Unduh
0 / 0

Mengugurkan biaya sewa rumah seorang fakir dan menganggapnya sebagai zakat

Pertanyaan: 119113

Ada seorang penyewa rumah saya yang tidak bisa membayar biaya sewa rumah karena mengalami kesulitan ekonomi. Bolehkan saya mengugurkan biaya sewa rumah itu dan menjadikannya sebagai zakat saya untuknya. Bila boleh, haruskah saya memberitahunya tentang hal itu?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Dalam membayar zakat
disyaratkan harus ada proses tamlik (penyerahan kepemilikan) dan
îtâ (pemberian) kepada seorang fakir. Hal itu berdasarkan firman Allah
subhanahu wa ta’ala:

(
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ )

Dan dirikanlah shalat dan
tunaikanlah zakat.
(QS. Al-Baqarah: 110).

Dan ayat lain:

 وقوله
: ( إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ ) التوبة/60

Sesungguhnya zakat-zakat itu,
hanyalah untuk orang-orang fakir dan orang-orang miskin…
(QS. At-Taubah: 60).

Huruf lam pada kata
al-fuqara menunjukkan tamlik (penyerahan kepemilikan).

Juga berdasarkan sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mu’adz saat beliau
mengutusnya ke Yaman, “Beritahu mereka (penduduk Yaman) bahwa Allah
mewajibkan mereka zakat yang diambil dari harta mereka dan diberikan kepada
kaum fakir mereka.” (HR. Bukhari, no: 1458. Muslim, no: 19).

Di dalam zakat ada kegiatan
mengambil, memberi dan menyerahkan kepemilikan. Oleh sebab itu, zakat tidak
akan berpahala bila hanya berupa pengguguran utang atau biaya sewa rumah
terhadap seorang miskin. Ini adalah pendapat Jumhur ulama.

Tetapi bila Anda memberinya
zakat Anda sendiri, kemudian dengan zakat itu ia membayarkan uang sewa
rumahnya, tanpa pensyaratan dan akal-akalan dari Anda, maka tindakan itu
tidak masalah.

An-Nawawi berkata dalam
al-Majmu (6/196), “Bila seseorang memiliki piutang di tangan orang yang
susah dan ia ingin menjadikannya sebagai zakatnya untuk orang itu dengan
berkata, “Aku menjadikan piutangku itu sebagai zakatku untukmu,” maka
zakatnya ini tidak berpahala. Ini adalah mazhab Abu Hanifah dan Ahmad. Sebab
zakat itu masih berada dalam tanggungannya sehingga ia tidak terbebas dari
tanggungan itu kecuali dengan menerima tangan harta zakat tersebut. Dan bila
orang itu membayarkan zakatnya sambil mensyaratkan debitur agar melunasi
utangnya dengan zakat itu, maka zakat itu tidak sah dan kewajiban zakatnya
belum gugur. Selain itu, melunasi utang dengan zakat itu tidak sah,
berdasarkan kesepakatan para ulama.”

Di dalam al-Mawsu’ah al-Fiqhiyah
(23/300) disebutkan:

Tidak boleh seorang kreditur
menggugurkan piutangnya yang ada di tangan debiturnya yang fakir dan
mengalami kesulitan ekonomi dan menganggapnya sebagai zakat harta pribadinya.
Bila ia melakukan hal itu, maka zakatnya tidak berpahala. Ini adalah
pendapat ulama mazhab Hanafi, Hambali dan Maliki (kecuali Asyhab), serta
pendapat paling sahih dalam mazhab Syafi’i, dan pendapat Abu Ubaid. Sebab
larangan ini adalah bahwa harta zakat merupakan hak Allah murni. Karena itu,
seorang manusia tidak boleh membayarnya untuk maslahat pribadinya, atau
untuk mengembangkan hartanya sendiri dan meminta pelunasan piutangnya.

Ada satu pendapat dalam
mazhab Syafi’i, juga pendapat Asyhab dari mazhab Maliki yang dinukil dari
al-Hasan al-Bashri dan Atha` yang membolehkan hal itu. Sebab bila seorang
kreditur membayarkan zakatnya kepada debiturnya lalu ia mengambil zakat itu
lagi dari tangan debiturnya untuk melunasi utangnya, maka tindakannya itu
dibolehkan. Dan jika seorang kreditur membayarkan zakat hartanya kepada
debiturnya, lalu sang debitur mengembalikan harta zakat itu lagi kepadanya
sebagai pelunasan utangnya; atau jika seorang debitur meminjam uang dari
pihak lain untuk melunasi utangnya, kemudian ia membayarkan uang itu kepada
krediturnya, lantas kreditur mengembalikannya lagi kepadanya sebagai zakat
hartanya, bila semua tindakan itu bukan tindakan tipuan atau akal-akalan,
atau tidak bertujuan untuk menghidupkan kembali hartanya, maka hal itu
dibolehkan menurut Jumhur ulama. Ini juga satu pendapat dalam mazhab Maliki.”

Syeikh Abdul Aziz ibn Baz
rahimahullah pernah ditanya soal berikut:

Bila Anda memiliki piutang di
tangan seorang yang sedang sakit atau orang fakir yang mengalami kesulitan
ekonomi, bolehkah Anda mengugurkan utangnya itu dan menganggapnya sebagai
zakat harta Anda untuknya?

Syeikh menjawab, “Itu tidak
dibolehkan. Karena yang wajib dilakukan seorang kreditur adalah memberi
penangguhan kepada debiturnya sampai ia mampu membayar. Juga karena zakat
adalah penyerahan dan pemberian sebagaimana firman Allah subhanahu wa
ta’ala, “Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.” Dan pembebasan utang
bukanlah penyerahan ataupun pemberian, melainkan pengguguran, karena tujuann
dari zakat seperti itu hanyalah menjaga harta, bukan menghibur kaum fakir.
Tetapi Anda boleh memberi debitur Anda harta zakat karena kefakiran dan
kebutuhannya, atau karena utang-utangnya. Dan bila ia membayarkan semua atau
sebagian utangnya dengan harta zakat itu kepada Anda, maka hal itu tidak
masalah, asalkan tindakannya itu bukan karena tekanan atau syarat yang Anda
tetapkan kepadanya. Ia harus melakukannya dengan sukarela. Semoga Allah
senantiasa membimbing semua orang dalam memahami agama-Nya dan konsisten
menjalankannya.” (Fatawa asy-Syeikh Ibni Baz, 14/280). (Lihat pula
jawaban soal no: 13901).

Wallahu a’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android
at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android