Unduh
0 / 0
27,03806/03/2009

HUKUM MUSHAF WAKAF KETIKA RUSAK ATAU ROBEK

Pertanyaan: 126205

Apa hukum mushaf yang diwakafkan kalau rusak atau robek, apa harus diperbaiki atau menggantikannya atau dibiarkan tetap pada kondisinya? Apakah diperbolehkan untuk dimusnahkan atau tidak?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama,

Kalau mushaf rusak pada sebagian atau robek dan memungkinkan
untuk diperbaiki dan dijilid kembali, maka hal itu yang lebih baik dan lebih
utama. Termasuk perbuatan baik yang orang akan diberi pahala. Melainkan hal
itu tidak merupakan kewajiban agama yang mengharuskan orang yang wakaf atau
orang lain untuk melakukannya. Akan tetapi diambilkan nafkahnya dari
keuangan masjid kalau sekiranya masjid mempunyai wakaf khusus untuk biaya
perbaikannya. Kalau tidak, yang bertanggung jawab adalah direktur wakaf. Hal
itu karena wakaf yang tidak ada dana untuk pembiayaannya diambilkan dari
baitul mal (kas Negara).

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata terkait
dengan biaya persenjataan yang diwakafkan, “Kalau orang yang berwakaf
mensyaratkan hal itu, kalau tidak. Maka pembiayaannya diambil dari baitul
mal seperti semua wakaf untuk kepentingan umum seperti masjid. Kalau tidak
memungkinkan pembiayaannya, maka dijual. Sehingga orang yang mewakafkan
tidak diharuskan membiayainya.’Selesai ‘Majmu’ Al-Fatawa, 31/235.

Dikatakan dalam kitab ‘Kasyaful Qana’, 4/265, “Kalau
sekiranya wakafnya tidak ditentukan seperti untuk orang-orang miskin, maka
pembiayaannya dari baitul mal. Kalau tidak memungkinkan, maka dijual.”

Kedua,

Kalau sekiranya mushaf yang diwakafkan itu dalam kondisi yang
tidak memungkinkan diambil manfaatnya dikarenakan sudah rusak dan sobek.
Maka dalam kondisi seperti ini, boleh dimusnahkan. Para ulama’ cara
memusnahkan ada dua pendapat, diantara mereka ada yang berpendapat dikubur
di tanah. Dan ini madzhab Hanafiyah dan Hambali.

Al-Haskafi dari ulama’ fiqih Hanafiyah mengatakan, “Mushaf
kalau sudah dalam kondisi yang tidak dapat dibaca lagi, maka dikubur seperti
orang Islam.” Selesai dari kitab ‘Ad-Dur Mukhtar, 1/191. Pemilik kitab
Hasyiyah memberikan komentar akan hal itu dengan mengatakan, “Yakni ditaruh
di tempat suci dan di kubur di tempat yang tidak dilecehkan. Yang tidak
diinjak.’ Selesai

Bahuti dari ulama’ Hambali mengatakan, “Kalau mushafnya rusak
atau lapuh, maka dikubur sesuai dengan nash. Ahmad menyebutkan bahwa Abu
Al-Jauza’ mempunyai mushaf yang rusak kemudian beliau menggali di dalam
masjid dan menguburkannya.’ Selesai ‘Kasyaful Qana’, 1/137.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Kalau ada mushaf
tua yang sudah robek dimana tidak dapat dimanfaatkan lagi untuk dibaca, maka
dikubur di tempat aman. Sebagaimana kemulyaan tubuh orang mukmin, dikubur di
tempat aman.’ Selesai ‘Majmu’ Al-Fatawa, 12/599.

Diantara ahli ilmu ada yang berpendapat bahwa mushaf yang
rusak di bakar dengan api. Dan ini pendapat Malikiyah dan Syafiiyyah. Hal
itu mencontoh Utsman bin Affan ketika memerintahkan mushaf-mushaf yang ada
di tangan orang-orang untuk dibakar setelah dikumpulkan mushaf Imam. Kisah
pembakaran Utsman terhadap mushaf diriwayatkan oleh Bukhori di Shohehnya,
4988 diantara di dalamnya ada:

(… فَأَرْسَلَ عُثْمَانُ إِلَى
حَفْصَةَ أَنْ أَرْسِلِي إِلَيْنَا بِالصُّحُفِ نَنْسَخُهَا فِي الْمَصَاحِفِ
ثُمَّ نَرُدُّهَا إِلَيْكِ ، فَأَرْسَلَتْ بِهَا حَفْصَةُ إِلَى عُثْمَانَ ،
فَأَمَرَ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ ، وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ ، وَسَعِيدَ
بْنَ الْعَاصِ ، وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ ،
فَنَسَخُوهَا فِي الْمَصَاحِفِ …وَأَرْسَلَ إِلَى كُلِّ أُفُقٍ بِمُصْحَفٍ
مِمَّا نَسَخُوا ، وَأَمَرَ بِمَا سِوَاهُ مِنْ الْقُرْآنِ فِي كُلِّ صَحِيفَةٍ
أَوْ مُصْحَفٍ أَنْ يُحْرَقَ ) .

“Kemudian Utsman mengirim (utusan) ke Hafshoh agar beliau
mengirim kepada kami mshaf untuk ditulis ulang lagi di mushaf kemudian
dikembalikan kepadanya. Kemudian Hafsah mengirimnya ke Utsman. Dan (Utsman)
memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan
Abdurrahman bin Harits bin Hisyam untuk menulis kembali di mushaf. Kemudian
mengirim mushaf yang telah ditulis kembali ke seluruh daerah. Dan beliau
memerintahkan agar membakar semua mushaf Al-Qur’an dan lembaran (AL-Qur’an)
selain dari yang ditulis ulang.

Dari Mus’ab bin Saad berkata, “Saya mendapatkan orang-orang
telah bercukupan (mushaf) ketika Utsman memerintahkan untuk membakar mushaf.
Yang lebih mengherankan lagi, tidak ada seorangpun yang mengingkarinya.” HR.
Abu Bakar bin Abu Dawud di ‘Kitabul Mashohif, 41.

Ibnu Battol mengatakan, “Dalam perintah Utsman untuk membakar
lembaran dan mushaf ketika Al-Qur’an telah dikumpulkan, menunjukkan
diperbolehkannya membakar kitab yang di dalamnya ada Nama-nama Allah Ta’ala.
Bahwa hal itu sebagai penghormatan, menjaga agar tidak terinjak kaki dan
melindungi dari hilangnya di tanah.’ Selesai dari kitab ‘Syarkh Shoheh
Bukhori, 10/226.

Suyuthi mengatakan, “Kalau diperlukan untuk merusak sebagian
kertas mushaf karena telah rusak atau semisalnya. Maka tidak diperbolehkan
menaruh di bagian (dalam) atau lainnya. Karena bisa jadi jatuh dan terinjak.
Tidak diperbolehkan juga menyobeknya, karena hal itu dapat menyobek huruf
dan memisahkan kalimat. Hal itu menyalahi dari yang telah ditulisnya. Kalau
dibakar dengan api, tidak mengapa. Utsman telah membakar mushaf-mushaf dan
didalamnya ada ayat, bacaan yang telah dihapuskan. Dan tidak ada yang
mengingkarinya.’ Selesai ‘AL-Itqon Fi Ulumil Qur’an, 2/1187.

Masing-masing pendapat –pendapat yang mengubur dan membakar –
punya sisi (pandangan) oleh karena itu, kalau seseorang melakukan dua hal
itu, tidak mengapa insyaallah. Meskipun pendapat yang membakar lebih utama,
karena telah ada ketetapan dari para shahabar radhiallahu’anhum.

Syekh Muhammad bin Ibrohim Ali Syekh mengatakan, “Metode yang
benar untuk memusnahkan kertas mushaf adalah dikubur di dalam masjid. Kalau
tidak memungkinkan, maka dikubur di tempat suci dan bersih. Begitu juga
boleh dibakarnya.” Selesai AL-Fatawa, 13/8.

Dalam Fatawa Al-lajnah Ad-Daimah, 4/139 dikatakan, “Apa yang
sobek dari Mushaf, kitab dan kertas-kertas yang ada di dalamnya ayat-ayat
Al-Qur’an, dikubur di tempat bersih. Jauh dari lewatan orang dan dari tempat
pembuangan kotoran. Atau dibakar, untuk menjaga dan melindungi dari
pelecehan. Sebagaimana prilaku Utsman radhiallahu’anhu.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Akan tetapi
seyogyanya setelah di bakar agar ditumbuk agar tidak berbekas sobekan
kertasnya. Karena setelah dibakar masih terlihat gambar huruf sebagaimana
yang telah banyak dilihat. Kalau ditubuk, maka telah menjadi abu dan telah
hilang kekhawatiran ini.” Selesai dari ‘Fatawa Nurun ‘Ala Ad-Darbi, 16/148.

Sesuatu yang telah ada sekarang dan mungkin digunakan untuk
memusnahkan mushaf adalah alat pemotong kertas. Dengan syarat harus lembut
sekali dimana sampai tidak terlihat kalimat dan kata-katanya.

Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan,”Perobekan harus
terkena semua kalimat dan huruf. Hal ini sangat sulit kecuali ada alat yang
dapat merobek-robek sangat kecil  sekali. Dimana sampai tidak terlihat
gambar hurufnya. Dan ini adalah cara yang ketiga dan diperbolehkan.’ Selesai
dari ‘Fatawa Nurun ‘Ala Ad-Darbi, 2/384.

Dalam kondisi dibakar mushaf yang diwakafkan atau
dimusnahkan, maka tidak diharuskan menggantikannya.

Wallahu’alam

.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android
at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android