Unduh
0 / 0
1109126/01/2007

Apakah Lebih Utamanya Kita Mengatakan Dalam Salat Sayyidina Muhammad?

Pertanyaan: 85116

Mana yang lebih utama kita baca tasyahud dalam shalat

أشهد أن سيدنا محمداً رسول الله ، واللهم صل على سيدنا محمد

“Saya bersaksi bahwa tuan kami Muhammad itu adalah utusan Allah. Ya Allah berikan shalawat kepada tuan kami Muhammad.

Atau cukup kita mengatakan “Muhammad” saja tanpa kata “Sayyidina (tuan kami)?”

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama:

Tidak diragukan bahwa sifat
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan Siyadah (Tuan) adalah
sifat yang benar. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah tuan
kita, bahkan tuan manusia selurunya. Imam Muslim meriwayatkan, (2278) dari
Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:

( أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ )

“Saya adalah tuan anak Adam
pada hari kiamat”.

Imam Tirmidzi juga
meriwayatkan, (3615) dari Abu Said radhiallahu anhu berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا فَخْرَ ،
وَبِيَدِي لِوَاءُ الْحَمْدِ وَلَا فَخْرَ ، وَمَا مِنْ نَبِيٍّ يَوْمَئِذٍ
آدَمُ فَمَنْ سِوَاهُ إِلَّا تَحْتَ لِوَائِي ، وَأَنَا أَوَّلُ مَنْ تَنْشَقُّ
عَنْهُ الْأَرْضُ وَلَا فَخْرَ ) صححه الألباني في صحيح الترمذي

“Saya adalah tuan anak Adam
pada hari kiamat dan tidak sombong. Di tangaku ada bendera sanjungan (Hamdu)
dan tidak sombong. Tidak ada nabi waktu itu baik nabi Adam dan selainnya
kecuali berada di bawah benderaku. Dan saya yang pertama kali dibangkitkan
dari tanah dan tidak sombong.”
Dinyatakan shohih oleh Albani di Shohih Tirmidzi.

Kedua:

Harus diketahui bahwa ibadah
dibangun atas ittiba’ (mengikuti tuntunan Rasulullah, pen). Tidak
boleh ditambah sedikitpun dalam ibadah dari apa yang telah disyariatkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan ini termasuk salah satu
tanda kecintaan seorang hamba kepada Allah Azza Wajalla. Allah
Ta’ala berfirman:

(قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي
يُحْبِبْكُمْ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
) آل عمران /31

“Katakanlah(wahai
Muhammad): “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah maka ikutilah aku,
niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.”
QS. Ali Imron: 31

Dan ittiba’ adalah
melakukan seperti apa yang dilakukan (Rasulullah) dan mengatakan seperti apa
yang dikatakan. Meninggalkan apa yang ditinggalkan tidak menambah dan tidak
mengurangi dari perilakunya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:

(مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ)
رواه البخاري (2697) ومسلم (1718)

“Siapa yang melakukan suatu
amalan yang tidak ada perintah dari kami, maka ia tertolak.”
HR. Bukhori, (2697) dan Muslim, (1718).

Yang ada riwayatnya dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam tasyahud dalam shalat adalah:

(وأشهد أن محمدا عبده ورسوله)(Dan saya
bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya). Dan yang ada dalam
shalawat kepadanya adalah:

(اللهم صل على محمد … اللهم بارك على محمد)(Ya Allah
berikan shalawat kepada Nabi Muhammad … Ya Allah berikan keberkahan kepada
Nabi Muhammad). Tidak ada sama sekali dari beliau mengajarkan kepada kita
mengucapkan (Sayyidina /tuan kami). Maka jangan ditambah dari apa yang
diperintahkan Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam
kepada kita, dan hal itu yang  kita amalkan. Dan tidak diragukan lagi bahwa
inilah yang paling utama. Dan bagaimana mungkin yang lebih utama itu
menyalahi petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam? Dan beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam biasa mengatakan secara terang-terangan
dalam setiap khutbah jum’at  di atas mimbar:

أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ،
وَخَيْرُ الْهدي هديُ مُحَمَّدٍ – صلى الله عليه وسلم (رواه مسلم 867)

Amma ba’du, sesungguhnya
sebaik-baiknya perkataan adalah kitab Allah dan sebaik-baiknya petunjuk
adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.”
HR. Muslim, 867.

Al-Hafidz Ibnu Hajar
rahimahullah pernah ditanya, “Apakah yang lebih utama mengatakan dalam
shalawat kepada Nabi sallallahu alaihi wa sallam (Sayyidina) karena hal itu
sifat bagi beliau atau tidak mengatakan itu karena tidak ada dalam hadits?

Maka beliau menjawab,
“Mengikuti lafal yang ada itu lebih benar, jangan dikatakan, “Mungkin
meninggalkan hal itu karena tawaduknya beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam”. Sementara umatnya dianjurkan mengatakan hal itu setiap kali
mengucapkan namanya. Oleh karena itu kita katakan “Kalau sekiranya hal itu
(mengucapkan sayyidina, pen) benar, pasti telah ada contohnya dari para
Shahabat dan para Tabiin. Sementara kami tidak mendapatkan sedikitpun asar
dari salah seorang Shahabat dan tidak juga dari para Tabiin yang mengatakan
seperti itu padahal telah banyak riwayat dari mereka akan hal itu. Kemudian
alhafidz ibnu hajar menyebutkan beberapa asar dari sebagian shahabat dan
tabiin dan Imam Syafi’I tidak ada di dalamnya lafal (Sayyidina). Kemudian
beliau mengatakan, “Dan masalah ini terkenal dalam kitab fikih, dan yang
menjadi dalil dalam hal ini bahwa setiap kali disebutkan masalah ini hampir
semua ulama fikih tidak ada perkataan seorangpun diantara mereka tentang
lafal (Sayyidina). Kalau sekiranya tambahan ini dianjurkan, tidak akan asing
bagi mereka semua bahkan sampai melalaikannya. Semua kebaikan itu ada pada
mengikuti nabi (ittiba’). Wallahu a’lam.

Sebagaimana yang dinukil 
imam Albani  dari al hafidz ibnu hajar di kitabnya “Sifatus Sholat”
hal. 153-155.

Para ulama lajnah Daimah
ditanya, “Apakah diperbolekan kita mengatakan disela-sela sholawat kita
kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam (dalam tasyahud, pen)
“Sayyidina Muhammad” tanpa ada riwayat dari beliau seperti dalam
shalawat Ibrohimiyah atau lainnya?

Maka mereka menjawab,
“Shalawat kepada Rasulullah sallahu alaihi wa sallam dalam tasyahud
–sepengetahuan kami- tidak ada kata “Sayyidina”   اللهم
صل على سيدنا محمد ..إلخ

“Ya Allah berikan shalawat
kepada tuan kami Muhammad dan seterusnya”.
Begitu juga sifat azan dan iqamah. Tidak dikatakan di dalamnya
“Sayyidina” karena tidak ada dalam hadits shohih yang diajarkan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam kepada para shahabatnya tata cara
shalawat kepadanya begitu pula tata cara azan serta iqamah. Karena ibadah
itu tauqifiyah (paten) maka tidak ditambah di dalamnya selagi Allah tidak
mensyariatkannya. Sementara mengucapkannya di selain dari itu (tasyahud)
maka tidak mengapa. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:
(Saya adalah penghulu anak Adam pada hari kiamat dan tidak sombong).
‘Fatawa Lajnah Daimah, (7/65)
.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android
at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android