Unduh
0 / 0
554223/11/2008

Tinggal Di Jeddah Dan Umrah Di Bulan Haji, Apakah Dapat Melakukan Tamattu Jika Dia Haji?

Pertanyaan: 126660

Suami saya bekerja di Jedah dan saya tinggal kurang lebih setahun. Kami menunaikan umrah di bulan Dzulhijjah, kemudian kami tahallul. Lalu kami kembali ke Jedah dan niat melaksanakan haji tahun ini Insya Allah. Kami akan berangkat pada tanggal 8 Dzulhijjdah ke Mekah. Apakah kami harus melakukan haji Tamattu. Apakah itu dianggap sebagai satu safar. Bolehkan saya menunaikan haji dengan ongkos dari suami dengan ridhanya. Mohon penjelasannya secara terperinci pada kedua masalah tersebut.

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Pertama:

Haji Tamattu adalah seorang melakukan ihram untuk umrah
di bulan haji, lalu dia tahallul kemudian ihram lagi untuk haji pada tahun
itu juga. Dia diharuskan membayar hadyu. Berdasarkan firman Allah Ta’ala,

فَمَنْ

تَمَتَّعَ

بِالْعُمْرَةِ

إِلَى

الْحَجِّ

فَمَا

اسْتَيْسَرَ
مِنْ
الْهَدْيِ  (سورة
البقرة: 196)

“Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan ‘umrah sebelum haji (di
dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat.”
(QS. Al-Baqarah: 196)

Siapa yang kembali ke negerinya setelah umrah, kemudian dia
mulai melakukan safar yang baru lagi untuk haji, maka dia dianggap melakukan
haji ifrad, bukan tamattu, menurut jumhur ulama. Karenanya, kembalinya
kalian berdua setelah umrah dari Mekah ke Jedah dianggap telah menggugurkan
hukum Tamattu.

Ulama Lajnah Daimah Lil Ifta pernah ditanya, “Saya menunaikan
umrah pada bulan Syawal 1395 H. Setelah melakukannya, saya kembali ke negeri
saya. Karena saya sudah berniat kuat untuk melaksanakan ibadah haji pada
tahun 1395 H, apakah saya diharuskan membayar fidyah (hadyu) atau tidak?”

Mereka menjawab, “Mayoritas ahli fiqih berpendapat bahwa anda
tidak wajib menyembelih hadyu, karena anda tidak dikatakan melaksanakan haji
Tamattu dalam satu safar.  Karena sebagaimana anda sebutkan, bahwa anda
pulang kembali ke negeri anda setelah melaksanakan umrah di bulan Syawal
tahun 1395 H dan tidak menetap di Mekah hingga menunaikan ibadah haji.”

Sebagian ahli fiqih berpendapat bahwa anda terkena kewajiban
hadyu jika anda menunaikan haji pada tahun itu, walaupun anda telah kembali
ke negeri anda atau ke tempat lain yang lebih jauh. Berdasarkan keumuman
firman Allah Ta’ala,

فَمَنْ

تَمَتَّعَ

بِالْعُمْرَةِ

إِلَى

الْحَجِّ

فَمَا

اسْتَيْسَرَ
مِنَ
الْهَدْيِ (سورة
البقرة: 196)
.

“Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan ‘umrah sebelum haji (di
dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat.”
(QS. Al-Baqarah: 196)

Fatwa serta praktek yang berlaku ditetapkan berdasarkan
pendapat jumhur ulama, yaitu tidak diwajibkan hadyu.” (Fatawa Lajnah Daimah,
11/366)

Syekh Bin Baz rahimahullah ditanya tentang seseorang yang
melaksanakan umrah di bulan Syawal, kemudian kembali ke keluarganya,
kemudian kembali lagi ke Mekah dengan niat haji secara ifrad. Apakah dia
dianggap Tamattu dan wajib menyembelih hadyu?

Beliau menjawab,

Jika seseorang menunaikan umrah di bulan Syawal, kemudian dia
kembali ke tengah keluarganya, kemudian dia menunaikan haji ifrad, maka
jumhur ulama berpendapat bahwa dia tidak melakukan Tamattu dan tidak wajib
baginya menyembelih hadyu. Karena dia telah kembali ke rumahnya dan kembali
lagi untuk melakukan haji Ifrad. Inilah yang diriwayatkan dari Umar dan
anaknya radhiallahu anhuma, dan inilah pendapat jumhur ulama. Adapun yang
diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa hal tersebut dianggap sebagai Tamattu dan
dia harus menyembelih hadyu, karena dia telah menggabungkan antara umrah dan
haji dalam bulan-bulan haji pada tahun yang sama. Adapun pendapat jumhur
ulama adalah bahwa apabila orang tersebut telah kembali ke tengah
keluarganya, sebagian lagi mengatakan, jika dia telah safar dalam jarak
perjalanan seseorang yang boleh qashar shalat, kemudian dia melakukan haji
mufrad, bukan tamattu, maka pendapat yang lebih kuat, wallahua’lam, adalah
sebagaimana pendapat Umar dan puteranya radhiallahu anhuma, yaitu bahwa
apabila dia kembali ke tengah keluarganya, maka dia tidak dianggap tamattu
dan tidak dikenakan dam baginya. Adapun orang yang datang menunaikan haji,
lalu melakukan umrah dahulu, kemudian menetap di Jedah atau Thaif, sedangkan
tempat tersebut bukan kampung halamannya, kemudian dia ihram lagi untuk haji,
maka hajinya dianggap tamattu. Karenanya keluarnya dia ke Thaif, atau Jedah,
atau Madinah tidak membuatnya keluar dari posisinya sebagai haji Tamattu,
karena dia datang untuk menunaikan kedua ibadah tersebut. Dia ke Jedah atau
Thaif karena sebuah keperluan. Demikian pula halnya orang yang safar ke
Madinah untuk berziarah, semua itu tidak menggugurkan kedudukan haji
Tamattunya menurut pendapat yang lebih kuat. Maka dengan demikian dia
terkena kewajiban menyembelih hadyu, dan melakukan sai untuk haji
sebagaimana dia telah melakukan sai untuk umrahnya.” (Majmu Fatawa Syekh Bin
Baz, rahimahullah, 17/96)

Sedangkan kalian sekarang termasuk
penduduk Jedah, maka kepulangan anda ke sana berarti kepulangan ke tempat
menetap kalian.

Kedua:

Dibolehkan bagi seseorang untuk
menunaikan ibadah haji berdasarkan nafkah orang lain, apakah bapak, suami,
anak atau lainnya. Suami anda akan mendapatkan pahala atas biaya yang dia
keluarkan untuk membantu ongkos haji anda. Tidak disyaratkan menunaikan
ibadah haji dari biaya sendiri. Lihat jawaban no. 36841.

Wallahua’lam

.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android
at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android