Saya pergi kepada seseorang yang mempunyai harta; agar ia membeli kamar tidur untuk saya untuk pernikahan, lalu ia pergi dengan saya kepada seorang pedagang dan ia membeli kamar tersebut untuk saya, dengan harga tertentu. Kemudian ia menjualnya kepada saya dengan cara kredit (dicicil) dengan harga lebih tinggi dari harga yang telah ia beli sebelumnya. Transaksi ini terjadi kepada banyak orang, setiap orang menyesuaikan barang yang ingin ia beli, lalu dia membelikan untuknya, dan untuk dijual dengan kredit, sebagaimana diketahui bahwa orang ini bukan orang yang spesialis dalam bisnis tertentu, maka apakah hal ini mengandung riba ?
Jual Beli Kredit Kepada Orang Yang Menyuruh Untuk Membelinya
Pertanyaan: 135427
Puji syukur bagi Allah, dan salam serta berkat atas Rasulullah dan keluarganya.
Transaksi ini dikenal dengan nama jual beli murabahah kepada orang yang menyuruhnya membeli, DR. Muhammad Abdul Halim Umar berkata di dalam penelitiannya: “At Tafashiil al ‘Ilmiyah lil ‘Aqdi Al Murabahah” yang dipublikasikan pada edisi: 5 dari Majalah Majma’ Fikih Islami: “Murabahah ini akan sempurna dengan salah satu dari dua gambaran yang diketahui dalam fikih klasik, keduanya adalah:
- Gambaran pertama:
Bisa jadi disematkan kepadanya dengan gambaran umum atau asli, yaitu; seseorang membeli barang tertentu dengan harga tertentu, lalu ia menjualnya kepada orang lain dengan harga pertama tadi ditambah dengan keuntungan, ia di sini membeli untuk dirinya tanpa diminta sebelumnya, kemudian ia menawarkan barangnya dengan akad murabahah.
- Gambaran kedua:
Apa yang disebut belakangan dengan istilah “بيع المرابحة للآمر بالشراء “ (Transaksi murabahah untuk orang yang menyuruhnya untuk membeli), dan caranya adalah: bahwa seseorang maju kepada orang lain dan berkata kepadanya: “Belilah barang tertentu yang ada –atau ia menentukan atau mendeskripsikannya- dan saya akan membelinya dari anda dengan harga yang anda beli, dan saya akan menambahkan keuntungan dengan jumlah tertentu, atau sekian persen dari harga awal sebagai keuntungan, dan gambaran ini, meskipun dinamakan transaksi murabahah untuk orang yang menyuruhnya membeli, termasuk penamaan istilahnya oleh para ahli fikih kontemporer, kecuali bahwa tatacaranya telah ada sejak masa para ahli fikih klasik, sebagaimana telah ada di dalam kitab Al Umm karya imam Syafi’i, di mana teksnya berbunyi: “Dan jika seseorang memperlihatkan barang kepada orang lain, dan berkata: “Belilah barang ini dan saya akan menambahkan keuntungan kepadamu sekian, lalu seseorang tadi membelinya, maka membeli ini boleh. Lalu ia berkata:
“Lalu berkata: dan demikianlah jika ia berkata: “Belilah barang untukku –dan deskripsinya- atau barang apa saja yang kamu mau, dan saya akan memberikan keuntungan kepadamu, semua ini sama boleh dalam jaul beli”. Selesai.
Dan transaksi murabahah untuk orang yang menyuruhnya membeli ini boleh, dengan syarat bahwa yang diperintah untuk membeli ini ia membeli untuk dirinya sendiri dan telah ia terima dengan sebenarnya, sebelum ia menjualnya kepada orang yang menyuruhnya membeli.
Telah ada di dalam Fatawa Lajnah Daimah (13/153):
“Jika seseorang telah meminta kepada orang lain untuk membeli mobil tertentu, atau dengan deskripsi tertentu, dan telah berjanji untuk membelinya, lalu orang yang telah kamu pinta untuk membeli benar-benar membelinya dan telah ia terima, maka dibolehkan bagi orang yang telah memintanya untuk membelinya darinya setelah itu, baik dengan cash atau kredit dengan keuntungan yang diketahui, dan hal ini bukan termasuk penjualan barang seseorang yang bukan miliknya, karena orang yang telah anda minta barang darinya ia telah menjualnya kepada orang yang memintanya setelah ia membeli dan menerima barangnya, dan ia tidak boleh menjualnya kepada temannya misalnya sebelum ia membelinya atau setelah ia membelinya kepadanya dan belum diterima barangnya; karena larangan Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tentang menjual barang yang dibeli sampai diterima oleh pedagang ke tempat / gudang mereka”. Selesai.
Dan dengan ini diketahui bahwa pemilik dana jika ia pergi bersama orang yang meminta kepada pedagangnya dan membayar harga kamar tidur misalanya, lalu orang yang meminta ini langsung mengambilnya dari tempat pedagangnya secara langsung, tanpa dipindahkan dahulu oleh pemilik modal dan diterima dan masuk dalam jaminannya, maka hal ini tidak boleh.
Syeikh Ibnu Utsaimin berkata di dalam Fatawa Nur ‘Ala Darb: “Apa yang dilakukan banyak orang sekarang, orang yang berhutang dan yang dihutangi mendatangi orang lain yang mempunyai barang, lalu yang dihutangi membelinya lalu menjualnya kepada orang yang berhutang dan barang itu masih ditempat belum dipindahkan, kemudian yang dihutangi menjualnya kepada pemilik toko atau kepada orang lain sebelum dipindahkan, kita ketahui bahwa transaksi ini haram dan pasti tidak boleh; karena termasuk menjual barang di tempatnya dan Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah melarang untuk menjual barang di tempat pembeliannya sampai dipindahkan para pedagang ke tempat mereka”. Selesai.
Dan di antara yang menjelaskan larangannya juga bahwa pemilik modal (yang dihutangi) dalam gambaran ini adalah karena ia telah mendapatkan keuntungan dari apa yang belum ia jaminkan, dan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
لَا يَحِلُّ رِبْحُ مَا لَمْ يُضْمَنْ رواه الترمذي (1234) وقال : وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ. وأبو داود (3504) والنسائي (4629) وابن ماجه (2188) وأحمد (6591) وصححه الألباني في " الصحيحة" (1212
“Tidak dihalalkan keuntungan pada hal yang belum di jaminkan”. (HR. Tirmidzi: 1234 dan ia berkata: ini hadits hasan shahih, dan Abu Daud: 3504 dan Nasa’i: 4629 dan Ibnu Majah: 2188 dan Ahmad: 6591 dan telah dinyatakan shahih oleh Albani di dalam As Shahihah: 1212)
Lihat jawaban soal nomor: 36408 untuk mengetahui apa yang disyaratkan bolehnya transaksi murabahah.
Refrensi:
Soal Jawab Tentang Islam