Apa batasan seseorang dapat tidak melakukan amal sosial karena takut riya?
ENGGAN MELAKUKAN AMAL SOSIAL KARENA TAKUT RIYA
Pertanyaan: 67617
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Harus diketahui bahwa setan berusaha keras menjerumuskan seorang muslim dari salah satu dari dua masalah: Melakukan amalan karena riya (ingin dipuji) dan sum’ah (ingin didengarkan) sehingga tidak ikhlas karena Allah, atau menjadikannya meninggalkan amal tersebut sama sekali.
Seorang muslim yang jujur dalam niatnya, tidak mempedulikan bisikan setan bahwa amalnya adalah untuk selain Allah. Karena hati yang benar keimanannya tidak mempedulikan apa yang dilontarkan setan untuk meninggalkan ketaatan kerena khawatir riya. Orang yang tenang akan sama sikapnya, baik dalam amal tersembunyi maupun yang tampak.
Syekh Ibnu Baz rahimahullah ditanya, “Saya takut dari riya dan mewaspadainya sampai pada tingkat saya tidak dapat memberikan nasehat kepada sebagian orang atau melarang mereka dari masalah tertentu seperti gibah (mengguncing), namimah (mengadu domba) dan semisal itu. Saya takut hal itu riya dari diriku dan saya khawatir sebagian orang menyangka (negatif) pada diriku dan menyangka hal itu riya, maka saya tidak memberi nasehat sedikitpun kepada mereka. Saya pun berkata dalam hati, ‘Mereka adalah orang-orang terpelajar, tidak membutuhkan nasehat.’ Apa nasehat anda?
Beliau menjawab:
Ini termasuk tipu daya setan, dia hendak menipu orang dari jalan dakwah kepada Allah dalam bentuk mengajak kepada kebaikan serta melarang dari kemungkaran. Di antaranya dengan menipu bahwa hal ini termasuk riya, atau khawatir hal ini dianggap orang sebagai riya. Maka seyogyanya anda wahai saudariku seakidah jangan memperhatikan hal ini. Seharusnya anda tetap memberikan nasehat kepada saudari dan saudara anda seakidah ketika anda melihat mereka kurang (dalam melaksanakan) kewajiban. Atau melakukan yang diharamkan seperti gibah, namimah dan tidak menutup aurat di hadapan orang laki-laki (yang bukan mahram). Jangan takut riya. Akan tetapi ikhlaskan untuk Allah dan jujurlah. Maka akan mendapatkan kabar gembira dengan kebaikan. Tinggalkan tipu daya setan dan bisikannya. Allah mengetahui apa yang ada dalam hati anda dari tujuan dan keikhlasan karena Allah ta’ala serta memberi nasehat kepada para hamba-Nya.
Tidak diragukan lagi bahwa riya termasuk syirik, tidak boleh melakukannya. Akan tetapi tidak dibolehkan orang mukmin laki-laki dan perempuan meninggalkan apa yang diwajibkan oleh Allah dari berdakwah, menyuruh kebaikan dan melarang kemungkaran karena khawatir dari riya. Maka hendaknya dia memperhatikan masalah ini dan melaksanakan kewajiban di tengah-tengah laki-laki dan perempuan. Karena laki-laki dan perempuan dalam hal ini sama. Sebagaimana hal itu telah dijelaskan oleh Allah dalam kitab-Nya yang Mulia, Dia berfirman:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (سورة التوبة: 71)
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 71)
(Fatawa Ibnu Baz, 6/403)
Dari Husain bin Abdurrahman, dia berkata: “Saya sedang bersama Said bin Jubair dan beliau bertanya, “Siapa di antara kalian yang melihat bintang yang jatuh semalam?” Saya berkata, “Saya.” Kemudian saya mengatakan, “Akan tetapi saya dalam kondisi tidak melakukan shalat, karena saya disengat (hewan).” (HR. Muslim)
Syekh Ibnu Utsaimin berkata, “Semoga Allah merahmati beliau (yang berkata demikian) agar orang tidak menyangka bahwa beliau menunaikan shalat malam, sehingga dirinya disanjung dari apa yang tidak dilakukannya. Hal ini berbeda dengan sebagian orang, dirinya senang kalau orang mengira dia melakukan shalat malam (padahal tidak). Ini merupakan pertanda kurangnya tauhid.”
Perkataan Husain rahimahullah ini bukan termasuk dalam kategori ingin dilihat (riya). Akan tetapi termasuk kategori kebaikan. Hal ini tidak sama dengan orang yang meninggalkan ketaatan karena takut riya. Lakukanlah ketaatan, karena setan terkadang menggoda seseorang untuk meninggalkan ketaatan karena takut riya. Yang penting, jangan ada pada hati anda bahwa anda ingin dilihat oleh orang lain.
(Majmu Fatawa Syekh Ibnu Utsaimin, 9/85, 86)
Wallahua’lam.
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam