Istri tinggal bersama ibunya yang bekerja di bank pada bagian bursa, kini sudah pensiun. Dia menolak ibunya memberi nafkah kepadanya. Apa yang harus dilakukan, suami dalam kondisi tidak bisa membawa istrinya bersamanya dan tidak bisa meninggalkannya dalam kesulitan sendirian bersama anak perempuannya yang masih bayi ?
Pensiunan Dari Pekerjaan Ibu Di Bank Ribawi, Apakah Halal Bagi Anak-anak ?
Pertanyaan: 132480
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Tidak boleh berkerja di bank ribawi. Harta yang dihasilkan dari pekerjaan ini tidak halal, kecuali dia tidak tahu akan keharaman pekerjanya, maka dimaafkan harta yang telah dia gunakan. Termasuk di dalamnya uang pesangon, juga termasuk pensiunan yang dipotong dari gajinya. Adapun orang yang tahu keharamannya, maka tidak halal sama sekali baginya.
Harta haram yang disebabkan bekerja di bank ribawi, adalah haram bagi pekerjanya saja. Dan tidak diharamkan bagi orang yang mengambilnya darinya dengan cara yang mubah, maka tidak masalah bagi anak perempuan anda untuk makan dari harta tersebut, tapi menghindarinya lebih utama, apalagi jika diiringi nasehat dan menjauhi harta yang di dapat dengan cara seperti itu.
Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- telah ditanya:
“Ayah saya –semoga Allah mengampuninya- bekerja di bank ribawi, maka bagaimanakah hukum kita menerima hartanya serta makan dan minum dari hartanya, selain itu kami masukan lain dari jalur saudari perempuan saya yang bekerja. Apakah kami tolak nafkah ayah kami dan kita mengambil nafkah dari kakak perempuan saya, sedangkan kami keluarga besar. Ataukah kakak perempuan saya tidak berhak memberi nafkah kepada kami, dan kami mengambil nafkah dari ayah kami ?
Beliau menjawab:
“Saya menjawab. Ambillah nafkah dari ayah kalian, baik bagi kalian dan buruk baginya. Karena anda mengambil harta dari ayah kalian dengan benar; beliau punya harta dan kalian tidak mempunyai harta, dan kalian mengambil dengan hak. Beban tanggungan dan dosa ayah tidak berlaku bagi anda.
Perhatikan Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- beliau telah menerima hadiah dari orang-orang yahudi, dan memakan makanan mereka, membeli dari mereka, padahal orang-orang yahudi terkenal dengan riba dan memakan harta yang haram, namun Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- makan dengan jalan yang mubah, jika beliau mendapatkannya dengan cara yang mubah maka tidak masalah.
Lihatlah contohnya Barirah pembantu ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anhu- mensedekahkan daging kepadanya, lalu Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- masuk suatu hari ke rumah beliau, dan mendapatkan panci di atas api, dan mengajak makan, lalu makanan disajikan terdapat daging, lalu beliau bersabda: “Tidakkah saya melihat panci di atas api?”, mereka berkata: “Ya benar, wahai Rasulullah, tapi itu daging dari sedekahnya Barirah. Dan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidak makan sedekah, dan berkata: “Dia baginya sedekah, dan bagi kami hadiah”, lalu Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- memakannya, padahal haram baginya memakan sedekah; karena beliau tidak mengambilnya sebagai sedekah tapi beliau mengambilnya sebagai hadiah.
Maka untuk saudara-saudara ini kami katakan: “Makanlah dari harta ayah kalian dengan tenang. Harta itu bagi ayah kalian dosa dan tanggungjawabnya, kecuali Allah Ta’ala memberikan hidayah kepadanya dan dia bertaubat. Barangsiapa yang bertaubat maka Allah akan menerima taubatnya”. (Al Liqa As Syahri: 45/16)
Wallahu a’lam
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam