Suami saya bekerja di Jedah dan saya tinggal kurang lebih setahun. Kami menunaikan umrah di bulan Dzulhijjah, kemudian kami tahallul. Lalu kami kembali ke Jedah dan niat melaksanakan haji tahun ini Insya Allah. Kami akan berangkat pada tanggal 8 Dzulhijjdah ke Mekah. Apakah kami harus melakukan haji Tamattu. Apakah itu dianggap sebagai satu safar. Bolehkan saya menunaikan haji dengan ongkos dari suami dengan ridhanya. Mohon penjelasannya secara terperinci pada kedua masalah tersebut.
Tinggal Di Jeddah Dan Umrah Di Bulan Haji, Apakah Dapat Melakukan Tamattu Jika Dia Haji?
Pertanyaan: 126660
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Pertama:
Haji Tamattu adalah seorang melakukan ihram untuk umrah di bulan haji, lalu dia tahallul kemudian ihram lagi untuk haji pada tahun itu juga. Dia diharuskan membayar hadyu. Berdasarkan firman Allah Ta’ala,
فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنْ الْهَدْيِ (سورة البقرة: 196)
“Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan ‘umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat.” (QS. Al-Baqarah: 196)
Siapa yang kembali ke negerinya setelah umrah, kemudian dia mulai melakukan safar yang baru lagi untuk haji, maka dia dianggap melakukan haji ifrad, bukan tamattu, menurut jumhur ulama. Karenanya, kembalinya kalian berdua setelah umrah dari Mekah ke Jedah dianggap telah menggugurkan hukum Tamattu.
Ulama Lajnah Daimah Lil Ifta pernah ditanya, “Saya menunaikan umrah pada bulan Syawal 1395 H. Setelah melakukannya, saya kembali ke negeri saya. Karena saya sudah berniat kuat untuk melaksanakan ibadah haji pada tahun 1395 H, apakah saya diharuskan membayar fidyah (hadyu) atau tidak?”
Mereka menjawab, “Mayoritas ahli fiqih berpendapat bahwa anda tidak wajib menyembelih hadyu, karena anda tidak dikatakan melaksanakan haji Tamattu dalam satu safar. Karena sebagaimana anda sebutkan, bahwa anda pulang kembali ke negeri anda setelah melaksanakan umrah di bulan Syawal tahun 1395 H dan tidak menetap di Mekah hingga menunaikan ibadah haji.”
Sebagian ahli fiqih berpendapat bahwa anda terkena kewajiban hadyu jika anda menunaikan haji pada tahun itu, walaupun anda telah kembali ke negeri anda atau ke tempat lain yang lebih jauh. Berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala,
فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ (سورة البقرة: 196) .
“Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan ‘umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat.” (QS. Al-Baqarah: 196)
Fatwa serta praktek yang berlaku ditetapkan berdasarkan pendapat jumhur ulama, yaitu tidak diwajibkan hadyu.” (Fatawa Lajnah Daimah, 11/366)
Syekh Bin Baz rahimahullah ditanya tentang seseorang yang melaksanakan umrah di bulan Syawal, kemudian kembali ke keluarganya, kemudian kembali lagi ke Mekah dengan niat haji secara ifrad. Apakah dia dianggap Tamattu dan wajib menyembelih hadyu?
Beliau menjawab,
Jika seseorang menunaikan umrah di bulan Syawal, kemudian dia kembali ke tengah keluarganya, kemudian dia menunaikan haji ifrad, maka jumhur ulama berpendapat bahwa dia tidak melakukan Tamattu dan tidak wajib baginya menyembelih hadyu. Karena dia telah kembali ke rumahnya dan kembali lagi untuk melakukan haji Ifrad. Inilah yang diriwayatkan dari Umar dan anaknya radhiallahu anhuma, dan inilah pendapat jumhur ulama. Adapun yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa hal tersebut dianggap sebagai Tamattu dan dia harus menyembelih hadyu, karena dia telah menggabungkan antara umrah dan haji dalam bulan-bulan haji pada tahun yang sama. Adapun pendapat jumhur ulama adalah bahwa apabila orang tersebut telah kembali ke tengah keluarganya, sebagian lagi mengatakan, jika dia telah safar dalam jarak perjalanan seseorang yang boleh qashar shalat, kemudian dia melakukan haji mufrad, bukan tamattu, maka pendapat yang lebih kuat, wallahua’lam, adalah sebagaimana pendapat Umar dan puteranya radhiallahu anhuma, yaitu bahwa apabila dia kembali ke tengah keluarganya, maka dia tidak dianggap tamattu dan tidak dikenakan dam baginya. Adapun orang yang datang menunaikan haji, lalu melakukan umrah dahulu, kemudian menetap di Jedah atau Thaif, sedangkan tempat tersebut bukan kampung halamannya, kemudian dia ihram lagi untuk haji, maka hajinya dianggap tamattu. Karenanya keluarnya dia ke Thaif, atau Jedah, atau Madinah tidak membuatnya keluar dari posisinya sebagai haji Tamattu, karena dia datang untuk menunaikan kedua ibadah tersebut. Dia ke Jedah atau Thaif karena sebuah keperluan. Demikian pula halnya orang yang safar ke Madinah untuk berziarah, semua itu tidak menggugurkan kedudukan haji Tamattunya menurut pendapat yang lebih kuat. Maka dengan demikian dia terkena kewajiban menyembelih hadyu, dan melakukan sai untuk haji sebagaimana dia telah melakukan sai untuk umrahnya.” (Majmu Fatawa Syekh Bin Baz, rahimahullah, 17/96)
Sedangkan kalian sekarang termasuk penduduk Jedah, maka kepulangan anda ke sana berarti kepulangan ke tempat menetap kalian.
Kedua:
Dibolehkan bagi seseorang untuk menunaikan ibadah haji berdasarkan nafkah orang lain, apakah bapak, suami, anak atau lainnya. Suami anda akan mendapatkan pahala atas biaya yang dia keluarkan untuk membantu ongkos haji anda. Tidak disyaratkan menunaikan ibadah haji dari biaya sendiri. Lihat jawaban no. 36841.
Wallahua’lam .
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam