Mana yang lebih utama menjadi Imam dalam shalat atau adzan dan iqamah?
Mana Yang Lebih Utama Menjadi Imam atau Adzan?
Pertanyaan: 112669
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
,
para ahli ilmu berbeda pendapat berkaitan dengan keutamaan menjadi Imam dan adzan. Sebagian memilih lebih utama menjadi imam, karena (hal itu merupakan) maqom Nabi sallallahu’alaihi wasallam. Sebagian lainnya memilih lebih utama adzan karena hadits-hadits yang ada (tentang) keutamaannya sangat agung. Dalam buku “Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah (32/157-158)”. Para fuqaha’ berbeda pendapat tentang mana yang lebih utama adzan atau menjadi imam?.
(Pendapat) Madzhab Hanafi di kitab Mu’tamad, (pendapat) yang dikenal di (madzhab) Malikiyah, pendapat sebagian shahabat Syafi’I dan riwayat dalam (madzhab) Ahmad mengatakan bahwa (menjadi) imam lebih utama dibandingkan dengan adzan. Karena Nabi sallallahu’alaihi wasallam dan khulfaurrosyidin menjalankan sendiri (sementara) mereka tidak (mengumandangkan) adzan. Mereka tidak memilih melainkan yang terbaik. Begitu juga (menjadi) imam dipilih (orang) yang lebih sempurna dan lebih baik kondisinya.
(Pendapat) yang lebih kuat dalam madzhab Syafi’I dan Hambali, begitu juga pendapat madzhab Hanafi dan Maliki bahwa adzan lebih utama dibandingkan (menjadi) imam. Berdasrkan firman Allah :
“Dan tidak ada perkataan yang lebih utama dibandingkan orang yang mengajak kepada Allah dan beramal sholeh” (SQ.Fusilat: 33)
‘Aisyah radhiallahu’anha berkata:” (ayat) ini turun berkaitan dengan dengan orang-orang yang adzan”.
Berdasarkan sabda Rasulullah sallallahu’alaihi wasallam:
لو يعلم الناس ما في النداء والصف الأول ثم لم يجدوا إلا أن يستهموا عليه لاستهموا
أخرجه البخاري ومسلم.
“Kalau sekiranya orang mengetahui (keutamaan) adzan dan shaf pertama (dalam Shalat) kemudian mereka tidak mendapatkan melainkan dengan mengundi, (pasti) mereka akan mengundinya” (HR.Bukhori dan Muslim)
Dan sabda sallallahu’alaihi wasallam :
المؤذنون أطول الناس أعناقا يوم القيامة
أخرجه مسلم.
ولقوله صلى الله عليه وسلم : الإمام ضامن والمؤذن مؤتمن , اللهم أرشد الأئمة واغفر للمؤذنين
أخرجه الترمذي
“Orang-orang yang adzan lebih panjang lehernya (nanti) dihari kiamat” (HR.Muslim). dan sabda beliau sallallahu’alaihi wasallam :”Seorang Imam (adalah) penjamin dan orang yang adzan yang dipercaya. Ya Allah (beri) petunjuk kepada para imam dan ampunilah orang-orang yang adzan” (HR.Turmudzi).
Kepercayaan lebih tinggi dan lebih baik dibandingkan dengan jaminan, dan pengampunan lebih tinggi dibandingkan petunjuk. (mereka) mengatakan:”Keberadaan Nabi dan para khulafaurrasyidin tidak menunaikan adzan disebabkan waktunya yang sempit dikarenakan kesibukan untuk kemaslahatan umat islam yang tidak bisa dipegang selain beliau sehingga tidak memungkinkan untuk melaksanakan adzan dengan memperhatikan adzan. Al-Mawwaq berkata:”Sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wasallam meninggalkan (seruan) adzan karena kalau sekiranya beliau memanggil “mari (menunaikan) shalat” sementara (orang-orang) tidak bersegera menyambutnya, maka akan terkena hukuman karena Allah berfirman:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
النور/63
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. QS. An-Nur: 63
Umar bin Khattab radhiallahu’anhu berkata:”Kalau bukan khilafah, saya akan adzan”. Dan (pendapat lain) dari madzahab Hanafi, Syafi’I dan Maliki bahwa keduanya (adzan dan imam) sama dalam keutamaannya.
(sementara) pendapat lain dari madzhab Maliki dan Syafi’I bahwa dikala dia mengetahui pada dirinya (kemungkinan) untuk menunaikan hak-hak sebagai imam dan semua perangainya, maka (imam baginya) lebih utama. Jikalau tidak (ada hal tersebut) maka adzan lebih bagus baginya. Selesai
Lihat “Khasiyah Ibnu Abidin (1/260, 370) Mawahibul Jalil (1/422) Al-Majmu’ karangan Nawawi (3/78) Kasysyaful Qana’ (1/231) Al-Mughni karangan Ibnu Qudamah (1/403)
Sebagian Syekh kami (yang hidup) waktu sekarang menguatkan pendapat lebih utama adzan dibandingkan sebagai imam. Syekh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah ditanya:”Manakah yang lebih utama adzan atau (menjadi) imam?”.
Beliau menjawab:”Permasalahan ini merupakan masih diperselisihkan diantara ahli ilmu. Yang benar (adalah) adzan lebih utama dibandingkan menjadi imam. Dikarenakan adanya dalil-dalil yang menunjukkan akan keutamaannya seperti sabda Rasulullah sallallahu’alaihi wasallam : “Kalau sekiranya orang mengetahui (keutamaan) adzan dan shaf pertama (dalam Shalat) kemudian mereka tidak mendapatkan melainkan dengan mengundi, (pasti) mereka akan mengundinya” Begitu juga sabda beliau sallallahu’alaihi wasallam lainnya:”Orang-orang yang (mengumandangkan) adzan tenggorokannya terpanjang nanti di hari kiamat”. Kalau ada orang yang mengatakan bahwa menjadi imam dikaitkan dengan sifat-sifar syar’I seperti “Wahai para kaum, hendaklah (orang yang menjadi) imam adalah yang lebih banyak (hafalan) Al-Qur’an”. Dan sudah dimaklumi bahwa orang yang lebih banyak (hafalan Al-Qur’an) adalah yang lebih utama, ketika dikaitkan dengan aqra’ (yang lebih banyak hafalan qur’an) maka hal itu menunjukkan akan keutamaannya. Jawabannya adalah kami tidak mengatakan bahwa imamah (menjadi imam) tidak ada keutamaannya, bahkan menjadi imamah merupakan wilayah syariah yang mempunyai keutamaan. Akan tetapi kami mengatakan bahwa adzan lebih utama daripada menjadi imam, dikarenakan dalam adzan tersebut mengumandangkan dzikir kepada Allah, mengingatkan manusai secara umum. Begitu juga dikarenakan (tugas) adzan lebih berat dibandingkan menjadi imam. Sementara Rasulullah sallallahu’alaihi wasallam dan para khulafaurrasyidin tidak (mengumandangkan) adzan dikarenakan mereka disibukkan dengan urusan yang lebih penting. Dan dikarenan seorang pemimpin berkaitan dengan urusan semua orang, kalau sekiranya disibukkan dengan memperhatikan waktu, maka akan tersibukkan dari urusan (kepentingan) orang-orang. Selesai
Majmu’ Fatawa As-Syekh Ibnu Utsaimin (soal 12/ no 78)
Akan tetapi perlu diingatkan bahwa yang senantiasa (dijaga) adalah ikhlas dalam beramal dan professional. Ini adalah barometer yang sebenarnya dalam (masalah) keutamaan. Bisa jadi ada amalan yang tidak diunggulkan, akan tetapi orangnya terangkat beberapa derajat di surga dan disisi Allah. Dan bisa jadi (ada) amalan yang diunggulkan akan tetapi hilang (tidak berbekas) dikarenakan riya’ dan tidak ikhlas karena Allah.
Wallahu’alam
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam