Unduh
0 / 0
12851523/01/2008

JAWABAN TUNTAS TENTANG PERNIKAHAN JIN DENGAN MANUSIA ATAU SEBALIKNYA

Pertanyaan: 111301

Saya ingin mengetahui tentang keabsahan pernikahan antara manusia dengan jin. Apakah dibenarkan? Jika dibenarkan sebagaimana pernah saya dengar, bagaimana hal itu terlaksana?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama. Allah telah memberikan kita
nikmat dengan menciptakan wanita dari jenis kita sendiri, yaitu manusia.
Sehingga seorang laki-laki datang tenang hidup dengannya dan terwujud kasih
sayang di antara mereka berdua dan agar bumi ini dapat dikelola dengan
keturunan mereka.

Allah Ta’ala berfirman,

وَاللَّهُ جَعَلَ
لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجاً وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ
بَنِينَ وَحَفَدَةً  (سورة النحل: 72)

“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu
sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan
cucu-cucu” (QS. An-Nahl: 72)

وَمِنْ آَيَاتِهِ
أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ (سورة الروم: 21)

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.” (QS. Ar-Rum: 21)

Syekh Muhammad Amin Asy-Syinqithi
rahimahullah berkata; ‘Firman Allah Ta’aa; “Allah menjadikan bagi kamu
isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari
isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu” (QS. An-Nahl: 72)

Dalam ayat tersebut Allah memberikan
nikmat kepada anak Adam dengan menjadikan bagi mereka isteri-isteri dari
jenis mereka sendiri. Seandainya pasangannya terdiri dari jenis lain, tidak
akan terjadi kesatuan, cinta dan kasih saying. Akan tetapi dengan
rahmat-Nya, Dia menjadikan di antara anak Adam laki-laki dan wanita. Lalu
menjadikan kaum wanita isteri bagi kaum laki-laki. Ini merupakan nikmat yang
paling besar, sebagaimana dia merupakan tanda paling agung yang menunjukkan
bahwa hanya Allah Jalla wa Alaa saja yang berhak disembah.  

Dia juga menjelaskan di tempat lain bahwa
hal ini merupakan nikmat yang sangat agung dan bahwa dia merupakan tanda
kebesaran Allah Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya,


وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ
أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً
وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآياتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (سورة الروم: 21)

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.” (QS. Ar-Rum: 21)

Allah Ta’ala juga berfirman,

أَيَحْسَبُ
الأِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدىً أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِنْ مَنِيٍّ يُمْنَى
ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوَّى فَجَعَلَ مِنْهُ الزَّوْجَيْنِ
الذَّكَرَ وَالأُنْثَى

“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu
saja (tanpa pertanggung jawaban)? Bukankah Dia dahulu setetes mani yang
ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu
Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya. Lalu Allah menjadikan
daripadanya sepasang: laki-laki dan perempuan.”
(QS. Al-Qiyamah: 36-39)

Firman Allah Ta’ala;

هُوَ الَّذِي
خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ
إِلَيْهَا (سورة الأعراف: 189)

“Dialah yang menciptakan kamu dari
diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar Dia merasa
senang kepadanya.” (QS.
Al-A’raf: 189)

Adhwa’ul Bayan, 2/412

Adapun tentang hukum pernikahan antara jin dan manusia, para
ulama berbeda pendapat menjadi tiga pendapat.

Pendapat pertama: Haram. Ini adalah pendapat Imam Ahmad.

Pendapat kedua. Makruh. Yang berpendapat seperti ini adalah
Imam Malik, Hakam bin Utaibah, Qatadah, Hasan, Uqbah Al-Asham, Hajjab bin
Arthah, Ishaq bin Rahawaih. Boleh jadi makna makruh menurut sebagian ulama
adalah mengharamkan. Dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiah, rahimahullah berkata, “Mayoritas
ulama menyatakan makruh pernikahan manusia dengan jin.” (Majmu’ Fatawa,
19/40).

Pendapat ketiga, boleh. Ini adalah pendapat sebagian ulama
mazhab Syafi’i.

Syekh Muhammad Amin Asy-Syinqithy rahimahullah berkata, “Para
ulama berbeda pendapat tentang kebolehan pernikahan antara anak adam dan
jin. Sejumlah ulama melarangnya, namun sebagian lainnya membolehkannya. 

Al-Manawy dalam kitab Syarh Al-Jami Ash-Shagir berkata,
“Disebutkan dalam kitab Al-Fatawa As-Sirajiah dari kalangan Hanafi, ‘Tidak
boleh terjadi pernikahan antara manusia dengan jin, atau dengan manusia air.
Karena perbedaan jenis’. Sedangkan dalam Fatawa Al-Barizi dari kalangan
Syafi’I dikatakan, ‘Tidak boleh terjadi pernikahan antara keduanya, namun
Ibnu Ammad menguatkan pendapat yang membolehkannya.’ Al-Mawardi berkata,
‘Perkara ini tertolak secara logika, karena berbedanya kedua jenis dan
tabiat. Anak adam adalah dunia fisik, sedangkan jin adalah dunia ruhani.
Yang satu terbuat dari tanah, sedang yang satunya terbuat dari api.
Perpaduan dengan perbedaan seperti itu pasti tertolak, dan tidak mungkin
terjadi keturunan dengan perbedaan tersebut.”

Ibnu Al-Araby, dari mazhab Maliki berkata, “Pernikahan mereka
dibolehkan secara logika, jika ternyata disahkan berdasarkan syariat, maka
dia lebih baik.”

Pencatatnya berkata, “Tidak aku ketahui dalam Kitabullah dan
juga dalam sunnah Nabi-Nya shallallahu alaihi wa sallam nash yang
menunjukkan dibolehkannya pernikahan antara manusia dengan jin. Bahkan yang
tampak dari zahir ayat-ayat yang ada adalah tidak dibolehkan. Firman Allah
Ta’ala dalam ayat ini,

والله جَعَلَ
لَكُمْ مِّنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجاً (سورة النحل: 72)

Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu
sendiri” (QS. An-Nahl: 72)

Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia telah memberi
nikmat kepada Bani Adam berupa isteri-isteri yang terdiri dari jenis mereka
sendiri. Maka dipahami dari ayat tersebut bahwa Dia tidak memberikan isteri
dari jenis yang berbeda, seperti perbedaan antara manusia dengan jin. Itu
sangat tampak.

Hal ini dikuatkan dengan firman Allah Ta’ala,

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa
kasih dan sayang.” (QS. Ar-Rum: 21)

Firman Allah Ta’ala “Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri.” itu dalam konteks memberikan nikmat. Hal ini
menunjukkan bahwa Dia tidak menciptakan isteri-isterinya dari selain jenis
mereka.”

“Adhwa’ul Bayan, 3/43.

Syekh Wali Zar bin Syahiz Ad-Din hafizahullah berkata,
“Adapun masalah ini dari segi realitas, maka semuanya menyatakan kemungkinan
terjadinya. Karen nash yang ada tidak menyatakan secara jelas, apakah
dibolehkan atau dilarang, maka kami condong kepada pelarangan secara
syariat. Sebab membolehkannya akan menyebabkan beberapa hal yang
membahayakan, di antaranya;

1-Tersebarnya perbuatan zina,
lalu mereka kaitkan hal tersebut dengan dunia jin. Karena dunia jin adalah
perkara gaib, tidak mungkin dilakukan penyidikan atasnya. Sedangkan Islam
sangat memperhatikan dalam masalah menjaga kehormatan.  Mencegah kerusakan
didahulukan dari mendatangkan kebaikan, demikian sebagaimana telah
ditetapkan dalam syariat Islam.

2-Akibat dari pernikahan seperti
itu terhadap keturunan dan kehidupan keluarga. Anak-anak, kepada siapa nasab
mereka disandangkan? Bagaimana bentuknya? Apakah seorang isteri dari jin
tidak boleh berbentuk?”

3-Interaksi dengan jin dengan
cara seperti ini membuat manusia tidak selamat dari gangguan. Padahal Islam
sangat memperhatiakan keselamatan manusia dari gangguan.

Dengan kenyataan ini, tampaklah bahwa membolehkan hal ini
akan menyeret orang ke berbagai permasalahan yang tiada ujung dan sulit
mencari solusinya. Ditambah lagi dampak buruknya terhadap keyakinan dalam
jiwa, akal dan kehormatan. Padahal itu semua adalah perkara yang sangat
dilindungi dalam Islam. Begitu pula pernikahan antara kedua jenis tersebut
tidak mendapatkan manfaat sedikit pun.

Karena itu, kami condong kepada pendapat yang melarang
tindakan itu secara syariat, meskipun kemungkinan terjadi diterima. Jika
terjadi hal seperti itu, atau muncul salah satu probelmnya, maka hal itu
dianggap sebagai kondisi unik yang diatasi secukupnya dan tidak menjadi
alasan membolehkannya.”

Al-Jin Fil Quran, hal. 206.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android