad, Sesungguhnya
yang 50 shalat itu menjadi 5 kali shalat sehari semalam”. (HR. Muslim)

Sebagaimana juga hadits
Thalhah binUbaidillah –radhiyallahu ‘anhu- berkata: seseorang pernah
mendatangi Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dari penduduk Najed
dengan rambut acak-acakan, kami mendengar suaranya yang keras dan kami tidak
memahami apa yang diucapkan, sampai ia mendekati Rasulullah –shallallahu
‘alaihi wa sallam- seraya bertanya tentang Islam, maka Rasulullah
–shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda yang di antaranya:

…خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ ، فَقَالَ :
هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهُنَّ ؟ قَالَ : لَا إِلَّا أَنْ تَطَّوَّعَ . . . (رواه
البخاري (46) ومسلم (11) )

“…Shalat lima kali dalam
sehari semalam”. Dia bertanya lagi: apakah ada lagi selain itu?, Rasulullah
menjawab: “Tidak, kecuali shalat sunnah”. (HR. Bukhori: 46, Muslim: 11)

Sebagaimana hadits Anas bin
Malik –radhiyallahu ‘anhu- berkata: Kami dilarang untuk bertanya kepada
Rasulullah tentang sesuatu. Dan yang menjadikan kami heran, ketika seorang
arab badui datang dan bertanya kepada Rasulullah -sedang kami mendengarkan-
dia berkata: Ya Muhammad, telah datang kepada kami utusanmu, dia mengatakan
bahwa Allah telah mengutusmu. Rasulullah menjawab: “Dia benar”. Utusanmu
juga mengatakan bahwa kita diwajibkan shalat lima waktu sehari semalam.
Rasulullah menjawab: “Dia benar”. Dia berkata: Demi yang mengutusmu, apakah
Allah yang menyuruhmu seperti ini?, Beliau menjawab: “ya”. (al Hadits)

Suatu ketika Rasulullah
menjelaskan kepada para sahabatnya tentang al masih Dajjal, Beliau ditanya:
berapa lama di bumi?, beliau menjawab: “40 hari, hari pertama laksana satu
tahun, hari kedua laksana satu bulan, hari ketiga laksana satu pekan dan
sisa harinya seperti hari biasa”. Beliau ditanya lagi: Ya Rasulullah, pada
satu hari yang harinya sama dengan satu tahun, apakah cukup dengan
mendirikan lima kali shalat fardhu?, Rasulullah menjawab: “Tidak, akan
tetapi perkirakanlah”. Rasulullah tidak menganggap hari yang sama dengan
satu tahun itu satu hari dengan lima kali shalat, akan tetapi Dia mewajibkan
shalat lima waktu setiap 24 jam sekali. Rasulullah menyuruh mereka untuk
membagi dalam 24 jam tersebut untuk 5 kali shalat, karena ketidaksamaan
dimensi waktu pada saat itu dengan hari pertama turunnya Dajjal.

Maka wajib bagi kaum muslimin
yang bertempat tinggal di daerah/negara yang ditanyakan agar memperkirakan
waktu shalat mereka, menyesuaikan dengan negara terdekat yang waktu
shalatnya berjarak dengan tanda-tanda yang sudah digariskan oleh Rasulullah
dan dalam waktu 24 jam.

Mereka juga wajib berpuasa
Ramadhan, dengan memperkirakan batas awal dan akhir ramadhan, termasuk awal
puasa dan waktu sahur setiap harinya, dengan menyesuaikan terbit dan
terbenamnya matahari dari negara terdekat, yang masih dalam waktu 24 jam.
Hal ini  berdasarkan hadits Rasulullah tentang munculnya al Masih ad Dajjal,
dan petunjuknya kepada para sahabatnya bahwa tidak ada bedanya antara shalat
dan puasa.

Semoga Allah senantiasa
member taufiq-Nya, dan shalawat dan salam

Al Lajnaj Daimah lil Buhuts
wal Ifta’
.

Refrensi

Fatwa Lajnah Daimah: 6/ 130-136

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android