Apa makna ilhad (menyimpang) terhadap nama-nama Allah Ta’ala?
Makna ‘Ilhad’ (menyimpang) Terhadap Nama-Nama Allah Dan Macam-macamnya
Pertanyaan: 130962
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Jawab:
‘الإلحاد’ dari segi bahasa artinya menyimpang. Di antaranya terdapat dalam firman Allah Ta’ala,
لِسَانُالَّذِييُلْحِدُونَإِلَيْهِأَعْجَمِيٌّوَهَذَالِسَانٌعَرَبِيٌّمُبِينٌ(سورةالنحل: 103)
Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa ‘Ajam, sedangAl Quran adalah dalam bahasa Arab yang terang.” (QS. An-Nahl: 103)
Di antara maknanya adalah; Al-Lahd (lianglahat) di kuburan. Dinamakan lianglahat karena lobangnya condong ke samping.
Sesuatu dikatakan ‘الإلحاد’ (menyimpang) kalautelah diketahui yang lurus. Karena sebagaimana dikatakan,”Dengan lawannya sesuatu akan dikenal”.Istiqamah (pandangan yang lurus) dalam bab nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya adalah menetapkan nama dan sifatAllah berdasarkan hakikatnyayang sesuai bagi Allah Azza wa Jalla,tanpa merubah, menggugurkan, merinci bagaimananya dan menyerupakan dengan makhluk, berdasarkan kaidah yang telah ditetapkan oleh Ahlussunnah wal Jamaah dalam babini. Jika telah kita ketahuijalan yang istiqamah dalam babini, maka yang bertentangan dengan jalan yang istiqamah itu adalah ‘الإلحاد’ (menyimpang). Sebagianulama berpendapat bahwa penyimpangan terhadap nama-nama Allah Ta’ala terdiri dari beberapa macamyang kesimpulannya dapat kita katakan bahwapenyimpangan tersebut karena tidak meyakiniapa yang harusdiyakini dalam bab ini. Macam-macamtersebut adalah:
Pertama: Mengingkari salah satu namaAllah atau sifat yang terkandung di dalamnya. Misalnya ada yang mengingkari bahwa Ar-Rahman termasuk nama Allah Ta’ala,sebagaimana diyakini oleh orang-orang jahiliyah. Atau dia menetapkan nama, akan tetapi dia mengingkarisifat yang terkandung di dalamnya. Sebagaimana dinyatakan oleh sebagian ahlibid’ah bahwa Allah Ta’ala ‘رحيمبلارحمة’ (Namanya Ar-Rahim, tapi tidak mempunyai sifatrahmah (kasih sayang). Atau ‘سميعبلاسمع’ (nama-Nya As-Sami’, tapi tidakmempunyai sifat mendengar.
Kedua: Memberi nama kepada Allahdengan nama yang tidak Dia berikan untuk diri-Nya.
Perkara ini dikatakan ilhad (menyimpang) karena nama-nama Allahbersifat tauqifi (paten). Tidak boleh bagi seorang pun memberi nama bagi AllahTa’ala dengan nama yang Dia sendiri tidak memberikan nama untuk-Nya. Karena ituberarti berbicara tentang Allah apa yang tidak dia ketahui dan termasukperbuatan aniaya terhadap Allah Ta’ala. Hal ini sebagaimana dilakukan olehkalangan filsafat, mereka menamakan Allah sebagai ‘Al-Illah Al-Fa’ilah’ (FaktorPelaku) atau sebagaimana orang-orang Nashrani memberi nama bagi Allah Ta’aladengan nama ‘Bapak’, dan semacamnya.
Ketiga: Meyakini bahwa nama-nama tersebut menunjukkan sifat-sifatmakhluk, maksudnya adalah serupa dengan makhluk.
Perkara ini dikatakan ilhad (menyimpang) karena siapa yang meyakinibahwa nama-nama Allah Ta’ala menunjukkan keserupaan Allah terhadap makhluk-Nya,maka berarti dia telah mengeluarkannya dari kandungan yang sebenarnya dankeluar dari garis istiqamah (lurus) dan menjadikan firman Allah dan sabdaRasul-Nya sebagai jalan pada kekufuran, karena menyerupakan Allah denganmakhluknya adalah kufur, karena itu berarti mendustakan firman Allah Ta’ala,
لَيْسَكَمِثْلِهِشَيْءٌوَهُوَالسَّمِيعُالبَصِيرُ(سورةالشورى: 11)
«Tidak ada sesuatupun yangserupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat.” (QS.Asy-Syura: 11)
Juga terhadap firman Allah Ta’ala,
هَلْتَعْلَمُلَهُسَمِيّاً(سورةمريم: 65)
“Apakah kamu mengetahui adaseorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (QS. Maryam: 65)
Nu’aim bin Hamad Al-Khuzai, gurunya Imam Bukharirahimahumallahu Ta’ala berkata, “Siapa yang menyerupakan Allah denganmakhluknya, maka dia telah kafir dan siapa yang mengingkari sifat yang telahAllah tetapkan untuk diri-Nya maka dia telah kafir. Sifat yang Allah tetapkanuntuk diri-Nya bukan menyerupakan-Nya (dengan makhluk).”
Keempat: Mencari akar kata dari nama-nama AllahTa’ala sebagai nama berhala, seperti Al-Laata ‘الللات’ dari kata ‘الإله’ atau ‘العزى’ dari kata ‘العزيز’, atau ‘مناة’ dari kata ‘المنان’.
Syekh Muhamad bin Saleh Al-Utsaimin rahimahullah.
Refrensi:
Fatawa Al-Aqidah, hal. 44