Dalam mudharabah, keuntungan dibagi antara pemodal dan operator (pekerja) sesuai dengan nisbah (prosentasi) yang disepakati di antara mereka. Pertanyaannya adalah: Bolehkah menurut hukum Islam kedua belah pihak sepakat bahwa operator akan menerima gaji bulanan yang tetap sebagai tambahan dari nisbah (prosentasi) yang disepakati? .
Apakah diperbolehkan orang yang melakukan transaksi mudharabah mengambil gaji setiap bulan dari dana mudharabah? dan menyebutkan sebagian persyaratannya
Pertanyaan: 122622
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Al-Mudharabah yang disebut “qirad” dalam kitab-kitab fikih adalah akad bersama antara pemilik modal dengan dananya dan antara pekerja dengan pekerjaannya. Diantara persyaratan dalam mudharabah agar menjadi sah adalah tidak adanya jaminan modal bagi pemiliknya dan pemilik modal tidak diberi dana yang tetap. Akan tetapi dia mendapatkan prosentasi keuntungan sesuai apa yang telah disepakati, dan pekerja mendapatkan dana sebagai ganti dari pekerjaannya dengan prosentasi yang telah disepakati antara dia dan pemilik modal.
Oleh kerena itu para ulama’ bersepakat tidak diperbolehkannya mengambil dana tetap sebagai pengganti pekerjaannya ditambah prosentasi dari keuntungan. Karena terkadang dananya tidak menghasilkan kecuali apa yang diambilnya. Sehingga dia sendiri yang untung sementara pemilik modal tidak. Kalau dia menjadi sekutu (mitra) beserta hartanya, maka dia boleh mengambil pengganti dari pekerjaannya jika dia melakukan pekerjaan itu sendiri, baik dia atau rekannya. Apa yang kami katakan ini, sepengetahuan kami tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ahli ilmu.
Ini adalah pendapat diantara pendapat para ulama yang menjelaskan persyaratan mudharabah, bahwa apa yang ada dalam pertanyaan dimana mudharib (pelaku) mengambil gaji bulanan adalah sesuatu yang membatalkan kontrak ini.
Syekh Sayyid Sabiq rahimahullah mengatakan,”Disyaratkan dalam mudharabah beberapa syarat berikut ini:
- Hendaknya modal utamanya berupa uang, jika berupa tanah, perhiasan, atau hadiah lainnya, maka tidak sah. Ibnu al-Mundhir berkata: “Setiap orang yang kami pelajari darinya sepakat bahwa hal itu tidak boleh bagi laki-laki untuk mengalihkan utangnya kepada orang lain dalam mudhorobah.
- Hendaknya telah diketahui, agar dibedakan antara modal utama yang digunakan untuk berdagang dari keuntungan yang akan dibagikan diantara keduanya sesuai dengan kesepakatan.
- Hendaknya keuntungan antara pekerja dan pemilik modal itu telah diketahui dengan prosentasi seperti setengah, sepertiga dan seperempat. Karena Nabi sallallahu’alaihi wa sallam berinteraksi dengan penduduk Khaibar dengan memberikan separuh dari yang keluar darinya. Ibnul Munzir mengatakan,”telah terjadi Ijma’ (kesepakatan) setiap orang yang kami pelajari darinya akan rusaknya pinjaman (qirod) kalau salah satu diantara keduanya atau keduanya menjadikan untuk dirinya dirham (dana) yang telah diketahuinya.
Sebab akan hal itu adalah, kalau dia mensyaratkan jumlah tertentu untuk salah satunya, terkadang keuntungan tidak ada kecuali dengan kadar ini saja. Maka yang menetapkannya akan mengambilnya. Sementara pihak lain tidak mendapatkan apapun. Hal ini bertentangan dengan maksud mudharabah, yaitu kontrak yang dimaksudkan untuk menguntungkan masing-masing pihak yang mengadakan kontrak.
- Hendaknya mudharabahnya itu bersifat mutlaq. Sehingga pemilik modal tidak boleh membatasi pekerja untuk berdagang di negara tertentu, Atau dengan barang jualan tertentu, Atau berdagang pada waktu tertentu dan tidak diwaktu lainnya, Atau tidak boleh berinteraksi dengan orang tertentu dan semisal itu dari persyaratan. Karena pembatasan dengan banyak persyaratan itu akan menghilangkan tujuan dari akad tersebut yaitu mendapatkan keuntungan. Maka ini tidak boleh menjadi ketentuan (syarat), kalau tidak maka mudharabahnya akan rusak. Ini adalah pandangan mazhab Maliki dan Syafi’i.
Semetara menurut mazhab Abu Hanifah dan Ahmad mengatakan,”Keduanya tidak mensyaratkan dengan syarat ini seraya mengatakan,”Sesungguhnya mudharabah sebagaimana dikatakan sah kalau bersifat mutlaq, maka ia juga diperbolehkan secara terbatas atau muqoyyad.
Dan bukan termasuk diantara persyaratan mudharabah itu adalah menjelaskan waktunya, karena ia adalah akad yang diperbolehkan memutuskannya kapanpun juga.
Dan Juga bukan termasuk persyaratan mudharabah antara orang Islam dengan orang Islam lainnya, diperbolehkan (sah) akad mudharabah antara orang Islam dengan orang kafr Dzimmi. Fiqhus Sunnah, (3/205-207).
Al-Kasani Al-Hanafi rahimahullah dalam penjelasan persyaratan akad mudharabah mengatakan, Diantaranya: hendaknya yang dijadikan persyaratan untuk masing-masing pihak dari mudhorib dan pemilik modal adalah mendapat bagian keuntungan yang umum, seperti setengah atau sepertiga atau seperempat. Kalau keduanya mensyaratkan jumlah tertentu dengan mensyaratkan salah satunya mendapatkan 100 dirham dari keuntungan atau lebih sedikit atau lebih banyak. Dan sisanya untuk pihak lainnya, maka hal itu tidak diperbolehkan. Dan akad mudharabahnya rusak, Karena mudharabah termasuk bentuk dari akad berserikat. Yaitu berserikat dalam keuntungan. Persyaratan ini mengharuskan memastikan keberserikatan dalam keuntungan. Karena diperbolehkan mudharib (pelaku) tidak mendapatkan keuntungan kecuali dengan kadaryang telah disebutkan. Sehingga didapatkan untuk salah satunya dan tidak untuk yang lainnya. Sehingga tidak terealisasikan tujuan perserikatan tersebut. Dan hal itu tidak termasuk karakteristik dalam mudharabah. Begitu juga kalau salah satunya mensyaratkan untuk mendapatkan setengah atau sepertiga dan 100 dirham atau mengatakan kecuali 100 dirham. Maka hal itu tidak diperbolehkan. Karena mudharabah termasuk salah satu bentuk serikat. Yaitu serikat dalam keuntungan. Persyaratan ini mengharuskan memutuskan serikat dalam keuntungan. Karena diperbolehkan mudharib (pelaku) tidak mendapatkan keuntungan kecuali dengan kadar ini yang telah disebutkan. Sehingga didapatkan untuk salah satunya dan tidak untuk yang lainnya. Sehingga tidak terealisasikan perserikatan itu. Dan hal itu tidak termasuk prilaku dalam mudharabah. (Badai’ As-Sonai’, (6/85, 86).
As-Syairozi As-Syafi’I rahimahullah mengatakan,”Tidak diperbolehakn salah satu pihak mengkhususkan dana tertentu kemudian sisanya untuk keduanya. Karena terkadang tidak mendapakan kecuali dana itu saja. Sehingga membatalkan haknya. Terkadang tidak mendapatkan kecuali dana itu saja. Sehingga membatalkan hak lainnya. (silahkan melihat kitab ‘Al-Majmu’ Syarkh Al-Muhadzab, 14/366).
Kesimpulannya adalah tidak diperbolehkan bagi pekerja dalam akad mudharabah mendapatkan gaji bulanan. Bahwa dia tidak mendapatkan kecuali prosentasi yang telah disepakati diantara pekerja dengan pemilik modal.
Wallahua’lam
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam