Unduh
0 / 0

Disyari’atkannya Tidak Berpuasa Untuk Menguatkan Semangat Jihad

Pertanyaan: 12641

Bolehkan bagi para mujahidin berbuka di siang hari Ramadhan? Sementara mereka berada di negeri mereka dan bukan musafir?

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Ya, boleh bagi para mujahidin
berbuka puasa di siang hari Ramadhan, agar tubuh mereka kuat saat berjihad
meskipun mereka berada di negeri mereka. Sebab, puasa bisa melemahkan
semangat jihad mereka dan tak berdaya dalam menghadapi musuh.

Dan ini merupakan salah satu
pendapat dari Imam Ahmad dan dipilih oleh Ibnu Taimiyah dan dua muridnya;
Ibnu Muflih dan Ibnul Qayyim serta ahli ilmu lainnya. (lihat, Al-Furu’ karya
Ibnu Muflih, 3/ 28).

Tertera dalam sebuah hadits
Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang menunjukan atas
disyari’atkannya berbuka puasa lantaran jihad (di jalan Allah).

Imam Muslim (1120)
meriwayatkan dari Abu Sa’id al Khudriy radhiallahu anhu
berkata,

سَافَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِلَى مَكَّةَ -يعني في فتح مكة- وَنَحْنُ صِيَامٌ ، فَنَزَلْنَا
مَنْزِلا ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
: إِنَّكُمْ قَدْ دَنَوْتُمْ مِنْ عَدُوِّكُمْ
وَالْفِطْرُ أَقْوَى لَكُمْ .
فَكَانَتْ رُخْصَةً ، فَمِنَّا مَنْ صَامَ ، وَمِنَّا مَنْ
أَفْطَرَ ، ثُمَّ نَزَلْنَا مَنْزِلا آخَرَ ، فَقَالَ : إِنَّكُمْ مُصَبِّحُو
عَدُوِّكُمْ وَالْفِطْرُ أَقْوَى لَكُمْ ، فَأَفْطِرُوا . وَكَانَتْ عَزْمَةً
فَأَفْطَرْنَا

‘Kami pernah mengadakan
perjalanan bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam
ke Mekkah, yakni fathu Mekkah, ketika itu kami dalam keadaan berpuasa. Lalu
kami singgah di sebuah tempat, maka Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kalian telah mendekati
musuh, maka berbuka lebih menguatkan kalian.” Dan itu merupakan
dispensasi bagi kami. Di antara kami ada yang tetap berpuasa. Dan sebagian
kami berbuka. Lalu kami singgah di tempat lain, beliau bersabda,
“Sesungguhnya kalian sudah berada di depan musuh, dan berbuka lebih
menguatkan kalian, maka berbukalah.” Dan ini bukanlah rukhsah
(dispensasi), maka kamipun berbuka.”

Abu Daud (2365) meriwayatkan,
dari sebagian sahabat Nabi shallallahu alaihi wa
sallam berkata,

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَمَرَ النَّاسَ فِي سَفَرِهِ عَامَ الْفَتْحِ بِالْفِطْرِ ، وَقَالَ :
تَقَوَّوْا لِعَدُوِّكُم

“Aku pernah melihat
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
memerintahkan para sahabat yang safar pada fathu Mekkah untuk berbuka.
Beliau bersabda, “Kuatkanlah tubuh kalian untuk menghadapi musuh
kalian.”

Al Hafizh Ibnu Hajar dalam
kitab ‘at talkhis al habir’ berkata, ‘dishahihkan oleh Hakim dan Ibnu abdil
Bar.

Dua hadits di atas melandasi
perintah berbuka. Bukan karena safar. Tetapi lantaran untuk menguatkan tubuh
saat berjihad di jalan Allah.

Al Hafizh berkata dalam kitab
‘Al-Muntaqa Syarh Muwatha’ Imam Malik, “Sabda beliau ‘kuatkanlah tubuh
kalian untuk menghadapi musuh’, inilah yang menjadi sebab disyari’atkannya
berbuka. Sekiranya sebabnya adalah safar, maka beliau tidak menyebutkan
‘menguatkan tubuh untuk menghadapi musuh’, tetapi beliau menyebutkan safar.

Al Munawi berkata dalam
kitabnya ‘Faidhul Qadir’,

“Mushabbihu’ yaitu kalian
bertemu musuh di waktu subuh. Dalam riwayat lain, ‘kalian telah berada di
depan musuh’ dapat diambil kesimpulan bahwa alasan disyari’atkannya berbuka
bukan karena safar tetapi karena musuh telah dekat dan mereka membutuhkan
kekuatan tubuh yang prima untuk berjihad. Meskipun mereka menetap di sebuah
negeri (tidak safar), mereka tetap boleh berbuka untuk menjaga stamina tubuh
yang kuat dalam menghadapi musuh.”

Dalam kitab ‘zadul ma’ad,
(2/53-54), Ibnul Qayyim berkata,

‘Nabi shallallahu
alaihi wa sallam memerintahkan mereka berbuka jika telah
mendekati musuh agar mereka lebih kuat dalam berperang. Jika mereka berada
di negeri mereka, dan berbuka akan menambah kekuatan tubuh mereka dalam
menghadapi musuh, apakah mereka harus berbuka?

Dalam masalah ini ada dua
pendapat.

Yang lebih kuat dalilnya
adalah mereka berbuka. Dan inilah yang dipilih oleh Ibnu Taimiyah. Dan ini
pula yang ia fatwakan untuk tentara kaum muslimin saat menghadapi musuh
mereka di bumi Damasqus. Tidak syak lagi bahwa berbuka lebih utama dari
berpuasa pada saat itu. Bahkan dibolehkannya berbuka bagi musafir itu
merupakan peringatan atas dibolehkannya berbuka pada saat berjihad di dalam
negeri. Dan bahkan hal itu lebih kuat kebolehannya.

Yang demikian itu karena
kekuatan di sana terkait dengan orang yang safar. Sedangkan dalam keadaan
ini, kekuatan itu untuk dirinya dan kaum muslimin. Sebab kesulitan jihad
lebih besar daripada kesulitan sewaktu safar. Demikian pula maslahat yang
diraih dari berbukanya orang yang berjihad lebih besar daripada maslahat
yang diperoleh orang yang safar.

Allah berfirman, “Dan
persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka..” (QS. Al
Anfal: 60).

Berbuka saat bertemu musuh
termasuk sebab terbesar datangnya kekuatan. Dan karena Nabi shallallahu
alaihi wa sallam, memerintahkan para sahabat ketika
telah mendekati musuh,

“Sesungguhnya kalian sudah
berada di depan musuh, dan berbuka lebih menguatkan kalian, maka
berbukalah.”
Dan ini bukanlah rukhsah (dispensasi), maka kamipun berbuka.”

Telah dekatnya musuh dan
kebutuhan mereka terhadap kekuatan tubuh untuk menghadapi musuh merupakan
sebab lain untuk berbuka selain safar. Di mana safar merupakan persoalan
tersendiri dan tidak disinggung illatnya (sebabnya) dan tidak diisyaratkan.

Intinya, hikmah syari’at
menuntut kebolehan berbuka bagi orang yang berjihad lebih kuat daripada
sekadar safar. Bagaimana tidak, Nabi telah menyebutkan illatnya,
mempertegasnya dan menerangkan hukumnya serta memerintahkan mereka untuk
berbuka karena jihad.

Hal ini lebih diperkuat
dengan riwayat Isa bin Yunus dari Syu’bah bin Amr bin Dinar berkata, “Aku
pernah mendengar Ibnu Umar berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam bersabda kepada para sahabatnya saat penaklukan kota
Mekkah, “Sesungguhnya hari ini adalah hari
berperang, maka berbukalah.”

Beliau menyebutkan illat
berbuka, yakni ‘perang’. Yang mengandung pengertian perintah berbuka. Maka
setiap orang dapat menangkap bahwa illat-nya berbuka karena perang (jihad).’
Wallahu a’lam.

Peperangan yang disebutkan
oleh Ibnul Qayyim, adalah peperangan yang terjadi antara kaum muslimin
dengan pasukan Tartar tahun 702 H. Dan kemenangan berpihak kepada kaum
muslimin.

Ibnu Katsir berkata,

‘Ibnu Taimiyah memberikan
fatwa berbuka bagi manusia ketika mereka berperang. Dan iapun berbuka. Ia
berkeliling di antara pasukan dan pemimpinnya. Ia makan dengan tangannya di
depan mereka, untuk memberi pengertian bahwa mereka berbuka dengan tujuan
menguatkan tubuh mereka dalam menghadapi musuh lebih utama dari berpuasa.
Lalu manusia pun ikut berbuka bersamanya.’ Lihat; Al-Bidayah Wan Nihayah,
14/ 31.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android