Unduh
0 / 0
2443524/01/2010

BAGAIMANA JAWABAN ATAS ANGGAPAN BAHWA RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM MENGUNJUNGI KITA DALAM KEADAAN HIDUP?

Pertanyaan: 114317

Di Pakistan, kalangan sufi yang mengatas namakan agama adalah pangkal keburukan. Saya sangat kaget ketika ada seorang tokoh agama berkata, ‘Kalian dapat menjumpai Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam secara hakiki.’ Dia ingin mengatakan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam mendatangi para wali mereka dalam keadaan hidup dengan wujudnya yang hakiki. Mereka tidak hanya mengingkari bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mati, akan tetapi mereka juga berpendapat bahwa beliau mengunjungi para wali mereka dalam keadaan hidup pada saat sekarang ini. Bagaimana membantah mereka? Dan apa hukum mereka dalam syariat?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Cara paling ampuh membantah bid’ah atau
meluruskan kekeliruan adalah mempertanyakan dalilnya. Siapa yang ditanya
tentang dalil sebuah  pandangan yang dia pegang atau yang dia ajarkan, maka
hal itu berarti menyampaikan permasalah langsung kepada sumber pemikiran dan
akalnya tentang keharusan memiliki landasan ilmiah yang benar dengan dalil
dan cara pengambilan dalil yang benar untuk menghadapi penentangnya. Bukan
berdasarkan bualan atau cerita yang didapat sana sini. Semuanya sepakat
bahwa perkara ini adalah bagian agama, maka semuanya
pun harus sepakat tentang bagaimana agama ini dilandasi dan bagaimana
seseorang berargumen dalam perkara syariat.

Mereka yang mengaku dapat melihat Nabi dalam
keadaan terjaga;

Berarti dia mengatakan bahwa Nabi shallallahu
alaihi wa sallam adalah hidup dengan ruh dan jasadnya. Dia keluar dan datang
serta bergerak di alam ini sekehendaknya. Dalam hal ini dia seperti halnya
semasa hidupnya dahulu.

Atau dia berpendapat bahwa Nabi shallallahu
alaihi wa sallam telah wafat dan berpindah ke alam barzakh yang khusus.
Siapa yang melihatnya berarti tersingkap baginya wujudnya dalam kehidupan
alam barzakh.

Pada kedua pengakuan tersebut, mereka
dituntut memberikan dalil berdasarkan Al-Quran, Sunnah dan ijmak.

Kami telah cari dalil yang sering dipakai
mereka, akan tetapi tidak ada yang kami dapatkan kecuali kejadian yang
dialami sebagian wali yang saleh dan sering dikutip dari beberapa buku yang
menyebutkan nama-nama orang yang pernah mengalaminya.

Tidak diragukan lagi bahwa berargumen seperti
ini tidak memiliki kekuatan. Yang namnya dalil harus berupa ayat, hadits
atau ijmak, atau paling tidak ucapan seorang shahabat Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam. Bukan hikayat atau kisah, khususnya dalam masalah yang
terkait kepribadian Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dan
hubungannya dengan alam ghaib.

Ditambah lagi bahwa kisah-kisah yang
diriwayatkan mengandung beberapa kemungkinan; Kemungkinan tidak kuat
kebenarannya, kemungkinan pelakunya mengalami kekeliruan, kemungkinan hal
tersebut terjadi dalam mimpi, bukan saat terjaga, kemungkinan setan yang
tampil dalam bentuk yang dipandang oleh orang melihatnya seakan-akan sebagai
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Boleh jadi juga bahwa itu semata
khayalan yang muncul di benak pelakuanya dan seakan-akan
dia merupakan kenyataan.

Bagaimana jika kita ketengahkan sebagian
dalil yang menafikan terjadinya perjumpaan dengan Nabi shallallahu alaihi wa
sallam dalam keadaan terjaga secara nyata, bukan khayalan.

Abu Bakar Ash-Shiddiq radiallahu anhu berkata
saat dia berdiri di hadapan orang untuk menyampaikan khutbah pasca wafatnya
Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Ketahuilah, siapa yang menyembah
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, sungguh Muhammad telah mati, dan
siapa yang menyembah Allah, maka Allah Maha Hidup tidak mati. Lalu beliau
mengutip firman Allah, ‘Sesungguhnya kamu akan mati dan Sesungguhnya mereka
akan mati (pula).” (QS. Az-Zumar: 30). Juga firman-Nya, “Muhammad itu tidak
lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang
rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang
(murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat
mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi
Balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran: 144) (HR.
Bukhari, no. 3667)

Jika para shahabat radhiallahu anhum yang
merupakan orang paling dekat terhadap Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam dan paling mencintainya serta bersungguh-sungguh dalam mentaatinya,
telah mengetahui makna kematian beliau shallallahu alaihi wa sallam yaitu
bahwa tidak ada lagi kesempatan bertemu beliau di dunia ini setelah itu,
lalu bagaimana mereka dapat bertemu dan duduk bersama Nabi shallallahu
alaihi wa sallam?!

Syaikhul Islam Ibnu Taimiah berkata, “Terjadi
pada mereka dalam masalah ini godaan setan yang mereka kira karomah
Ar-Rahman. Di antara mereka ada yang melihat penghuni sebuah kuburan datang
kepadanya, padahal dia telah meninggal sekian tahun lamanya, lalu berkata,
‘Aku adalah fulan.’ Atau dia berkata, ‘Setelah diletakkan di kubur, kami
keluar.’ Sebagaimana terjadi pada Tunisi bersama Nu’man As-Salami. Setan
sering berwujud seperti manusia baik saat seseorang terjaga maupun tidur.

Boleh jadi dia mendatangi orang yang tidak
dia kenal, lalu berkata, ‘Aku adalah Syekh fulan atau kyai fulan. Atau
mungkin dia berkata, ‘Aku adalah Abu Bakar dan Umar. Atau dia datang saat
terjaga, bukan saat tidur, lalu dia berkata, ‘Aku adalah Al-Masih, Aku
adalah Musa, Aku adalah Muhammad.

Yang aku ketahui, perkara semacam ini terjadi
dalam berbagai bentuk. Kemudian ada yang mengakui bahwa telah datang dalam
keadaan terjaga orang serupa mereka. Atau datang kepadanya syekh yang
terkenal kezuhudan, ilmu, wara dan agamnya, kemudian mereka mempercayainya.

Di antara mereka ada yang mengira bahwa
ketika dirinya mendatangi kuburan Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau
keluar dari kuburnya dalam bentuknya dan berbicara dengannya. Di antara
mereka ada yang melihat bundaran di atas Ka’bah dalam bentuk syekh yang
katanya adalah Ibrahim Al-Khalil.

Di antara mereka ada yang mengira bahwa Nabi
shallallahu alaihi wa sallam keluar dari kamarnya dan berbicara dengannya
dan mereka menjadikan hal itu sebagai karamahnya. Diantara mereka ada yang
berkeyakinan bahwa dia telah bertanya kepada orang yang telah dikubur lalu
orang tersebut menjawabnya.

Sebagian lagi mengisahkan bahwa Ibnu Mandah
jika kesulitan memahami sebuah hadits, beliau mendatangi rumah Nabi
shallallahu alaihi wa sallam dan masuk, kemudian bertanya kepada Nabi
shallallahu alaihi wa sallam untuk menanyakannya, lalu beliau menjawabnya.

Yang lainnya dari penduduk Maroko mengalami
kejadian serupa dan dia menyatakan bahwa itulah karamahnya.

Hingga akhirnya Ibnu Abdul Bar berkata kepada
orang-orang yang mengaku demikian, ‘Celaka kamu, apakah kamu kira orang itu
lebih utama dari generasi pertama dari kalangan Muhajirin dan Anshar? Apakah
ada di antara mereka yang bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam
setelah kematian beliau lalu beliau menjawabnya?”

Para shahabat telah berbeda pendapat tentang
beberapa masalah, mengapa mereka tidak bertanya kepada Nabi (setelah
kematiannya) lalu beliau menjawabnya?!

Lalu puterinya, Fatimah, sempat berselisih
pendapat soal warisannya, mengapa dia tidak bertanya kepadanya lalu beliau
menjawabnya.”

(Majmu Fatawa, 10/406-407)

Beliau (Syaikhul Islam Ibnu Taimiah)
rahimahullah juga berkata, “Yang dimaksud adalah bahwa para shahabat
radhiallahu anhum tidak menjadi sasaran setan dan korban kesesatan mereka,
sebagaimana setan telah menyesatkan selain mereka dari kalangan pelaku
bid’ah yang menafsirkan ayat bukan pada tempatnya, atau mereka yang tidak
paham terhadap sunah, atau mereka yang melihat atau mendengar
perkara-perkara luar biasa, kemudian menganggapnya sebagai tanda kenabian
dan kesalehan, padahal itu adalah perbuatan setan. Sebagaimana setan telah
menyesatkan orang-orang Nashrani dan pelaku bid’ah seperti itu juga. Mereka
menuruti perkara yang sama dan meninggalkan perkara yang telah jelas. Begitu
pula mereka berpegang teguh dengan perkara-perkara yang sama itu
berlandaskan dalil logika dan indera saja. Lalu dia mendengar dan melihat
perkara-perkara yang dia anggap bersumber dari Allah, padahal sesungguhnya
dari setan, sementara mereka meninggalkan perkara yang jelas dan benar dan
tidak ada keraguan.

Demikian pula halnya setan tidak akan dapat
berwujud seperti rupanya untuk menolong orang-orang yang minta tolong
kepadanya, atau bersuara mirip dengan suaranya, karena mereka yang
melihatnya mengetahui bahwa perkara ini adalah syirik dan tidak halal.

Demikian pula setan tidak berani berkata
kepada salah seorang di antara shahabat, ‘Jika kalian memiliki kebutuhan,
datanglah ke kuburanku dan mintalah bantuan kepadaku.’ Tidak terjadi hal
tersebut saat beliau hidup atau sesudah kematinnya. Sebagaimana hal ini
terjadi pada orang-orang belakangan.

Setan juga tidak menghampiri salah seorang
dari mereka dan berkata, “Aku adalah makhluk gaib, datang dari empat sudut,
tujuh, atau empatpuluh, atau dia berkata kepadanya, ‘Engkau salah satu dari
mereka.’ Jika mereka memiliki kebatilan yang tidak ada hakekatnya. Setan
juga tidak datang kepada mereka dan berkata, ‘Aku adalah Rasulullah, atau
berbicara dengan mereka di sisi kuburnya sebagaimana terjadi pada banyak
orang setelah mereka di kuburnya atau kubur selainnya atau selain kuburan.

Sebagaimana terjadi pada banyak kaum musyrik
dan ahli kitab. Mereka mengaku melihatnya setelah kematiannya dan
mengagungkan guru mereka. Orang India mengaku melihat orang yang mereka
agungkan dari guru-guru mereka yang kafir dan selainnya. Orang Nashrani juga
mengaku melihat orang-orang yang mereka agungkan dari para nabi dan
hawariyyin dan selain mereka. Orang-orang sesat dalam agama ini juga mengaku
telah melihat orang-orang yang mereka agungkan, apakah Nabi shallallahu
alaihi wa sallam, atau nabi lainnya dalam keadaan terjaga, dia berbicara
kepada mereka dan mereka berbicara kepadanya, mereka katanya meminta fatwa
kepadanya dan bertanya kepadanya tentang beberapa hadits, lalu mereka
menjawabnya. Di antara mereka ada yang berkhayal bahwa kuburan beliau
terbelah, lalu beliau dan dua orang shahabatnya (Abu Bakar dan Umar) keluar
memeluknya. Diantara mereka ada yang berkhayal bahwa dirinya mengeraskan
suaranya saat salam hingga salamnya terdengar hingga beberapa hari dan
sampai ke tempat yang jauh. Kisah-kisah semacam ini sering terdengar dan
saya sendiri pernah mendengar dari seseorang yang dia dengar dari orang yang
sulit dipegang kebenarannya. Sebagaimana hal ini juga sering terdengar di
kalangan Nashrani dan kaum musyrikin. Akan tetapi banyak orang yang
mendustakannya, namun banyak pula yang membenarkannya dan mengira bahwa itu
adalah tanda-tanda yang bersumber dari Tuhan dan bahwa orang yang
mengalaminya adalah karena kesalehan dan baik agamanya. Dia tidak tahu bahwa
hal itu bersumber dari setan dan bersumber dari sedikitnya ilmu orang
tersebut hingga disesatkan oleh setan. Siapa yang amalnya lebih sedikit maka
dia akan mengatakan sesuatu yang tidak dia ketahui bahwa hal itu sangat
bertentangan dengan syariat.

Siapa yang memiliki ilmu dia tidak akan
mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan syariat atau tidak memberikan
manfaat dalam agama serta dapat menyesatkannay dari sebagian yang dia
ketahui. Karena hal tersebut adalah perbuatan setan. Meskipun dia mengira
bahwa dirinya dapat mengambil manfaat darinya, namun kerugian yang didapat
akibat darinya lebih besar.

Karena itu, tidak ada seorang pun dari para
shahabat yang mengatakan bahwa Khidir mendatanginya, tidak juga Musa, Isa
dan tidak juga mereka mendengar jawaban Nabi shallallahu alaihi wa sallam
terhadapnya.

Ibnu Umar biasanya sehabis datang dari safar
menyampaikan salam, namun sekalipun dia tidak pernah berkata bahwa beliau
mendengar jawaban salamnya. Demikian pula halnya dengan tabi’in serta
pengikut sesudahnya. Hal tersebut baru terjadi dikalangan orang-orang
kemudian.

Demikian pula, tidak ada di kalangan shahabat
yang mendatanginya kemudian bertanya di sisi kuburnya tentang perkara yang
mereka pertikaikan atau perkara yang tidak mereka ketahui ilmunya. Hal itu
tidak dilakukan oleh Khalifah yang empat atau selainnya, padahal mereka
adalah orang yang paling dekat dengan Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

Bahkan termasuk puterinya, Fatimah
radhiallahu anha, tidak digoda setan dengan berkata, ‘Pergilah ke kuburnya
(Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam), tanyakan beliau, apakah dia
mewariskan atau tidak.’

Begitu pula setan tidak bernafsu mendatangi
mereka dan berkata kepada mereka, ‘Mintalah kepadanya agar dia mendoakan
untuk kalian agar turun hujan’ ketika mereka mengalami musim kering. Atau
berkata kepada mereka, ‘Mintalah kepadanya agar dia memohonkan kemenangan
untuk kalian, atau memintakan ampunan untuk kalian, sebagaimana mereka
semasa hidup beliau mendatanginya minta didoakan agar turun hujan atau
diberikan kemenangan.’

Setan tidak bernafsu menggoda mereka setelah
kematian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, tidak juga terhadap
generasi tiga abad pertama.

Kesesatan seperti ini baru muncul pada mereka
yang sedikit ilmunya tentang Tauhid dan Sunnah. Maka setan menyesatkannya
sebagaimana dia menyesatkan kaum Nashrani dalam berbagai perkara karena
sedikitnya ilmu mereka dengan ajaran yang dibawah oleh Isa Al-Masih dan
ajaran para Nabi sebelumnya alaihimussalam.”

Majmu Fatawa, 27/390-393.

Al-Alusy rahimahullah berkata,

“Apa yang dikatakan oleh sebagian kalangan
bahwa dirinya melihat Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam
setelah wafatnya, bertanya kepadanya dan mengambil darinya, tidak kami
ketahui ada kejadian tersebut pada generasi pertama.

Pada masa shahabat radhiallahu anhum terjadi
pertikaian sejak wafatnya beliau waktu yang Allah kehendaki dalam berbagai
perkara agama dan dunia. Di antara mereka terdapat Abu Bakar dan Ali
radhiallahu anhuma yang pada mereka berdua umumnya berujung silsilah
kelompok tasawuf  yang mengaku melihatnya, namun tidak ada riwayat yang
sampai kepada kami bahwa salah satu dari mereka mengaku telah melihat
Rasulullah shallallahu alaihi wa salam dalam keadaan terjaga atau
mendapatkan apa yang mereka dapatkan darinya.

Tidak ada riwayat yang sampai kepada kita
bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam menampakkan diri kepada para
shahabat yang kebingungan lalu beliau memberi petunjuk kepadanya untuk
menghilangkan kebingungannya.

Tidak ada juga riwayat shahih pada kami bahwa
shahabat bertanya kepadanya setelah wafat beliau sebagaimana yang dikisahkan
oleh sebagian kalangan tasawuf.

Engkau telah mengetahui adanya perbedaan
pendapat dikalangan mereka tentang hukum kakek dengan para saudara mayat
(dalam bab warisan). Apakah engkau ketahui bahwa ada salah seorang dari
mereka (shahabat) didatangi Rasulullah, lalu beliau memberinya petunjuk
pendapat yang benar dalam masalah tersebut?!

Telah sampai kepadamu tentang riwayat
kesedihan Fatimah yang mendalam setelah wafatnya beliau dan peristiwa Fadak
(tuntutan menjadikan tanah di Fadak milik Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam sebagai harta waris  kepada Abu Bakar), tapi adakah riwayat yang
sampai kepada anda bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menampakkan
diri,  sebagaimana  katanya terjadi di kalangan tasawuf, untuk  meringankan
penderitaan dan menjelaskan permasalahan kepadanya?”

Engkau juga telah
mendengar riwayat tentang berangkatnya Aisyah radhiallahu anha ke Bashrah
dan peristiwa terjadinya perang Jamal, apakah anda mendengar juga beliau
(Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam) melarangnya
atau mencegahnya agar jangan pergi supaya terjadi peristiwa tersebut, atau
minimal sebagai bentuk pertanggungjawaban kepadanya?!

Masih banyak hal-hal lain yang tidak
terhitung banyaknya.

Kesimpulannya, tidak ada riwayat yang sampai
kepada kita adanya penampakan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada
salah seorang shahabat dan keluarganya, padahal mereka sangat membutuhkan
hal tersebut.

Penampakan beliau di Masjid Quba sebagaimana
dikatakan oleh orang Syiah hanyalah kebohongan
belaka.

Kesimpulannya, beliau tidak menampakkandiri
di hadapan mereka yang mulia, juga tidak kepada orang-orang sesudah mereka
yang membutuhkan arahannya yang membuat orang dapat puas menerimanya.”

Ruhul Ma’ani, 22/38-39.

Syekh Ibn Baz rahimahullah berkata,

“Merupakan perkara agama yang seharusnya
sudah diketahui dan berdasarkan dalil-dalil syari, bahwa Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam tidak berada di semua tempat, akan tetapi
jasadnya terdapat dalam kuburnya saja di Madinah Munawarah. Adapun ruhnya
berada di tempat yang tinggi di surga. Hal tersbut telah ditunjukkan
berdasarkan riwayat shahih dari beliau, bahwa menjelang wafatnya beliau
berdoa,”Ya Allah semoga aku ditempatkan di tempat yang tertinggi.”

Juga para ulama Islam dari kalangan shahabat
dan orang sesudah mereka sepakat bahwa beliau dikuburkan di kamar Aisyah
radhiallahu anha di sisi Masjid beliau yang mulia, dan jasadnya hingga kini
berada di tempat tersebut.

Adapun ruhnya dan ruh para nabi serta kaum
muslimin, semuanya di surga, akan tetapi di tempat dan derajat yang
berbeda-beda sesuai ilmu dan keimanan yang Allah berikan kepadnya serta
kesabaran dalam menanggung penderitaan di jalan dakwah kepada kebenaran.

Adapun apa yang diakui sebagian kalangan
tasawuf yang mengatakan bahwa dia mengetahui perkara gaib dan Rasulullah saw
hadir di hadapan mereka pada saat mereka merayakan peringatan maulid atau
sebagainya, hal itu adalah perkara batil yang tidak memiliki landasan. Yang
membuat mereka bersikap seperti itu adalah kebodohan mereka terhadap
Al-Quran dan Sunnah serta petunjuk salafushaleh.

Semoga Allah memberikan keselamatan kepada
kita dan kaum muslimin dari apa yang telah menimpa mereka. Kita juga memohon
semoga Allah memberi petunjuk kepada kita dan mereka seluruhnya kepada jalan
yang lurus, sungguh Dia Maha Mendengar dan mengabulkan.

Majmu Fatawa Ibnu Baz, 3/381-383

Telah dijelaskan dalam situs kita jawaban
tentang masalah ini dengan menunjukkan dalil-dalil yang banyak dari para
ulama. Yaitu di soal jawab no.
70364
. Silakan dibaca. Lihat pula jawaban soal no.
21524.

Siapa yang ingin mendapatkan pandangan lebih
luas dan lama, silakan menyimak link di situs Saaid.net


http://www.saaid.net/feraq/sufyah/30.htm

Wallahua’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android
at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android