Unduh
0 / 0

Thawaf Ifadhah Dan Wada Di Hari Kesepuluh

Pertanyaan: 112913

Saya penduduk Jeddah, Allah telah memberikan nikmat kepadaku dengan menunaikan haji tahun ini bersama istriku (saya haji tanpa mengikuti travel, kami tidak mendapatkan tempat di sana). Kami telah menunaikan seluruh manasik hari Arafah dan Muzdalifah. Pada hari kesepuluh, kami telah menunaikan semua manasik dari melempar (jumrah), memendekkan rambut, sai, thawaf ifadhah disertai dengan thawaf wada di hari kesepuluh. Kemudian kami pulang ke Jeddah dan berdiam disana sampai jam Sembilan malam. Kemudian kami berangkat ke Mina untuk mabit malam harinya. Dan kembali lagi ke Jeddah setelah shalat subuh di Mina pada hari kesebelas. Dan pulang ke Jeddah, kembali lagi ke Mina magrib hari kesebelas, disertai melempar jumrah untuk hari itu. Kami tinggal di Mina sampai jam dua malam, dan kami pulang lagi ke Jeddah. Kemudian kami kembali ke Mina setelah shalat Zuhur hari kedua belas. Kami melempar jumrah, dan kami keluar dari Mina jam empat sore dihari itu. Dan kami pulang ke Jeddah. Apakah kami harus thawaf wada untuk bulan haji? Apakah kami terkena dam terhadap sesuatu?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama:

Yang sesuai
sunnah, jamaah haji berdiam diri di Mina waktu siang hari. Berdasarkan
amalan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam. Dia dibolehkan keluar ke Mekkah
atau Jeddah dan semisalnya. Apalagi kalau tidak mempunyai tempat di Mina.
Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya, “Apakah keluar (dari Mina) di
hari tasyriq (Hari 11, 12 dan 13 Dzulhijjah) ke tempat dekat Mekkah seperti
Jeddah tidak mengurangi (keabsahan) haji?

Beliau
menjawab, “Tidak mengurangi keabsahan haji. Akan tetapi yang lebih utama
adalah tetap berdiam diri di siang hari di Mina sebagaimana Rasulullah
sallallahu’alaihi wa sallam berdiam di Mina malam dan siang hari.” (Majmu’
Fatawa Syekh Ibnu Utsaimin, 23/241, 243). Silahkan lihat jawaban dari
pertanyaan no. 36244.

Kedua:

Thawaf wada
dilaksanakan setelah seseorang menyelesaikan manasiknya, maksudnya setelah
hari-hari di Mina dan melempar jumrah. Tidak dibolehkan dan tidak sah
didahulukan pelaksanaannya atas (manasik). Siapa yang thawaf (wada) di hari
kesepuluh atau sebelas, maka tidak diterima. Tapi dibolehkan mengakhirkan
thawaf ifadhah dengan melakukannya bersama thawaf wada. Sebagaimana telah
dijelaskan di jawaban soal no. 36870.

Syekh
Muhammad bin Ibrahim rahimahullah mengatakan, “Adapun orang yang tempat
tinggalnya di Jeddah, dan melaksanakan thawaf ifadhah sebelum menyelesaikan
melempar (jumrah). Sementara thawafnya diniatkan untuk thawaf ifadhah dan
wada. Hal ini tidak diterima thawaf wadanya. Karena dia belum menyelesaikan
seluruh amalan haji.

Kalau dia
thawaf ifadhah tadi setelah melempar dan diniatkan untuk ifadhah, dan dia
mencukupkan (thawaf ifadoh) tanpa melaksanakan thawaf wada, sedangkan dia
tidak tinggal (di Mina) setelah itu, bahkan langsung berangkat. Maka hal itu
cukup diangap sebagai thawaf wada. (Fatawa Syekh Ibnu Ibrahim, 6/108).

Kesimpulannya, bahwa thawaf wada anda tidak sah. Maka, kepergian anda ke
Jeddah setelah menunaikan manasik tanpa thawaf wada lagi, membuat anda harus
membayar dam. Yaitu menyembelih kambing di tanah haram dan dibagikan kepada
para fakir. Begitu juga istri, harus menyembelih kambing, jika ketika waktu
thawaf wada tidak haid. Karena thawaf wada gugur bagi wanita yang haid.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori, no. 1755 dan Muslim, no. 1328 dari
Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma, dia berkata,

أُمِرَ النَّاسُ أَنْ يَكُونَ آخِرُ عَهْدِهِمْ بِالْبَيْتِ إِلَّا أَنَّهُ
خُفِّفَ عَنْ الْمَرْأَةِ الْحَائِضِ

“Orang-orang diperintahkan
agar terakhir kali perjumpaan dengan Baitullah (adalah thawaf wada),
melainkan diberi keringanan bagi wanita haid.

Thawaf wada
anda jika dilakukan sekarang tidak sah dan tidak menggugurkan kewajiban dam
dengan hal itu, karena anda telah meninggalkan Mekkah tanpa thawaf wada.

Syekh Ibnu
Baz rahimahullah ditanya, “Kami penduduk Jeddah, tahun lalu kami telah
menunaikan haji. Sudah kami selesaikan semua manasik haji kecuali thawaf
wada.  Kami akhirkan sampai akhir bulan Dzulhijjah. Setelah tidak begitu
penuh sesak, kami kembali (ke Mekkah untuk wada). Apakah haji kami sah?

Beliau
menjawab, “Kalau seseorang haji dan mengakhirkan thawaf wada sampai di waktu
lain, maka hajinya sah. Dan dia diharuskan thawaf wada ketika keluar dari
Mekkah. Kalau dia di luar Mekkah seperti penduduk Jeddah, Thaif, Madinah san
semisal itu. Mereka tidak dibolehkan keluar sebelum melakukan wada
(perpisahan) thawaf di Ka’bah tujuh kali putaran tanpa sai. Karena wada
tidak ada sai cukup thawaf saja. Kalau dia keluar Mekkah tanpa melakukan
thawaf wada, maka dia terkena dam menurut mayoritas ulama. Menyembelih
kambing di Mekkah dan dibagikan kepada fakir miskin. Adapun hajinya tetap
sah seperti tadi disebutkan. Ini adalah pendapat mayoritas ulama.

Kesimpulannya
bahwa thawaf wada termasuk manasik haji yang wajib menurut pendapat yang
kuat di kalangan ulama. Telah ada ketetapan dari Ibnu Abbas
radhiallahu’anhuma berkata:

من ترك نسكا أو نسيه فليهرق دما

“Siapa yang
meninggalkan manasik atau melupakannya, maka dia harus mengalirkan darah
(menyembelih kambing).”

Dan ini
manasik yang ditinggalkan secara sengaja. Maka dia harus menyembelih kambing
di Mekkah untuk orang fakir miskin. Kembali lagi ke Mekkah setelah itu,
tidak menggugurkan (dam). Dan ini adalah pendapat pilihan. Dan ini yang
terkuat menurutku. Wallahu’alam.

(Majmu Fatawa
Ibnu Baz, 17/397).

Wallahua’lam

.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android