Unduh
0 / 0
92,99126/01/2009

TENTANG MENIKAH DENGAN ANAK KECIL DAN MENGGAULINYA MENURUT AHLUSSUNNAH

Pertanyaan: 127176

Saya ditanya oleh seorang gadis Nashrani tentang masalah ‘bersenang-senang dengan anak gadis yang masih kecil. Dia menganggap bahwa itu adalah noda hitam yang menjelaskan tentang sadisnya Islam. Saya telah mencari permasalah tersebut, namun belum dapat saya pahami. Apakah perkara tersebut ada dalam Islam, atau hanya terdapat di kalangan rafidhah (syiah)? Mohon penjelasan lengkap dari anda yang dapat membantah tuduhan tersebut meskipun terdapat pada masa-masa lalu. Apa fatwa terakhir tentang masalah tersebut pada masa kini. Saya tidak membayangkan memanfaatkan anak kecil secara seksual dan menganggapnya sebagai perbuatan halal.

Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.

Ada dua
perkara yang berkaitan dalam masalah ini menurut Ahlussunnah yang
disalahpami oleh kalangan rafidhah (syiah) dan musuh-musuh Islam, sehingga
mereka menjadikannya sebagai satu perkara. Kedua perkara tersebut adalah,
menikah dengan gadis kecil dan berhubungan badan dengannya.

Adapun
tentang masalah pertama, yaitu menikah dengan anak gadis yang masih kecil,
maka para ulama umumnya membolehkan perkara tersebut. Tidak ada dalam
syariat tahun tertentu untuk membatasi usia pernikahan yang melarang
pernikahan di bawah usia tersebut.

Kesimpulan
ini dilandasi dalil dari Kitabullah, Sunnah Nabi shallallahu alaihi wa
sallam ditambah ijma’ para ulama.

1- Allah
berfirman,

وَاللَّائِي
يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ
ثَلاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ (سورة الطلاق: 4)

“Dan
perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa
iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang
tidak haid.” (QS, Ath-Thalaq: 4)

Ayat ini
jelas menunjukkan apa yang kita bicarakan, yaitu menjelaskan bahwa iddah
wanita yang ditalak jika dia masih kecil dan belum haidh.

Al-Baghawi
rahimahullah berkata,

“Dan begitu
pula perempuan-perempuan yang tidak haid lagi’ maksudnya adalah anak kecil
yang belum haid, maka iddahnya juga tiga bulan (sama dengan wanita lanjut
yang sudah tidak haid lagi).

Tafsir
Al-Baghawi, 8/152

Ibnu Qayim,
rahimahullah, berkata,

“Wanita
yang tidak haid ada dua; anak kecil yang belum haid dan wanita tua yang
sudah berhenti dari haid, maka Allah Ta’ala menjelaskan iddah kedua golongan
ini dalam firman-Nya,

“Dan
perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa
iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang
tidak haid.” (QS, Ath-Thalaq: 4)

Maksudnya
adalah bahwa iddah mereka (anak wanita kecil yang belum haid) juga demikian
(tiga bulan).

Zadul Ma’ad
Fi Hadyi Khairil Ibad, 5/595.

2-
Berdasarkan Sunnah.

Dari Aisyah
radhiallahu anha, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam menikahinya
saat dia berusia enam tahun, dan baru digaulinya saat dia berusia sembilan
tahun dan sejak itu dia tinggal serumah dengannya.

HR.
Bukhari, no. 4840, Muslim, no. 1422.

Anak gadis kecil ini yang menikahkan adalah bapaknya, bukan
wali yang lainnya, menurut pendapat yang kuat dari para ulama. Dan dia tidak
dapat memilih jika telah baligh.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiah, rahimahullah, berkata,

“Seorang wanita (baligh) tidak boleh seorang pun
menikahkannya kecuali dia menyetujuinya, sebagaimana diperintahkan Nabi
shallallahu alaihi wa sallam. Jika dia tidak menyukainya, maka tidak boleh
dipaksa menikah. Kecuali jika dia seorang gadis kecil, maka sang bapak boleh
menikahkannya tanpa seizinnya.”

Majmu’ Fatawa, 32/39. 

3- Adapun berdasarkan ijmak,

Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata,

“Para ulama telah ijmak (sepakat) bahwa seorang bapak boleh
menikahkan anak gadisnya yang masih kecil tanpa harus bermusyawarah
dengannya. Karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menikah dengan
Aisyah binti Abu Bakar saat dia masih kecil berusia enam tahun atau tujuh
tahun. Bapaknya yang menikahkannya dengan beliau.”

Al-Istizkar, 16/49-50

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, ‘Gadis kecil boleh
dinikahkan oleh bapaknya berdasarkan kesepatakan ulama, kecuali pendapat
yang nyeleneh (tidak membolehkan).’

Fathul Bari, 9/239

  Masalah Kedua; Menggauli anak kecil.

Perkara ini tidak harus dilakukan sejak pernikahan. Karena
seperti diketahui bahwa wanita dewasa saja ketika dinikahi tidak harus
langsung digauli. Penjelasan lebih jelas dari itu adalah bahwa mungkin saja
terjadi talak setelah akad dan sebelum digauli  dengan konsekwensi hukum
yang ada (anak kecil termasuk di dalamnya), seperti harus memberikan
setengah mahar jika telah disebutkan jumlahnya, tidak ada iddah pada wanita
tersebut.

Dalam masalah pertama, Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنْ
طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ
فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ إِلَّا أَنْ يَعْفُونَ أَوْ يَعْفُوَ
الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكَاحِ  (سورة البقرة: 237)

Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur
dengan mereka, Padahal Sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, Maka
bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika
isteri-isterimu itu mema’afkan atau dima’afkan oleh orang yang memegang
ikatan nikah.” (QS. Al-Baqarah: 237)

Dalam masalah kedua, Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ
مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ
تَعْتَدُّونَهَا فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحاً جَمِيلاً  (سورة
الأحزاب: 49)
                                                                                                                                                                                                                                              

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi
perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum
kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka ‘iddah bagimu
yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut’ah dan
lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya.” (QS. Al-Ahzab: 49)

Dengan demikian, gadis kecil yang dinikahkan tidak boleh
diserahkan kepada suaminya sebelum dia sudah layak melakukan hubungan badan,
tidak disyaratkan baligh dalam masalah ini, akan tetapi (syaratnya adalah)
telah mampu melakukan hubungan badan. Jika telah digauli, kemudian
diceraikan, maka iddahnya tiga bulan, sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya.

Imam An-Nawawi, rahimahullah, berkata,

“Adapun resepsi pernikahan dan waktu bercampur bagi anak
gadis kecil, jika sang suami dan wali sepakat atas sesuatu yang tidak
berbahaya bagi anak gadis tersebut, maka kesepakatan tersebut dapat
dilaksankan. Jika mereka berdua berbeda pendapat, Ahmad dan Abu Ubaid
berkata, “Boleh dipaksa (berkumpul) jika sang anak telah berusia sembilan
tahun dan tidak boleh jika berusia kurang dari itu.” Sedangkan Mali, Syafii
dan Abu Hanifah berkata, ‘Batasannya adalah selama dia telah mampu melakukan
jimak, hal itu berbeda sesuai perbedaan di antara mereka, tidak ada batasan
usia.” Inilah pendapat yang benar. Hadits Aisyah bukan menunjukkan batasan
usia, tidak ada larangan jika anak tersebut telah mampu melakukan jimak,
walaupun usianya kurang dari sembilan tahun. Maka tidak dibenarkan bagi yang
belum mampu melakukannya walaupun telah berusia sembilan tahun. Ad-Dawudi
berkata, “Aisyah telah tumbuh menjadi gadis yang sehat radhiallahu anha.”

Syarh Muslim, 9/206

Perhatikan bantahan bagi kaum rafidhah (syiah) yang
membolehkan pernikahan mut’ah pada jawaban soal no.
20738

Kami tidak menganggap ini sebagai perdebatan batil. Yang
mengutarakan syubhat kepada anda berupa istimta’ (bersenang-senang) tanpa
pernikahan, itu bukan ajaran dan bagian dari agama kita, baik terhadap orang
dewasa atau terhadap anak kecil. Tanyakanlah pada orang-orang barat apa yang
mereka lakukan dalam masalah ini, mereka memanfaatkan anak-anak kecil, baik
laki-laki maupun perempuan. Mereka nodai anak-anak yang terdapat di
negeri-negeri kafir. Tanyakalah kepada tentara yang –katanya- melindungi
kaum fakir di Afrika, apa yang dilakukan terhadap mereka!!

Wallaha’lam.

Refrensi

Soal Jawab Tentang Islam

at email

Langganan Layanan Surat

Ikut Dalam Daftar Berlangganan Email Agar Sampai Kepada Anda Berita Baru

phone

Aplikasi Islam Soal Jawab

Akses lebih cepat ke konten dan kemampuan menjelajah tanpa internet

download iosdownload android