Unduh
0 / 0

Apakah Boleh Menikah Lagi, Jika Sampai Merusak Rumah Tangga Pertamanya ?

Pertanyaan: 110647

Apakah dibolehkan bagi seorang laki-laki untuk menikah dengan istri kedua, meskipun pernikahan tersebut akan mengakibatkan rusaknya kehidupan rumah tangganya dengan istri pertamanya ?, dan terjadi banyak permasalahan besar ?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Islam belum pernah
mensyari’atkan sesuatu yang akan membahayakan pribadi dan masyarakat, bahkan
semua syari’at Islam di dalamnya ada kehidupan, membangun, sosial, kesucian,
memelihara fitrah dan semua yang mengandung nilai yang tinggi. Akan tetapi
kerusakan itu sumbernya dari umatnya yang tidak memahami dengan baik akan
syari’at Alloh –Ta’ala-, atau mereka memahami namun tidak merespon dengan
baik, kebanyakan tidak adanya respon tersebut disebabkan hawa nafsu mereka
sendiri.

Kita ambil contoh misalnya
tentang “poligami”, bisa jadi suamilah yang menjadi penyebab kehancuran
rumah tangga pertamanya, karena dia telah mendzalimi (istri pertama) nya,
mengikuti hawa nafsunya, tidak memberikan hak-hak seorang istri, atau karena
ia tidak cakap pada saat memberitahukan perihal poligaminya, atau dia tidak
cakap (dalam menangani masalah) setelah poligaminya diketahui oleh istri
pertamanya, dengan meringankan rasa sakit hatinya dengan mempergaulinya
dengan baik, memberikan hadiah atau yang lainnya.

Atau bisa jadi istri
pertamanya lah yang menjadi penyebab rusaknya rumah tangganya, karena tidak
setuju kalau suaminya menikah lagi, hingga kehidupan rumah tangganya menjadi
susah, dan tidak berlaku baik karena masalah tersebut, yang mengherankan
bahwa ada sebagian wanita yang salah satu dari mereka mau menghancurkan
rumah yang dibangunnya dengan keringatnya sendiri dan dengan susah payah
selama bertahun-tahun, dia berpendapat bahwa poligami akan menyebabkan
kehancuran masa depan anak-anaknya, dia merasa akan menjadi hina di rumah
keluarganya, dia merasa akan menjadi pembantu bagi para istrinya yang lain;
karena sebelumnya telah menjadi ratu di rumahnya, semua itu karena suaminya
melakukan poligami.

Yang mengherankan juga, bahwa
di antara mereka para istri tidak peduli dengan suaminya yang meninggalkan
kewajiban syari’at atau melakukan perbuatan haram, bahkan bisa jadi istrinya
malah mendukung perbuatannya tersebut, atau minimal ia diam tidak
berkomentar apapun, namun ada juga yang mengingkarinya dengan lisan. Akan
tetapi jika dia melakukan perbuatan yang dibolehkan seperti poligami baru ia
marah, bahkan rela merusak rumah tangganya, dia sengaja diam pada saat
suaminya melakukan perbuatan haram, kenapa dia tidak diam juga ketika
suaminya melakukan perbuatan yang dibolehkan ?!.

Bahkan banyak di antara
mereka ketika mereka bertanya tentang hukum para suami mereka yang telah
melakukan perbuatan haram, seperti meminum minuman keras, meninggalkan
shalat, atau yang lainnya, ketika kami katakan kepada mereka bahwa haram
hukumnya jika mereka tetap tinggal bersama suami mereka, karena bisa jadi
akan membahayakan mereka dan anak-anak mereka karena efek dari minuman
keras, konsumsi narkotika, atau disebabkan batalnya akad karena suaminya
meninggalkan shalat, atau karena mencela agama. Ketika kami katakan
demikian, banyak di antara para istri mengatakan: bagaimana dengan rumah
tangga saya ?, anak-anak saya ?, kemana saya harus pergi ?, siapa yang akan
memberikan nafkah ?, faktanya demikian, mereka ridho kepada yang haram
karena alasan keutuhan rumah tangga dan anak-anak, adapun jika suaminya
menikah lagi maka bisa jadi dia akan menemukan ratusan tempat tinggal,
banyak jalan untuk mendapatkan nafkah baginya dan anak-anaknya.

Fakta ini tidak bisa
dilupakan begitu saja, dan kami menjawab pertanyaan saudara penanya, kalau
saja setiap pasangan suami istri memahami apa yang diperintahkan oleh Alloh,
dan memenuhi kewajiban tersebut, dan berlaku baik pada kehidupan rumah
tangganya, maka anda tidak akan merasa perlu untuk bertanya seperti
pertanyaan tersebut.

Secara khusus kami menjawab
pertanyaan anda dengan jawaban sebagai berikut:

Tidak mungkin bagi seorang
wanita yang berakal melakukan sesuatu yang bertententangan dengan akal sehat
setelah ia mengetahui bahwa suaminya berniat untuk menikah lagi, atau ketika
dia menikah lagi, bahkan wanita tersebut akan bersabar mengharap kepada
Alloh, dan memperlakukan suaminya dengan baik, menunaikan hak-haknya dengan
baik, ia tidak ingin merusak rumah tangganya hanya karena suaminya menikah
lagi yang mana hal itu telah dibolehkan oleh Alloh –Ta’ala- dan mengandung
banyak hikmah di dalamnya.

Sebagaimana juga seorang
suami yang berakal, dia tidak mungkin rela dengan membangun rumah tangga
keduanya namun merusak rumah tangga pertamanya, ia pun tidak rela
menghancurkan semua usaha sebelumnya, harta yang sudah dinafkahkan kepada
istri pertamanya, dan semua waktu yang dikorbankan untuk membangun rumah
tangga sebelumnya hanya karena ingin menikah yang tidak didasari kebutuhan
yang mendesak, dia pun dalam masalah ini akan merencanakannya dengan baik,
jika dia mengetahui bahwa istri pertamanya akan melakukan hal yang tidak
wajar, bahkan akan merusak rumah tangganya sendiri, hendaknya seorang suami
bijaksana dalam segala perilakunya, cerdas dalam bertindak, jika tidak ada
kebutuhan mendesak untuk berpoligami dan mengetahui bahwa istri pertamanya
akan merusak rumah tangganya, maka pendapat kami anda tidak perlu menikah
lagi.

Namun jika dia memahami bahwa
kemarahan istri pertamanya akan mereda beberapa saat dan hanya bersifat
sementara, dan dia akan tetap menjadi seorang istri yang akan menunaikan
kewajibannya sebagai istri, maka boleh menikah lagi, hendaknya dia
mempergaulinya dengan baik, memberikan kepada mereka berdua hak-haknya. Akan
tetapi kembali lagi diperlukan kebijaksanaan dan perhitungan yang matang
dalam masalah ini, agar jangan sampai membahayakan keutuhan rumah tangga
pertamanya, seperti seseorang yang merusak kota untuk membangun istana.

Keputusannya kembali kepada
seorang suami, dialah yang menentukan mana yang baik untuk kehidupan rumah
tangganya, tidak mungkin dikatakan kepadanya: “Jangan menikah lagi !! ,
meskipun istri pertamanya tidak mampu memuaskan syahwatnya, atau karena dia
hawatir akan terjerumus kepada yang haram”. Pada kondisi seperti ini, dia
sebaiknya menikah lagi, meskipun hasilnya buruk, hendaknya bersabar dan
mengambil pelajaran dari semua musibahnya, tetap memperlakukannya dengan
bijaksana.

Terakhir:

1.Seorang suami
hendaknya mengetahui bahwa menikah lagi itu hukumnya mubah, akan tetapi bisa
berubah menjadi wajib, jika dia hawatir akan terjerumus kepada yang haram
dan dia mampu berlaku adil kepada keduanya.

Syeikh Abdul Aziz bin Baaz
–rahimahullah- pernah ditanya:

“Saya seorang laki-laki yang
sudah menikah beberapa tahun yang lalu, saya dikaruniai beberapa anak, saya
pun bahagia dengan rumah tangga saya, akan tetapi saya merasa butuh kepada
istri kedua; karena saya mau menjadi seorang yang istiqomah; satu istri
tidak cukup bagi saya karena dorongan syahwat saya lebih besar dari istri
saya, ini dari satu sisi. Sisi yang lain saya ingin mempunyai istri dengan
syarat-syarat tertentu dan syarat itu tidak ada pada istri pertama saya;
karena saya tidak mau terjerumus kepada yang haram, namun pada saat yang
sama saya mendapat kesulitan untuk menikah lagi  karena alasan keluarga,
bahwa istri pertama saya –yang tidak mempunyai masalah apa-apa- menolak
istri kedua, maka bagaimanakah menurut pendapat anda ?

Beliau menjawab:

“Jika realitanya seperti apa
yang telah anda sebutkan pada pertanyaan di atas, maka disyari’atkan bagi
anda untuk menikah lagi dengan istri kedua, ketiga dan keempat sesuai dengan
kemampuan anda. Kebutuhan  anda adalah untuk menjaga kemaluan dan mata anda,
jika anda mampu untuk berlaku adil kepada para istri anda, berdasarkan
firman Alloh –Ta’ala-:

( وإن خفتم ألا تقسطوا في اليتامى فانحكوا ما طاب لكم من النساء
مثنى وثلاث ورباع فإن خفتم ألا تعدلوا فواحدة ) الآية

“Dan jika kamu takut tidak
akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu
mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua,
tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
maka (kawinilah) seorang saja”. (QS. an Nisa’: 3)

Dan sabda Nabi –shallallahu
‘alaihi wa sallam-:

( يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج ، فإنه أغض
للبصر وأحصن للفرج ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء ) متفق على صحته

“Wahai para pemuda, barang
siapa di antara kalian yang mempunyaii ba’ah (kemampuan) maka menikahlah,
karena (dengan pernikahan) akan bisa menjaga mata dan lebih menjaga
kemaluan, namun bagi mereka yang belum mampu maka berpuasalah karena puasa
akan memutus (syahwatnya)”. (Disepakati keshahihannya)

Pernikahan juga akan
menyebabkan banyaknya keturunan, syari’at ini bertujuan untuk mempebanyak
keturunan dan menuntun ke arah sana, berdasarkan sabda Nabi –shallallahu
‘alaihi wa sallam- :

( تزوجوا الولود الودود فإني مكاثر بكم الأمم يوم القيامة )

“Menikahlah kalian dengan
wanita yang subur dan penyayang, karena saya membanggakan kalian pada hari
kiamat”.

(Fatawa Islamiyah: 3/203)

2.Perlu diketahui
bahwa menikah lagi menjadi haram, jika dia tidak mampu berlaku adil kepada
semua istri dalam hal nafkah, pakaian dan giliran bermalam.

3.Perlu diketahui
bahwa membangun rumah tangga kedua, bukan berarti menelantarkan rumah tangga
pertamanya, mereka semua adalah keluarga suami tersebut, tidak boleh
menelantarkan pendidikan mereka, tidak menjaga mereka dengan baik. Hendaknya
memperlakukan semua istrinya dengan baik agar mereka semua merasa nyaman,
untuk menjaga keutuhan rumah tangganya dari gangguan syetan manusia dan jin.

Ulama Lajnah Daimah berkata:

“Bukan suatu kewajiban bagi
seorang suami jika dia ingin menikah lagi, menunggu persetujuan istri
pertamanya, namun (mengkomunikasikannya dengan baik) termasuk akhlak yang
mulia dan menggaulinya dengan baik, untuk menjaga perasaannya, meringankan
rasa sakit hatinya yang sudah menjadi tabiat para wanita dalam masalah ini,
suami tetap berwajah ceria, perilakunya baik pada saat bertemu, perkataannya
baik, bahkan kalau perlu memberikan beberapa harta jika dibutuhkan untuk
mendapatkan persetujuannya.

Semua petunjuk dari Alloh,
semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga
dan para sahabatnya.

(Syeikh Abdul Aziz bin Baaz,
Syeikh Abdur Razzaq Afifi, Syeikh Abdulloh bin Qu’ud)

Wallahu a’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android