Kapan jamaah shalat disyariatkan melakukan sujud sahwi dalam shalatnya?
Sebab-sebab Sujud Sahwi
Pertanyaan: 12527
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Di antara kasih sayang Allah kepada hambanya, dan di antara keindahan agama yang sempurna ini. Disyariatkan kepada hambanya melengkapi yang kurang dan rusak yang masuk pada ibadahnya. Dan tidak dapat menjaganya dengan cara yang sempurna. Bisa dengan melakukan ibadah-ibadah sunnah atau istifar (minta ampunan) atau semisal itu.
Di antara yang disyariatkan Allah kepada hambanya untuk melengkapi kekurangan yang tiba-tiba ada dalam shalatnya, adalah melakukan sujud sahwi. Cuma Ia disyariatkan pada urusan tertentu, bukan untuk segala sesuatu itu dilengkapi dengan sahwi dan disyariatkannya.
Fadhilatus Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya tentang sebab-sebab sujud sahwi, maka beliau mengatakan,”sujud sahwi dalam shalat itu ada beberapa penyebabnya secara umum ada tiga hal yaitu,
- Ada tambahan
- Ada kekurangan
- Ada keraguan
Tambahan contohnya seseorang menambahi rukuk atau sujud atau berdiri atau duduk
Kekurangan, contohnya seseorang kurang rukun atau kurang di antara kewajiban shalat.
Sementara ragu-ragu dia ragu-ragu berapa rakaat dia shalat, apakah tiga atau empat contohnya.
Adapun kalau tambahan maka seseorang ketika menambah shalatnya seperti rukuk atau sujud atau berdiri atau duduk secara sengaja, maka shalatnya itu batal. Karena ketika dia menambahi, maka dia telah melakukan shalat yang tidak diperintahkan oeh Allah dan Rasul-Nya sallallahu alaihi wa sallam. Sementara Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد (رواه مسلم، رقم 1718)
“Siapa yang melakukan suatu amalan yang bukan atas perintah kami, maka ia tertolak.” (HR. Muslim, no. 1718).
Adapun kalau tambahannya itu karena lupa, maka shalatnya tidak batal. Akan tetapi dia sujud sahwi setelah salam. Dalil akan hal itu adalah hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu ketika Nabi sallallahu alaihi wa sallam salam lupa dari shalat di dua rokaat di salah satu sholat siang hari, mungkin Zuhur atau Ashar. Ketika beliau diingatkan, maka beliau sallallahu alaihi wa sallam menambah sisa rakaatnya kemudian salam kemudian sujud dua kali sujud kemudian setelah itu salam. (HR. Bukhori, no. 482 dan Muslim, no. 573).
Dan hadits Ibnu Mas’ud –radhiallahu’anhu- sesungguhnya Nabi sallallahu alaihi wa sallam shalat Zuhur bersama mereka lima rokaat, ketika selesai dikatakan kepada beliau, “Apakah ditambah (rokaat) shalatnya?” Beliau bertanya, “Kenapa?” Para shahabat berkata, “Engkau shalat lima (rokaat).” Kemudian beliau menekuk kedua kakinya dan menghadap kiblat dan sujud dua kali sujud.” (HR. Bukhori, no. 404 dan Muslim, no. 572).
Sementara kalau kurang, kalau seseorang kurang di antara rukun shalat, maka tidak terlepas dari:
Dia ingat sebelum sampai pada gerakan yang sama di rakaat kedua, maka waktu itu dia harus kembali dan melakukan rukun tersebut lalu melanjutkan shalatnya.
Adapun kalau dia tidak ingat kecuali telah pada gerakan yang sama di rakaat kedua, maka rakaat kedua itu menjadi rakaaat sebelumnya karena dia meninggalkan rukun rakat sebelumnya. Maka dia harus menggantikannya dengan satu rokaat. Dalam dua kondisi ini, maka dia sujud setelah salam.
Contoh akan hal itu, seseorang berdiri ketika sujud pertama dari rokaat pertama dan tidak duduk lagi, juga tidak sujud kedua, ketika dia akan memulai membaca al fatihah dia teringat bahwa dia belum sujud dan belum duduk di antara dua sujud. Maka waktu itu dia kembali duduk di antara dua sujud. Kemudian sujud, kemudian berdiri dan melakukan sisa rokaat shalatnya, dan sujud sahwi setelah salam.
Contoh yang tidak ingat kecuali telah sampai pada giliran gerakan yang sama di rokaat kedua; Dia berdiri dari sujud pertama di rokaat pertama, namun dia tidak sujud untuk sujud yang kedua. Juga tidak duduk diantara dua sujud. Dia tidak ingat kecuali ketika duduk diantara dua sujud di rokaat kedua. Dalam kondisi seperti ini, maka rokaat kedua itu menjadi rokaat pertama. Sehingga dia harus menambahi satu rokaat dalam shalatnya dan salam kemudian sujud sahwi.
Sementara kekurangan yang wajib, kalau dia kurang dari suatu kewajiban (shalat) dan ia telah berpindah ke tempat setelahnya. Contoh, dia lupa mengucapkan ‘Subhana rabbiyal a’la. Dia tidak teringat kecuali dia telah bangun dari sujud. Maka dia telah meninggalkan kewajiban shalat karena lupa, maka dia terus melanjutkan shalatnya dan sujud sahwi sebelum salam. Karena Nabi sallallahu alaihi wa sallam ketika beliau meninggalkan tasyahud pertama, beliau melanjutkan shalatnya dan tidak kembali kemudian beliau sujud sahwi sebelum salam.
Adapun kalau ragu-ragu adalah dia ragu-ragu antara tambahan dan kekurangan. Contoh, dia ragu-ragu apakah telah menunaikan shalat tiga atau empat rakaat. Maka kondisinya tidak lepas dari dua kondisi berikut ini:
Kemungkinan dia telah menguatkan di salah satunya tambahan atau kekurangan. Maka berpatokan atas apa yang telah kuat pada dirinya dan menyempurnakan kemudian sujud sahwi setelah salam.
Kalau tidak ada yang dia kuatkan diantara dua hal tadi, maka patokannya adalah yang paling sedikit, kemudian menyempurnakan shalatnya dan sujud sahwi sebelum salam.
Contoh akan hal itu adalah seseorang shalat Zuhur kemudian dia ragu-ragu. Apakahi ini termasuk rokaat ketiga atau keempat. Kemudian yang kuat menurut dirinya adalah rokaat ketiga. Maka dia melangkapi rokaat keempat kemudian salam kemudian sujud sahwi.
Contoh kalau dua hal itu sama, seseorang shalat Zuhur kemudian ragu-ragu. Apakah ia termasuk rokaat ketiga atau keempat? Dan tidak dapat menguatkan pada dirinya apakah dia rokaat ketiga atau keempat. Maka dibangun atas keyakinan yaitu yang paling sedikit sehingga dia menjadikan rokaat ketiga kemudian melakukan untuk rokaat keempat dan sujud sahwi sebelum salam.
Dari sini jelas, bahwa sujud sahwi itu bisa sebelum salam kalau dia meninggalkan di antara kewajiban shalat atau ragu-ragu bilangan rokaatnya dan tidak ada yang menguatkan di antara dua hal tersebut.
Dan (sujud sahwi) setelah salam kalau ada tambahan dalam shalat atau ragu-ragu tapi dia telah menguatkan salah satunya. (silahkan melihat ‘Majmu’ Fatawa Syekh, 14/14-16).
Wallahul muwaffiq
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam