Apa patokan-patokan untuk menjaga hak kedua pihak dalam jual beli kredit. Demikian pula terkait hak kewajiban, aturan-aturan dan kebaikan bersama?
Patokan Syariat Pada Jual Beli Kredit
Pertanyaan: 126566
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Berjualan dengan cara kredit dengan waktu yang telah ditentukan adalah diperbolehkan berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
سورة البقرة: 282
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (QS. Al-Baqarah: 282)
Menambah harga sebagai pengganti diakhirkan waktunya, tidak dilarang. Telah ada ketetapan dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam yang menunjukkan akan diperbolehkan hal itu. Hal itu berdasarkan riwayat bahwa beliau sallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan Abdullah bin Amr bin Ash radhiallahu’anhuma untuk mempersiapkan tentara beliau membeli satu kuda dengan dua kuda dengan kredit.
Hendaknya kedua pihak mengetahui panduan syariat dalam bermuamalah agar tidak terjatuh pada akad yang diharamkan. Karena sebagian orang menjual apa yang yang tidak dimilikinya, kemudian membeli barang setelah itu dan diserahkan kepada pembeli.
Sebagian orang ketika membeli suatu barang, dia langsung menjualnya padahal dia masih di tempat penjual sebelum barangnya diterima sesuai ketentuan syariat. Kedua hal ini tidak diperbolehkan, karena ada ketetapan dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam beliau bersabda kepada Hakim bin Hizam:
لا تبع ما ليس عندك
“Jangan menjual apa yang tidak anda miliki.”
Dan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:
لا يحل سلف وبيع ، ولا بيع ما ليس عندك
“Tidak dihalalkan meminjam dan menjual. Dan tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada pada anda.”
Dan sabda Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam:
من اشترى طعاما فلا يبعه حتى يستوفيه
“Siapa yang membeli makanan, maka jangan menjualnya sampai barangnya sempurna menjadi miliknya.”
Ibnu Umar radhiallahu’anhuma berkata, “Kami membeli makanan secara acak, kemudian Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam mengirimkan utusan kepada kami untuk memberitahu larangan untuk menjualnya sebelum barang itu telah dimasukkan ke dalam kendaraan kami.” (HR. Muslim)
Terdapat ketetapan dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam juga bahwa beliau melarang para penjual untuk menjual barang mereka sebelum barang tersebut di masukkan ke dalam kendaraan mereka.
Dari hadits-hadits ini dan apa yang semakna dengannya, menjadi jelas bagi para pencari kebenaran bahwa tidak diperbolehkan seorang muslim menjual barang yang bukan menjadi miliknya, dan baru membelinya kemudian. Bahkan seharusnya menunda penjualannya sampai dia membelinya dan barang tersebut sudah dalam genggaman kepemikannya.
Jelas juga, bahwa apa yang banyak dilakukan orang dengan menjual barang di tempat penjual sebelum dipindahkan ke tempat pembeli adalah sesuatu yang tidak diperbolehkan karena pada hal itu ada penyimpangan terhadap sunnah Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam. Praktek ini menunjukkan sikap permainan dalam bermuamalah serta tidak patuh dengan panduan syariat yang suci. Di dalamnya mengandung kerusakan dan keburukan serta akibat fatal yang tidak bisa perkirakan.”
Majmu Fatawa Ibnu Baz, 19/15 – 17.
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam